Surabaya, NU Online
Sampah hingga saat ini menjadi polemik di tengah masyarakat, terlebih sampah plastik. Spektra Uniliver mempunyai komitmen membangun bank sampah di beberapa pondok pesantren di Jawa Timur. Hal itu ditunjukkan dengan mengadakan Pelatihan Pesantren Maslahat yang digelar di kantor Spektra Unilever, jalan Kutisari IV No 36 Surabaya.
“Empat pondok pesantren di Sidoarjo dan Surabaya, hari ini mengikuti Training of Trainer atau ToT,” kata H Roni Sya’roni, Selasa (15/10).
Keempat pesantren itu adalah Pesantren Al-Amanah Sidoarjo, Amanatul Ummah Surabaya, Bumi Shalawat Sidoarjo, dan Mambaul Hikam Sidoarjo.
Direktur Spektra Uniliver Surabaya tersebut mengatakan tiga pekan yang lalu enam pesantren telah mengikuti ToT dengan program yang sama, yaitu pesantren maslahat.
“Program ini mempunyai tiga konten di antaranya adalah pemberdayaan dan pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat atau PHBS, pengelolaan sampah dan revitalisasi toko pesantren,” terang Roni.
Tidak hanya digelar ToT, pria kelahiran Lamongan, Jawa Timur ini mengatakan program akan terus dikawal dan didampingi dengan membantu duta santri. Mereka sebagai agen perubahan yang terus mengampayekan gerakan pesantren sehat dan bersih. Tujuannya tentu melahirkan budaya baru di kalangan santri.
“Problem kita bersama di kalangan pesantren atau secara umum adalah soal sampah. Sampah ini harus dikelola dengan baik agar benar-benar bisa menjadi jalan keluar hidup sehat dan bersih,” urainya.
Roni Sya’roni juga mengutip hasil keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama di Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2019 di Banjar Jawa Barat, bahwa warga NU diminta mengurangi konsumsi sampah plastik.
“Sampah plastik memerlukan waktu 50 hingga 100 tahun agar bisa terurai,” terangnya.
Solusi untuk mengatasi itu adalah bank sampah. “Ke depan, pesantren harus memiliki bank sampah,” tegasnya.
Dengan bank sampah, pesantren bisa mengelola dan mengatur sampah secara khusus dan umum. Misalnya sampah khusus anorganik sejak dari sumbernya, lalu dikelola secara kolektif dan sistematis hingga manfaatnya kembali pada sumbernya.
Pertama yang harus dilakukan adalah memilah sampah yang organik dan non organik, setelah itu ada administrasi atau pencatatan, tentu ada pengelola atau pengurus bank sampah, membentuk nasabah, penjual dan terakhir adalah pemanfaatan bank sampah.
“Untuk nasabah bisa sampah bisa ditukar dengan rupiah,” tutur pria yang pernah menjadi Sekretaris Pengurus Wilayah (PW) Lermbaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Jawa Timur itu.
Dengan bank sampah tentu banyak mendapatkan manfaat di antaranya adalah memberikan edukasi kepada santri pentingnya menjaga kebersihan dan membuang sampah di tempatnya. Lingkungan juga akan terjaga dan bank sampah juga menghasilkan rupiah.
“Kalau ini berhasil diterapkan di pesantren, insyaallah pesantren akan berkembang dan maju,” tutupnya.
Pewarta: Rof Maulana
Editor: Ibnu Nawawi