LBM PWNU Jakarta Mendorong Pengembangan UMKM dalam RUU Cipta Kerja
Selasa, 1 September 2020 | 12:45 WIB
Kendi Setiawan
Penulis
Jakarta, NU Online
Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LBM PWNU) DKI Jakarta mendukung pembahasan UMKM yang tertuang dalam RUU Cipta Kerja. LBM PWNU DKI mendorong RUU ini untuk memudahkan perizinan, memberikan perlindungan, dan memberdayakan usaha mikro sebagai amanah dari keadilan ekonomi pada sila kelima Pancasila.
Pokok pikiran ini muncul dalam rekomendasi forum bahtsul masail yang diadakan LBM PWNU DKI Jakarta di Kantor PWNU DKI Jakarta, Sabtu (29/8) siang.
Dalam rangka melindungi usaha kecil atau UMKM, peserta musyawarah bahtsul masail ini merekomendasikan kepada pemerintah untuk memberi slot/ruang untuk usaha kecil, mempermudah mendapatkan permodalan dan perizinan serta memberdayakan; mengatur dan membatasi pemodal atau usaha besar mendirikan usahanya yang berekses pada hancurnya usaha kecil; dan pengaturan pemerintah agar usaha besar menyertakan usaha kecil.
Forum bahtsul masail ini bersepakat bahwa larangan atau tindakan yang mempersulit investasi berdampak pada berkurangnya lapangan kerja dan peningkatan angka pengangguran. Efek negatifnya, banyak warga yang perutnya kosong akan menimbulkan kejahatan penjambretan, pencurian, perampokan, dan kejahatan yang lain.
“Madharatnya jauh lebih besar. Karena itu, Nabi Muhammad SAW menyatakan, ‘kemiskinan bisa mengakibatkan seseorang menjadi kafir,’” tegas forum.
Adapun pengasuh Pesantren As-Shiddiqiyah yang juga Ketua Aswaja Center Jawa Barat, Kiai Ahmad Yazid Fattah, mengatakan bahwa investasi termasuk akad/transaksi mudharabah/qiradh yang absah dan dibenarkan dalam Islam. Mengutip pendapat mazhab Syafi’i, investasi tergolong akad qiradh/qardhu.
“Sedangkan menurut Hanafiyah, investasi tergolong akad mudharabah. Sejatinya kedua pendapat ini hanya bersifat perbedaan istilah, sebab menurut Syafiiyah mudharabah sendiri termasuk dalam golongan akad qiradh,” kata Kiai Ahmad Yazid Fattah.
Pengasuh Pesantren Fasihuddin Depok yang juga pengurus LBM PBNU, Kiai Asnawi Ridwan, menyebutkan, terdapat banyak sekali penjelasan di kitab kuning karya salaf tentang investasi.
“Investasi menjadi sah dengan syarat perencanaan dan pembagian atau prosentase hasil antara investor dan pelaksana harus jelas sebelum direalisasikan. Dengan kata lain, roadmap atau blueprint sudah rapi dan jelas sebelum transaksi investasi dilaksanakan,” kata Kiai Asnawi.
Berdasarkan pendapat Syekh Wahbah al-Zukhaili, dalam Kitab Al-Fiqhu Al-Islamiy wa Adillatuhu, yang disampaikan Kiai Zainul Ma’arif, investasi tergolong akad yang diperbolehkan dalam dalam Islam (akad al-istitsmar al-musytarakah). Investasi yang berbatas waktu disebut al-istitsmar al-muqayyadah. Sedangkan investasi yang tidak berbatas waktu termasuk al-istitsmar al-mutlaqah.
“Dalam perspektif Islam, pemerintah wajib mengatur berbagai hal terkait dengan investasi yang maslahat bagi semua lapisan masyarakat. Dalam kaidah fiqih dikatakan, ‘Tasharruful imam 'alar ra'iyyah manuthun bil mashlahah,’ (kebijakan pemimpin harus berdasarkan kemaslahatan),” terangnya.
Siapa yang mengetahui maslahah? Kiai Zainul Ma’arif mengutip Kitab Qawa’idul Ahkam fi Mashalihil Anam, maslahah ditetapkan berdasarkan hasil kajian para pakar (ahlul khibrah) dan cerdik pandai (ad-dzaka) secara komprehensif, penelitian yang mendalam, dan perencanaan yang matang, serta melibatkan peran ulama berbasis kajian.
Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Alhafiz Kurniawan
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 4 Maksiat Hati yang Bisa Hapus Pahala Amal Ibadah
2
Khutbah Jumat: Jangan Golput, Ayo Gunakan Hak Pilih dalam Pilkada!
3
Poligami Nabi Muhammad yang Sering Disalahpahami
4
Peserta Konferensi Internasional Humanitarian Islam Disambut Barongsai di Klenteng Sam Poo Kong Semarang
5
Kunjungi Masjid Menara Kudus, Akademisi Internasional Saksikan Akulturasi Islam dan Budaya Lokal
6
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: Bahaya Arak keur Kahirupan Manusa
Terkini
Lihat Semua