Pada 1971, Kiai Ali Yafie pertama kali datang ke Jakarta. Orang pertama yang menjemput Kiai Ali Yafie adalah Kiai Abdurrahman Nawi. (Foto: Dok. Pesantren Al-Awwabin)
Ahmad Rifaldi
Kontributor
Persahabatan antar kedua orang shaleh merupakan kisah yang amat penting bagi kita untuk dijadikan ibrah (pelajaran). Karena, persahabatan yang baik dalam Islam itu mengacu pada kecintaan kepada Allah. Kecintaan tersebut dikuatkan dengan saling menasihati dan mengajak kepada jalan kebaikan. Sayyid Abdullah bin Alawi al-Haddad mengatakan:
وأصل الصحبة صدق المحبة وصفاء المودة ومهما كان ذالك في الله ولله فثوابه عظيم
Artinya: Arti persahabatan adalah cinta yang mendalam dan kasih yang murni, selama persahabatan itu semata-mata karena Allah dan di jalan Allah, maka pahalanya sangat besar. (Lihat Sayyid Abdullah bin Alawi al-Haddad, Nashaihud Diniyah, Indonesia, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, halaman 67).
Kisah persahabatan ulama sering bersama-sama kita dengar, baca, dan ketahui sebagai suri teladan yang patut dicontoh dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari bersahabat dekat dengan KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah, meski masing-masing memiliki cara pandang yang berbeda dalam mewujudkan perjuangan Islam.
Dalam lingkup NU, KH Bisri Syansuri dan KH Wahab Chasbullah juga bersahabat dekat, terutama dalam menghadapi tekanan dari kelompok keagamaan yang mengkafirkan kegiatan tahlilan, yasinan, dan lain sebagainya. Dalam lingkup dakwah, Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (Kwitang) bersahabat dengan Habib Ali bin Husin al-Attas (Bungur) dan Habib Salim bin Jindan, mereka digadang-gadang sebagai tiga serangkai mahaguru di Jakarta dan sekitarnya.
Dalam konteks persahabatan antarulama ini, ada kisah yang bagi penulis secara pribadi begitu membekas, yaitu persahabatan antara Anregurutta Haji (AGH) KH Ali Yafie dan KH Abdurrahman Nawi.
Terus terang penulis bukan termasuk daripada murid Kiai Ali Yafie, namun meski begitu penulis merasa dekat dengan beliau. Selain membaca buah pemikiran yang tertuang dalam karya tulisnya, perasaan dekat ini mungkin disebabkan karena persahabatan beliau dengan guru penulis yaitu Kiai Abdurrahman Nawi.
KH Abdurrahman Nawi sendiri merupakan ulama karismatik kelahiran tanah Betawi yang namanya cukup masyhur di Jakarta sebagai kiai yang ahli di bidang ilmu Nahwu. Beliau pendiri Yayasan Pondok Pesantren Al-Awwabin yang pertama kali berdiri sejak tahun 1979 di tempat kelahirannya, Tebet Barat, Jakarta Selatan. Selain berdakwah di tengah masyarakat Jakarta, beliau juga aktif di Nahdlatul Ulama sebagai guru tetap pengajian bulanan di PBNU sejak tahun 1989 serta mengisi jabatan Wakil Rais Syuriyah PWNU DKI Jakarta pada tahun 1992 sampai 1996.
Ada kisah menarik antara dua tokoh tersebut, yakni Kiai Ali Yafie dan Kiai Abdurrahman Nawi. Saat kami mendatangi kediaman Kiai Ali Yafie pada 23 Mei 2022 untuk mewawancarai kedekatan dirinya dengan Kiai Abdurrahman Nawi, beliau sangat senang. Pasalnya, sejak tahun 1971 di mana Kiai Ali Yafie pertama kali datang ke Jakarta setelah bertolak dari tanah kelahirannya di Donggala, Sulawesi Tengah, orang pertama yang menjemputnya adalah Kiai Abdurrahman Nawi.
“Nama KH Abdurrahman Nawi istimewa buat saya. Kenapa? Karena dia lah orang pertama yang menjemput saya di Jakarta pada tahun 1971,” tutur KH Ali Yafie. Ketika itu bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad saw di kediaman KH Idham Chalid, Menteri Kordinator bidang Kesejahteraan Rakyat [Menko Kesra, 1968-1973] yang waktu juga menjabat sebagai Ketua Umum PBNU [1956-1984], di Jalan Mangunsarkoro 52 Menteng.
Kebetulan Kiai Abdurrahman Nawi juga bersahabat dengan Kiai Idham Chalid sehingga penjemputan itu mungkin saja sudah direncanakan sejak awal. “Dia (Kiai Abdurrahman Nawi) kan bersahabat dengan Pak Idham. Jadi Pak Idham yang suruh dia menjemput saya, pertama kali saya datang ke Jakarta,” tukas Kiai Ali Yafie. Setelah tiba di acara Maulid yang biasa diselenggerakan tanggal 1 Rabi’ul Awwal itu, Kiai Ali Yafie dipersilahkan untuk berpidato bersama Kiai Abdullah Syafi’i, pendiri Perguruan Islam As-Syafi’iyah.
Sejak pertemuan itu, kedekatan mereka berdua semakin erat. “Sahabat akrab saya, beliau itu (Kiai Abdurrahman Nawi). Orang pertama bersahabat dengan saya (di Jakarta) beliau. Jalan kemana-mana, kalau ada perayaan saya selalu kebanyakan bersama beliau,” ucap Kiai Ali Yafie.
Tidak hanya pertemuan resmi, keromantisan persahabatan mereka terjalin dengan saling kunjung satu sama lain. Hampir setiap pekan, Kiai Abdurrahman Nawi berkunjung ke rumah Kiai Ali Yafie, baik ketika berada di Rawamangun maupun Bintaro. Perihal kunjungan itu adalah untuk diskusi ilmu, Kiai Abdurrahman Nawi membawa kitab yang berbeda-beda setiap minggunya untuk dipelajari.
“Ya hampir setiap minggu. Waktu di Rawamangun dalam satu minggu dua kali paling sedikit dia datang. Dan selalu bawa kitab, dia kan banyak kitab, jadi kalau mau ke sini ganti kitab lagi,” ungkap Kiai Ali Yafie sambil tersenyum.
Diceritakan bahwa Kiai Abdurrahman Nawi ketika berkunjung selalu membawa hadiah atau makanan, dan ketika sibuk beliau meminta izin dan menyuruh supirnya untuk mengirim oleh-oleh tersebut. “Abuya (Kiai Abdurrahman Nawi) kalau datang ke rumah Kiai Ali Yafie biasanya setiap hari Selasa, dan sering membawa pisang tanduk dan pepaya bangkok,” tutur Ustadz Ahmad Hafiz Kamil, murid Kiai Abdurrahman Nawi.
Diskusi berkutat pada ilmu-ilmu keislaman, seperti fiqih dan sastra. Kiai Abdurrahman Nawi jika menemukan persoalan yang rumit (musykil) dalam kitab, meminta penjelasan Kiai Ali Yafie agar menemukan titik terang. Bahkan, ketika ingin tampil berpidato di momen-momen formal, beliau meminta penilaian Kiai Ali Yafie.
“Abuya kalau ingin khutbah di Istana Negara dan Masjid Istiqlal, sebelum itu selalu baca di depan Kiai Ali Yafie, meski kadang-kadang lewat telepon. Wejangan dari Kiai Ali Yafie, pasti direkam,” sambung Ustadz Kamil.
Di samping itu, Kiai Ali Yafie sendiri juga sering berkunjung ke kediaman Kiai Abdurrahman Nawi. Menghadiri kegiatan taklim yang diasuhnya dan acara milad Pondok Pesantren Al-Awwabin. Setidaknya, Kiai Abdurrahman Nawi memiliki sekitar 20 majelis taklim asuhan di Jakarta dan sekitarnya, dan setiap tahun menjelang Ramadhan diadakan penutupan pengajian sementara atau tawaqquf, sebagaimana tradisi pengajian warga Nahdliyin. Kiai Ali Yafie selalu datang mengikuti kegiatan tersebut dari tahun ke tahun.
“Dia (Kiai Abdurrahman Nawi) kan mempunyai banyak sahabat, banyak (dekat) dengan habib-habib, banyak murid, banyak halaqahnya, oleh karenanya dia bawa sahabatnya, bawa muridnya. Dan dia kalau ke luar kota, biasa saya bersama-sama dengan beliau” ungkap Kiai Ali Yafie.
Begitu juga pada setiap momen Hari Lahir (Harlah) Pesantren Al-Awwabin, Kiai Ali Yafie selalu datang untuk mendampingi prosesi wisuda kelulusan para santri. Kebetulan saya merupakan alumni Al-Awwabin, saya yakin sebagian alumni Al-Awwabin pun merasakan prosesi wisuda yang dipandu oleh Kiai Abdurrahman Nawi bersama Kiai Ali Yafie.
Bahkan, Forum Komunikasi dan Silaturrahmi Alumni Ponpes Al-Awwabin (Fokus Appa) yang tidak lain merupakan organisasi perkumpulan alumni diresmikan oleh Kiai Ali Yafie. “(Fokus Appa) Dilantik pada hari Ahad, 12 Mei 2002 oleh Kiai Ali Yafie, atas permintaan Kiai Abdurrahman Nawi, dan didampingi oleh beberapa pejabat seperti Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, Mayjen Pol (Purn) Hamami Nata, dan Walikota Depok Badrul Kamal,” ungkap Ustadz Didi Yusuf, alumni yang aktif di kepengurusan Fokus Appa.
Melalui persahabatan dua tokoh tersebut, menjadi pelajaran baik yang patut ditiru. Kiai Abdurrahman Nawi memandang Kiai Ali Yafie sebagai gurunya. “Kiai Ali Yafie orangnya tawadhu dan nggak banyak omong, Buya sampai sekarang masih belajar kepada beliau orang yang lebih alim dari Buya,” tutur Kiai Abdurrahman Nawi kepada muridnya. Sedangkan Kiai Ali Yafie memandang Kiai Abdurrahman Nawi sebagai sahabat dekat. “Dia termasuk sahabat dekat saya, sahabat akrab saya. Dan saya biasa bersama beliau, banyak acara-acara besar bersama,” tukas Kiai Ali Yafie kepada kami.
Inilah yang disabdakan Rasulullah saw dalam sebuah Hadis Qudsi,
قال الله تعالى وجبت محبّتي للمتحابَّيْنِ فِيَ والمتجالسَيْنِ فِيَ والمتزاورَيْنِ فِيَ والمتباذلَيْنِ فِيَ
Artinya: Allah telah berfirman, pasti mendapat kecintaan-Ku bagi dua orang yang saling mencintai karena-Ku dan saling bermajlis karena-Ku, dan saling mengunjungi karena-Ku, dan saling berderma karena-Ku. (HR Malik dan Ahmad)
Kini, kedua tokoh tersebut telah pulang ke rahmatullah. Kiai Abdurrahman Nawi wafat pada Senin, 18 November 2021, dan Kiai Ali Yafie wafat pada Sabtu, 25 Februari 2023. Kisah persahabatan mereka dilandasi gerakan spiritual dan akhlak yang luhur, sesuai kebiasaan para salafus shalih yang secara sanad tersambung kepada akhlak Nabi Muhammad saw. Hal demikian itu menjadi ibrah yang berharga buat kita, khususnya murid-murid mereka, untuk saling cinta dan menjaga kesucian cinta itu di jalan Allah swt.
Penulis: Ahmad Rifaldi
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua