Daerah

Rakyat Kecil Menjerit karena Ekonomi Sulit, Pemerintah Malah Sibuk dengan Urusannya Sendiri

Ahad, 25 Agustus 2024 | 10:03 WIB

Rakyat Kecil Menjerit karena Ekonomi Sulit, Pemerintah Malah Sibuk dengan Urusannya Sendiri

Jamin, seorang pedagang jagung manis keliling yang merupakan warga Desa Tondokerto Jakenan, Pati. (Foto: NU Online/Solkan)

Pati, NU Online

Sejumlah rakyat kecil di Pati, Jawa Tengah, menjerit karena ekonomi mereka sulit untuk menghidupi keluarga sehari-hari. Mereka berharap ada afirmasi dari pemerintah, memberikan bantuan kepada rakyat kecil.


NU Online berhasil menemui seorang pedagang jagung manis keliling, Jamin namanya. Ia merupakan warga Desa Tondokerto Jakenan, Pati.


Jamin merasa gelisah karena pemerintah saat ini masih sibuk dengan urusannya sendiri sehingga lupa dengan kewajibannya memberikan perhatian kesejahteraan dan keadilan sosial rakyatnya.


“Supaya yang susah (rakyat-rakyat) kecil dipikirkan, yang susah-susah supaya merasa tidak kesusahan,” ujar Jamin kepada NU Online, pada Kamis (22/8/2024).


Jamin berharap, pemerintah lebih memerhatikan rakyat kecil yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dan hidup. Ia berharap pemerintah mampu membuat kebijakan yang pro terhadap rakyat kecil.


“(Kami) minta bantuan ya (mohon) dibantu, walaupun (nominalnya) kecil (tapi bisa) untuk modal (usaha),” ucapnya.


Ia mengaku banyak regulasi dan kebijakan pemerintah yang seringkali menomorduakan rakyat, meskipun saat ini menurutnya ada banyak kebijakan pemerintah yang dirasakan langsung oleh rakyat di bawah.


“Soalnya pembangunan di desa-desa saat ini berkembang pesat,” jelasnya.


Jamin juga menaruh harapan yang besar kepada calon-calon pemimpin daerah, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi, yang akan berkontestasi dalam Pemilihan Kepala Daerah (Plkada) pada November 2024 mendatang, agar berpihak kepada rakyat kecil.


“Pemimpin-pemimpin (tersebut) agar memikirkan rakyat kecil, supaya gemah ripah. Rakyat kecil mendoakan yang jadi bupati supaya gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja (negara luas banyak rakyatnya yang makmur, aman, tertib serta berkecukupan),” harapnya.


Keseharian Jamin berjualan jagung manis dan kacang godok, dimulai dari pukul 06.00 hingga 12.00 WIB. Ia menjajalan dagangannya dengan berkeliling ke desa-desa.


Setelah itu, Jamin mangkal di depan Masjid Baitul Haq Dukuh Gangmalang, Sembaturagung, Jakenan, Pati. Lalu pada pukul 17.00 WIB, ia pulang ke rumah.


Jamin mengaku mengalami masalah perekonomian dan penghasilannya kadang kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karena itu, selain berjualan jagung manis dan kacang, ia juga berupaya mencukupi kebutuhan hidup dari hasil sawahnya yang hanya sepetak.


Keluhan petani

Selain Jamin, NU Online juga berhasil menemui Wahyu Eko Prasetyo yang berprofesi sebagai petani sekaligus pekerjaan kerajinan baut atau perlengkapan mebel di Juwana, Pati.


Menurut Eko, pemerintah hingga kini belum bisa mengatasi kesenjangan ekonomi antara desa dan kota. Ia menilai banyak kebijakan pemerintah lebih berpihak pada masyarakat kota dibanding masyarakat desa.


“Kalau yang demo orang-orang kota minta harga diturunkan langsung dikabulkan. Kalau yang demo orang desa, obat (padi) naik, (harga) padi waktu panen turun, itu disepelekan. Kalau orang kota beras naik, cabai naik, bawang merah (naik), telur (naik) langsung diturunkan. Pemerintah tidak tahu sengsaranya petani dan peternak,” ujarnya.


Ia berharap, pemerintah dapat memberikan perhatian yang lebih kepada rakyat kecil yang tinggal di perdesaan. Eko menyatakan, saat ini banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap rakyat dan justru sebaliknya.


“Kalau bisa harga beras distabilkan, harga-harga pupuk dimurahkan, obat-obatan jangan terlalu mahal. BBM juga kemahalan, soalnya BBM naik belum tentu gaji naik,” keluhnya.


Sebagai pekerja di sebuah industri rumahan yang memproduksi perlengkapan untuk mebel, Eko merasa khawatir terhadap keberlangsungan kariernya.


Sebab permintaan pasar saat ini sedang sepi, sedangkan kebutuhan hidup jalan terus. Menurutnya, beberapa rekan kerjanya harus berhenti bekerja selama berbulan-bulan karena permintaan pasar sedang sepi.


“Ya susah (sebagai pekerja) kalau sepi begini, inginnya kerja lancar itu saja,” keluhnya.


Eko mengingatkan bahwa pada November 2024 akan diselenggarakan Pilkada. Ia meminta para calon kepala dan wakil kepala daerah agar amanah dan jauh dari korupsi saat terpilih nanti.


“Ya yang bagus (jadi kepala daerah), terutama lapangan pekerjaan melimpah. Terutama (karena) akan banyak angkatan kerja dari anak-anak yang lulus sekolah,” tuturnya.


Keluhan ibu-ibu

Tutik, seorang ibu rumah tangga dari Desa Dukuhmulyo, Jakenan, Pati menyoroti akhlak dan moral para pemangku kekuasaan di negeri ini, apalagi saat diuji dengan uang. Menurutnya, uang bisa mengubah karakter seseorang apalagi kalau cara memperolehnya tidak melalui kerja keras.


“Karena sebenarnya yang kerja di pemerintahan itu (banyak) mental miskin, makanya dikasih kerja enak masih kurang enak. Karena mereka memandang segalanya dari sisi harta,” tukasnya.


Sutarsi, penjual makanan dan jajanan tradisional, merasa skeptis dengan pemerintah. Menurutnya, pemerintah belum hadir dan membuat kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil.


“(Pemerintah) terbiasa sewenang-wenang. Sibuk dengan urusannya sendiri. Rakyat kecil tidak dipikirkan. Sudah tidak aku pikir, butuhku kerja ya kerja,” ucapnya dengan resah.