Cirebon, NU Online
Lembaga Falakiyah Buntet Pesantren (LFBP) melakukan observasi gerhana bulan total (GBT) di halaman Masjid Agung Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat, pada Sabtu (28/7) dini hari.
Para santri dan warga Pondok Buntet Pesantren melakukan pengamatan peristiwa tersebut dengan menggunakan teropong milik Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama (MANU) Putra Buntet Pesantren.
Wakil Ketua LFBP Muhammad Abudzar Al-Ghiffari menjelaskan bahwa peristiwa tersebut bisa terjadi karena posisi bulan, bumi, dan matahari dalam keadaan sejajar. Hal tersebut membuat bulan tidak mendapatkan pantulan cahayanya.
Lebih lanjut, guru ilmu falak MANU Putra itu mengatakan bahwa peristiwa langit itu tidak ada kaitannya dengan bahaya yang terjad di bumi seperti yang dimitoskan oleh masyarakat zaman dahulu.
Jika pun ada kejadian negatif yang terjadi bertepatan dengan gerhana, menurutnya, hanya sebuah kebetulan saja. Pria yang mendalami ilmu langka dari KH Ahmad Manshur Buntet dan KH Ahmad Izzuddin Semarang itu menceritakan bahwa putra Nabi Muhammad meninggal sesaat sebelum gerhana.
Kegiatan yang disiarkan langsung melalui akun Instagram resmi Pondok Buntet Pesantren, @buntetpesantren, tersebut juga membuka pertanyaan bagi para penyimaknya. Salah seorang penyimak menanyakan perihal niat dan tatacara shalat gerhana. H Zahrul Falah, salah satu pengurus Lembaga Falakiyah, menjawab hal itu dengan rinci.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua LFBP Fajrul Falah menjelaskan proses perhitungan gerhana dengan teori ilmu falak.
Di samping itu, siaran yang dipandu oleh tokoh muda Buntet Pesantren Muhammad Abdullah Syukri itu juga turut hadir salah satu dewan pembina LFBP Muhammad Nashif. Ia menginformasikan bahwa LFBP sedang mengembangkan aplikasi waktu shalat khsusus wilayah Buntet Pesantren. (Syakir NF/Abdullah Alawi)