Petani Tambak Pantura Menjerit: Banjir Rob Bikin Gagal Panen, Mata Pencarian Hilang, hingga Rumah dan Lingkungan Rusak
NU Online · Kamis, 13 November 2025 | 12:45 WIB
Banyak tambak di Desa Randusanga Kulon, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, tergenang banjir rob dan berubah menjadi lautan. (Foto: dok. istimewa/Pikri Parikhin)
Ahmad Solkan
Kontributor
Jakarta, NU Online
Banjir rob yang merendam pesisir Pantai Utara (Pantura) Jawa membuat para petani kehilangan mata pencariannya. Salah satunya, Pikri Parikhin, warga Dusun Sigempol, Desa Randusanga Kulon, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah, yang mengalami kerugian ratusan juta rupiah, bahkan kehilangan mata pencarian utama sebagai petani tambak akibat banjir rob.
"Kalau hitungan rugi kita sampai ratusan juta karena tambak tidak bisa dikelola dan harga jual pun nol persen peminat. (Tambak) masih dari tahun 2020 sampai sekarang tidak bisa diapa-apakan," ujarnya kepada NU Online pada Rabu (12/11/2025).
Ia menambahkan, banjir rob tersebut membuatnya kehilangan modal karena ikan dan udang yang dibudidayakannya hilang terbawa arus banjir rob. Banjir tersebut juga menyebabkan tanggul galengan tambak menjadi rusak, tanaman-tanaman mati, air masuk menggenangi pedesaan dan menyebabkan banyak rumah menjadi rusak.
"Dampak banjir rob pada tambak kami itu sangat memengaruhi dalam kerusakan fisik pada struktur tambak seperti tanggul yang jebol. Kegagalan panen karena ikan atau udang hanyut terbawa air rob serta kita juga kehilangan modal dan penghasilan finansial," ungkapnya.
Sedangkan dampak nonmateri dari banjir rob tersebut membuat air tanah menjadi tercemar dan memicu penyakit-penyakit penyerta seperti diare, penyakit kulit, dan lain sebagainya.
Lingkungan dan Tempat Tinggal Rusak
Pria yang menjabat sebagai Sekretaris Pengurus Ranting (PR) Nahdlatul Ulama (NU) Sigempol ini mengungkapkan, selain mengakibatkan hilangnya mata pencarian, banjir rob juga menyebabkan kerusakan lingkungan dan membuat para petani mengeluarkan biaya yang mahal untuk memperbaiki tambak dan rumah.
"Kita kehilangan mata pencaharian serta banyak pengeluaran akibat kerusakan lingkungan. Kerusakan tambak yang harus kita keluarkan untuk membetulkan tambak yang terdampak tadi dan harus membetulkan rumah juga karena air rob masuk ke pemukiman," terang Pikri.
Beruntung, meskipun ia kehilangan mata pencaharian utamanya sebagai petani tambak, ia masih bisa menggantungkan penghasilannya dari menjabat sebagai kepala dusun.
Ia menyatakan bahwa saat ini sekitar 8.500 hektar tambak, termasuk 1,5 hektar miliknya pribadi terdampak banjir rob dan tidak bisa diberdayakan sama sekali.
"Hilang tak tersisa hanya tanaman mangrove saja yang jadi penanda bahwa itu tambak saya. Namun, tidak bisa digunakan karena sudah tidak ada tanggulnya," jelasnya.
Pikri merasa sedih karena dulu desanya merupakan daerah penghasil udang windu dan bandeng unggulan. Namun kini hanya tinggal cerita. "Perasaan kami sangat sedih karena dulu di desa kami sebagai penghasil udang windu (dan) ikan bandeng paling bagus tapi sekarang sudah tidak bisa karena abrasi tersebut," tuturnya.
Ia berharap pemerintah segera melakukan upaya untuk mengatasi banjir rob di pesisir Pantura Jawa khususnya di wilayahnya. Ia juga mendukung langkah pemerintah dalam membangun tanggul laut di pesisir Pantura Jawa.
"Harapan kami kepada pemerintah untuk segera menanggulangi air rob tersebut karena akibat air rob tersebut sangat memengaruhi kehidupan masyarakat di desa kami. Permintaan dari masyarakat untuk segera direalisasikan untuk pembangunan tanggul laut di pantai utara Jawa," harapnya.
Tambak Terkena Rob, Tak Bisa Diolah
Sementara itu, Tarmudi seorang warga yang berasal dari desa yang sama juga mengalami nasib serupa dengan Pikri. Dulu, ia merupakan petambak ikan bandeng. Setiap tiga bulan sekali, ia dapat memanen tambak bandengnya.
Dari sanalah ia memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya. Kini, tambak tersebut tergenang banjir rob dan ia kehilangan mata pencarian.
"Kerugian materinya adalah sudah tidak bisa menghasilkan panen ikan bandeng lagi. Yang jelas (sekarang) penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga tidak sama sekali," ujarnya.
"(Kerugian) nonmaterinya adalah sudah tidak bisa beraktivitas seperti yang dulu lagi seperti mengurusi tambak," lanjutnya.
Ia menambahkan, kondisi tambaknya kini lebih mirip lautan yang dikelilingi hutan bakau karena air telah menggenangi tambaknya bahkan sekat galengannya pun tak terlihat. Saat ini, antara tambak satu dan yang lain telah menjadi satu.
"Kondisi tambakku sekarang sudah tidak kelihatan. Tambak malah cenderung kelihatan (seperti) lautan," keluhnya.
Saat ini, ia pun beralih profesi menjadi pedagang ayam potong keliling. Menurutnya, perputaran penghasilan menjadi pedagang ayam potong lebih cepat dibandingkan menjadi petani tambak.
Di sisi lain, Tarmudi merasa sedih karena tambaknya berubah menjadi lautan. Ia berharap pemerintah segera bertindak dalam menuntaskan banjir rob tersebut.
"Harapan kami para petani tambak pada pemerintah ada penyodetan kali yang sudah mati di hulu Kali Pemali sekitar daerah makam santri atau di daerah kali yang lama mati. Sehingga air Kali Pemali bisa membawa Ladon (tanah yang dibawa oleh air keruh) sehingga bisa jadi tanggul secara alami," harapnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU Hadir Silaturahim di Tebuireng
6
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
Terkini
Lihat Semua