Jombang, NU Online
Ketua Jamiyah Ruqyah Aswaja (JRA) Jombang, Jawa Timur Ahmad Marzuqi Abda'u, Rabu (4/9) mengatakan, JRA lahir karena dibutuhkan kehadirannya oleh masyarakat sebagai pengobatan non medis.
"Kelahirannya JRA karena kebutuhan dan tututan masyarakat pengobatan melalui non medis," jelasnya.
JRA lahir di Pesantren Sunan Kalijaga tepatnya di Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur pada tanggal 15 Januari 2013 lalu. Pendirinya adalah kader muda Nahdlatul Ulama (NU), Alauddin Shidiqy. Pemuda ini adalah Ketua PKPNU PCNU Jombang angkatan pertama dan akrab disapa Gus Amak.
Saat itu beberapa nama muncul sebelum akhirnya disepakati nama JRA. Nama tersebut di antaranya Jam'iyah Ruqyah Syar'iyah an-Nahdliyah, tak lama berselang berganti nama menjadi Jam'iyah Ruqyah Sunan Kalijaga.
"JRA pada awalnya bernama Jam'iyah Ruqyah Syar'iyah an-Nahdliyah, kemudian berganti menjadi Jam'iyah Ruqyah Sunan Kalijaga atau JRS karena lahir di Pesantren Sunan Kalijaga sebagai unit Sosial Thibb An-Nabawi di pesantren tersebut," katanya.
Meski terbilang belum lama didirikan, menurutnya pesan masyarakat cukup positif. Dalam perjalanannya, tak sedikit dari mereka yang ikut andil dalam peran JRA serta membesarkannya. Bahkan organisasi ini sudah dikenal di berbagi sudut Kota Jombang.
Salah satu fungsi dari adanya JRA ini adalah untuk memberikan pelayanan pengobatan non medis kepada masyarakat. Namun demikian sesungguhnya tak hanya berhenti pada aspek pelayanan, lebih dari sekedar 'dokter', masyarakat juga diajarkan bagaimana cara mengobati berbagai penyakit yang menyerang manusia ala JRA.
"Karena minat masyarakat, khususnya luar pesantren yang memiliki keinginan menjadi praktisi semakin banyak, sehingga diadakanlah ijazahan atau pelatihan di luar Kabupaten Jombang," terang pria yang kerab disapa Gus Zuda ini.
Pria usia 30 tahun ini menceritakan perkembangan JRA untuk pertama kalinya. Setelah di Jombang berjalan cukup baik, kemudian merambah ke Kabupaten Madiun pada tanggal 31 Juli 2016 lalu. Pada saat itu nama Jam'iyahnya pun harus berganti menjadi Ruqyah Aswaja Jatim (RAJ).
Seiring berjalannya waktu para peminat untuk menjadi praktisi ruqyah mulai meledak, pada tahun 2017, Gus Amak bermodalkan tekad dan ilmu keorganisasian yang didapat dari PCNU Jombang membentuk pengurus pusat. Pengurusnya terdiri dari alumni pelatihan RAJ yang saat itu berjumlah lima cabang atau kabupaten dan kota di Jawa Timur, yaitu Jombang, Madiun, Pasuruan, Malang dan Nganjuk.
Diakuinya, peminat praktisi ruqyah kian membludak, ini di luar dugaannya. Kondisi ini memaksa pengurus pusat memutuskan mengganti nama RAJ menjadi JRA, dan sudah berbadan hukum resmi Kemenhunkam. SK Kemenhunkam RI No. AHU-0013492.AH.01.04.Tahun 2017. Di karenakan Resmi bernama JRA semenjak tahun 2017 maka miladnya pun dihitung mulai tahun 2017.
Perkembangan JRA dari tahun ke tahun semakin pesat. Tercatat ada sekitar 35 Pengurus Anak Cabang (PAC), 68 Pengurus Cabang (PC), satu Pengurus Cabang Istimewa (Turki), delapan Pengurus Wilayah (PW) dan 20 anggota Pengurus Pusat.
"Total keseluruhan anggota JRA hingga bulan Agustus 2018 lalu sekitar 3.750an anggota, yang sudah mendapatkan Kartu Tanda Anggota Jam'iyah Ruqyah Aswaja (Karta JRA) sekitar 1.500 anggota dan memungkinkan terus berkembang untuk kemaslahatan umat dan pengabdian terhadap bangsa dan negara," ungkapnya.
Perlu diketahui bahwa moto JRA adalah Al-Qur'an sebagai obat pertama dan utama bagi makhluk (manusia/hewan/jin) yang sakit, kemudian visinya adalah terlaksananya dakwah Al-Qur'an bir-ruqyah yang rahmatan lil Alamin.
Kontributor: Syamsul Arifin
Editor: Muiz