Daerah

Kuah Beulangong, Tradisi Kuliner Malam Nuzulul Qur'an di Aceh

Selasa, 2 April 2024 | 17:00 WIB

Kuah Beulangong, Tradisi Kuliner Malam Nuzulul Qur'an di Aceh

Memasak kuah beulangong Masjid Al Mukarrahmah, desa Ateuk Munjeng, Banda Aceh, Selasa 2 April 2024. (Foto: NU Online/Wahyu Majiah)

Banda Aceh, NU Online

Di bawah terik matahari pagi, aroma kari yang memikat menguar dari sebuah dapur tradisional di Gampong Ateuk Munjeng, Banda Aceh. Di sana, Fajar Beizuri, seorang juru masak muda, dengan cekatan mengayunkan spatula raksasa, mengaduk kuah beulangong yang mendidih dalam 28 belanga besar.


Tradisi Nuzulul Qur'an di Masjid Al-Mukarramah, Ateuk Munjeng, kembali digelar, dan Fajar bertanggung jawab untuk menghidupkan tradisi kuliner yang telah diwariskan turun-temurun ini.


Fajar, 32 tahun, adalah generasi ketiga dalam keluarganya yang bertugas sebagai koki kuah beulangong untuk acara Nuzulul Quran. Sejak 2013, setelah sang ayah wafat, Fajar lah yang mengemban amanah ini.


"Memasak kuah beulangong untuk Ulumul Qur'an ini bukan sekadar pekerjaan, tapi juga tanggung jawab dan penghormatan terhadap tradisi leluhur," ujar Fajar dengan penuh semangat, Selasa (2/4/2024).


Sejak pukul 7 pagi, Fajar dan warga setempat bahu-membahu menyiapkan bahan-bahan. Empat ekor lembu telah disembelih, dagingnya dipotong-potong dan dibumbui dengan rempah-rempah khas Aceh.

 
Fajar Beizuri saat membagikan kuah beulangong (kuah kari) di Masjid Al Mukarrahmah, desa Ateuk Munjeng, Banda Aceh, Senin 2 April 2024. (Foto: NU Online/Wahyu Majiah)
 

Fajar, dengan keahliannya, memimpin proses memasak. Api dinyalakan di bawah belanga-belanga besar, dan aroma kari yang harum mulai menyebar ke seluruh penjuru desa.


Selama tiga jam, Fajar dan timnya tak henti-hentinya mengaduk kuah beulangong, memastikan setiap bumbu meresap sempurna dan menghasilkan rasa yang kaya.


"Nanti siap shalat zhuhur sudah bisa kita bagikan kepada masyarakat, anak yatim dan juga kita sediakan untuk yang berbuka puasa di Masjid," kata Fajar sembari mengaduk kuah kari itu.


Ketika kuah beulangong matang, aroma kari yang memikat semakin menggoda. Ratusan panci milik masyarakat sudah tertata rapi berdekatan dengan wajan untuk diisi kuah kari dari olahan tangan Fajar.


Kuah beulangong bukan hanya hidangan lezat, tetapi juga simbol kebersamaan dan gotong royong masyarakat Ateuk Munjeng. Tradisi Nuzulul Qur'an ini menjadi momen bagi mereka untuk berkumpul, berbagi cerita, dan memperkuat tali persaudaraan.

 
Kuah beulangong dalam wajan-wajan berukuran besar di Masjid Al Mukarrahmah, desa Ateuk Munjeng, Banda Aceh, Selasa 2 April 2024. (Foto: NU Online/Wahyu Majiah)
 

Bagi Fajar, memasak kuah beulangong bukan hanya tentang keahlian memasak, tetapi juga tentang melestarikan tradisi dan nilai-nilai budaya yang diwariskan leluhur.


"Senyum dan rasa puas dari masyarakat saat menyantap kuah beulangong ini adalah hadiah terindah bagi saya," ungkap Fajar dengan bangga.


Ketika matahari mulai terbenam, Fajar dan timnya telah menyelesaikan tugas mereka. Ratusan porsi kuah beulangong telah dibagikan kepada masyarakat, dan aroma kari yang memikat masih lingers di udara, meninggalkan kenangan indah tentang tradisi Nuzulul Qur'an yang penuh makna.