Daerah

Santri Darussalam Buntet Dapat Ijazah Kitab yang Tersambung kepada Pengarangnya

Kamis, 30 Mei 2019 | 08:00 WIB

Cirebon, NU Online
Keilmuan di dunia pesantren dianggap kuat dan kokoh karena adanya tradisi ijazah sanad kitab yang mampu menjaga nilai-nilai ajaran Islam dari kepalsuan sehingga para santrinya dapat terhindar dari ajaran yang mengandung unsur kebohongan atau hoaks dalam agama. Hal ini sesuai dengan pernyataan para ulama dan tabi`in yang menjelaskan keutamaan sanad.

"Para ulama, para tabi`in semuanya sepakat tentang pentingnya sanad atau isnad, contohnya ulama tabi'in, Muhammad bin Sirin rahimahullah yang menyatakan bahwa ilmu ini adalah agama, karena itu perhatikanlah dari siapa kalian mengambil agama kalian," ungkap Pengasuh Pesantren Darussalam Buntet Cirebon KH Ahmad Rivqi Chowas di kediamannya, Rabu (29/5).

Selain itu, lanjutnya, ulama tabi`in lainnya yaitu Abdullah bin Mubarak mengingatkan tentang pentingnya sanad dengan mengatakan bahwa sanad itu bagian dari agama, jika bukan karena isnad, pasti siapapun bisa berkata apa saja yang sesuai dengan kehendaknya sendiri.

"Para santri biasanya dapat ijazah sanad kitab ketika mereka ngajinya khatam, apalagi di bulan Ramadhan seperti ini para santri biasanya 'panen' ijazah sanad kitab usai khatam ngaji pasaran," tambah kiai yang akrab disapa Kang Entus itu.

Dicontohkannya, Ramadhan tahun 1440 H ini, santri Pesantren Darussalam Buntet mendapatkan beberapa ijazah sanad kitab yang sambung menyambung sampai pada penulisnya.

Adapun kitab-kitab tersebut adalah Burdah Al-Bushiry, Assyamail Al-Muhamadiyyah karya Imam Attirmidzi, Al-Minah Assaniyah, Kifayatul Awam, Addurrunnafis dan Majmu Arba' Rosail. Kitab-kitab tersebut khatam dikaji dalam pengajian pasaran yang digelar selama 2 pekan selama bulan Ramadhan.

Lebih jauh, Kang Entus menelisik 2 kitab yang dianggapnya unik dan menarik yaitu kitab Burdah dan Addurrunnafis yang masih ada kaitannya dengan sanad. Untuk kitab Burdah, dalam catatan sanad kitab Burdah itu terdapat seorang ulama besar ahli hadits, yaitu Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqallani. 

Hal ini dapat disimpulkan bahwa bahwa kitab Burdah itu diamalkan, dikaji dan dipelajari bahkan disukai oleh para ulama ahli hadits sehingga tidak mungkin mengandung unsur kesesatan di dalamnya.

"Kedua adalah kitab Addurrunnafis atau disebut Mandzhumah ibnil Imad atau dikenal dengan nama Ma'fuwat, isi kitabnya tentang ratusan bait-bait syair yang membahas tentang najis yang dimaaf, menariknya karena ini adalah nadzaman wajib santri Buntet, tapi sekarang mulai hampir punah," tutupnya. (Aiz Luthi Karim/Abdullah Alawi)