Daerah

Pesantren di Banyuwangi Tagih Dinas Pendidikan

Kamis, 2 Juli 2009 | 11:28 WIB

Banyuwangi, NU Online
Ada nuansa berbeda pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) bagi SMA-SMK negeri di Banyuwangi yang dimulai serentak hari ini. Forum Pondok Pesantren Pendiri Sekolah Negeri (FP3SN) mendatangi kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Dispendikpora) setempat. Mereka mengadakan pertemuan dengan pihak Dispendikpora untuk membicarakan PPDB yang dimulai hari ini dan dirasa kurang menguntungkan pondok-pondok pesantren pendiri sekolah negeri tersebut.

“Pertemuan ini sebenarnya sudah lama sekali kita nantikan karena memang pernah dijanjikan pihak Dispendik, namun tampaknya Pak Sulihtiyono (Kadispendik) belum berani bertemu dengan pihak pondok pesantren. Setelah terus didesak, terjadilah pertemuan hari ini,” kata Muhyidin, salah satu Anggota FP3SN yang juga hadir dalam pertemuan tersebut.<>

Pertemuan yang direncanakan dimulai pukul 8 pagi itu molor hingga satu jam lebih karena Sulihtiyono mendadak dipanggil Bupati Ratna Ani Lestari. Akhirnya pertemuan dilangsungkan Tanpa kehadiran Sulih.

Selain Muhyidin yang mewakili Pesantren Mamba’ul Huda Krasak Tegalsari, Pendiri SMKN Tegalsari, tampak hadir dalam pertemuan itu di antaranya Ketua FP3SN KH Toha Muntaha (Pengasuh Pesantren Minhajut Thulab Krikilan/SMAN Glenmore), K Wahidin (PP/SMK N Darul Ulum Mbrasan), KH Fauzi (PP/SMAN Darussholah Singojuruh), KH Fauzan (PP/SMK N Ihya’ Ulumiddin Singojuruh). Pihak Dispendik juga menghadirkan kepala sekolah masing-masing.

Pertemuan sempat memanas ketika Kepala SMAN Darussholah menyebutkan pola hubungan yang terbangun antara sekolah-sekolah negeri yang berada di lingkungan pondok pesantren. “Maaf, Pak, bukan sekolah negeri yang berada di lingkungan pondok pesantren, tapi sekolah negeri yang didirikan pesantren,” kata KH Muntaha menginterupsi.

Menurut KH Muntaha, hal itu penting agar sekolah negeri yang didirikan pesantren tidak kehilangan nilai historisnya. “Pondok pesantren mendirikan sekolah negeri bukan tanpa maksud apa-apa, namun agar terjadi hubungan yang seimbang dan harmonis antara pondok, Dinas Pendidikan dan sekolah negeri,” imbuhnya.

Sementara Muhyidin mengusulkan untuk memasukkan klausul yang menyiratkan bahwa siswa yang berangkat dari pesatren harus menandatangani pernyataan bahwa jika siswa tersebut keluar dari pesantren tanpa alasan yang bisa diterima, maka dia juga harus keluar dari sekolah negeri.

“Ini dilakukan karena pengalaman empat tahun terakhir, banyak siswa yang hanya menjadikan pesantren sebagai batu loncatan. Pertama, mereka minta rekomendasi dari kiai, namun setelah diterima di sekolah negeri, mereka keluar dari pondok,” imbuh Ketua Yayasan Pondok Pesantren Mamba’ul Huda ini.

Setelah diadakan diskusi yang cukup alot, akhirnya disepakati ada kriteria khusus bagi PPDB di sekolah negeri yang didirikan pesantren. Dispendik sepakat untuk menandatangani Petunjuk Pelaksanaan PPDB SMK-SMA negeri yang berisi dua hal. Pertama, sekolah memberikan poin tambahan bagi pendaftar sekolah negeri yang tinggal di pesantren, dan kedua siswa menandatangani pernyataan jika mereka keluar dari pesantren sebelum lulus sekolah, maka mereka juga keluar dari sekolah tersebut. (dpe)