Daerah ZIARAH

Makam Asmoro Qondi di Gesikharjo

Sabtu, 31 Agustus 2013 | 03:17 WIB

Hari kedua perjalanan di Tuban (14/8), kami menuju ke arah pantai utara untuk menuju ke tujuan berikutnya, makam Maulana Ibrahim Asmoro Qondi. Makam ayah Sunan Ampel ini terletak di daerah Gesikharjo Kecamatan Palang Kabupaten Tuban. Begitu mendekati lokasi, hamparan pemandangan Laut Jawa akan terlihat di sepanjang jalan.
<>
Tiba di kompleks pemakaman, pengunjung disambut dengan gapura berwarna paduan hijau dan kuning, yang di atasnya terdapat tulisan Asy-syaikh Maulana Ibrahim As-Samarqandi dalam bahasa Arab. Di sebelah kanan dan kiri, juga terdapat tulisan Sabar, Neriman, Ngalah, Loman, Akas, Temen (sabar, menerima, mengalah, dermawan, keras, bersungguh-sungguh).

Ayah Sunan Ampel

Maulana Ibrahim Samarqandi atau yang lebih dikenal dengan sebutan Asmoro Qondi ini merupakan salah satu ulama penyebar Islam pada masa generasi awal. Samarkand adalah daerah di Asia Tengah. Maulana Ibrahim datang diperkirakan pada abad ke 14 M.

Ulama lain yang datang ke Timur pada tahun 1400-an adalah : Syeikh Ahmad Jumadil Kubro (wafat di Mojokerto jawa Timur), Syeikh Muhammad Al Maghribi dari Maroko (wafat di Klaten Jawa Tengah), Syeikh Malik Israil (wafat di Cilegon), Syeikh Hasanuddin dan Aliyuddin (wafat di Banten), Syeikh Subakir dari Persia dan Syeikh Maulana Malik Ibrahim (dimakamkan di Gresik).

Menurut keterangan pada papan silsilah, susunan Sayid Muhahmmad Alaidrus, yang dipajang di dekat makam, tertulis bahwa Ibrahim Asmoro Qondi adalah putra dari Sayyid Jamaludin Al Chusain atau Sayyid Jumadil Kubro (Leluhur Walisongo) bin Ahmad Jalaludin yang nasabnya ke atas sampai ke Nabi Muhammad saw. Dia menjadi penyebar Islam di daerah Tuban dan sekitarnya bersama dengan adiknya, Sayyid Abdullah Asy’ari atau Sunan Bejagung.

Sebelum ke pulau Jawa, Maulana Ibrahim Asmoro Qondi disebutkan pernah bermukim di Champa selama tiga belas tahun. Ia menikahi putri raja yang memberinya dua putra; yaitu Raden Rahmat atau Sunan Ampel dan Sayid Ali Murtadha atau Raden Santri. Kedua anaknya inilah, yang kelak akan mengikuti jejaknya menyebarkan agama Islam di pulau Jawa.

Tak Pernah Sepi Peziarah

Masuk ke dalam lokasi pemakaman, terdapat banyak makam di sana. Sebagian adalah makam keluarga dan sahabat Maulana Ibrahim. “Ada istri dan sahabat tapi kalau melihat nisannya lancip itu sahabat, kalau perempuan nisannya kan lurus,” terang Agus, sang penjaga makam.

Namun, dari banyak makam yang ada di sana, tentu makam Maulana Ibrahim Asmoro Qondi yang paling berbeda. Selain karena bangunan cungkupnya yang besar, juga tak pernah sepi dari peziarah yang kebanyakan duduk di dekat areal makam. Para peziarah yang datang berasal dari berbagai daerah.

“Setiap hari ramai peziarah, tapi biasanya yang paling ramai malam Jumat Wage,” ungkap Agus.

Di dalam kompleks makam Maulana Ibrahim juga terdapat sebuah masjid, yang terletak di sebelah timur makam. Saat kami masuk ke dalamnya, terdapat empat soko besar yang menjadi penopang kuat bangunan masjid. Yang, unik di dalam masjid juga terdapat banyak burung yang terbang dengan bebas.

Menurut Ali Usman, salah satu juru makam yang lain, masjid yang ada di kompleks makam tersebut dibangun sebelum makam. “Karena masjid ini yang mendirikan Maulana Ibrahim, sedangkan makam mulai ada sejak Maulana Ibrahim meninggal,” terang Bapak yang mengaku sudah 20 tahun menjadi juru makam.

Pada kunjungan kami waktu itu, pihak pengelola makam setempat tengah bersiap untuk mengadakan acara peringatan haul Ibrahim Asmoro Qondi, yang setiap tahun diadakan setiap bulan Syawwal. Rangkaian kegiatan diselenggarakan selama hampir dua pekan untuk menyambut acara haul. Sebagai penutup, akan digelar acara dzikir bersama jamaah Al Khidmah Pesantren Al Fithroh Kedinding Surabaya, yang rencananya akan digelar pada awal bulan depan (1/9). (Ajie Najmuddin/Anam)