Daerah

Sikapi Perubahan, Pelajar NU Banyutengah Adakan Kajian Bumi Bateg

Senin, 4 Juli 2016 | 12:36 WIB

Gresik, NU Online
Banyutengah merupakan sebuah desa di Kabupaten Gresik yang sedang mengalami proses perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri. Bila dulu mayoritas masyarakat Banyutengah bekerja sebagai petani, maka hari ini sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai buruh pabrik seiring berdirinya banyak pabrik di Banyutengah dan sekitarnya.

Hal itulah yang melatarbelakangi diadakannya Kajian Bumi Bateg IPNU Banyutengah. Mengambil tema Fiqih Puasa bagi Pekerja Berat, kajian tersebut diadakan perdana di Masjid Baituzzahid Banyutengah, Gresik, pada Sabtu (2/7). Tema tersebut sengaja diambil sebagai sikap IPNU terhadap perubahan masyarakat yang terjadi.

“Masyarakat kita sudah berubah, namun (di Banyutengah) tidak pernah diadakan pembahasan khusus fiqih puasa bagi pekerja berat,” ujar Abdillahinnuha, Ketua Ranting IPNU Banyutengah.

Diundang sebagai narasumber, yakni Ustadz Khoirul Huda dari Pondok Pesantren Sidogiri yang setiap tahun mengampu pengajian kitab kuning bulan Ramadhan di Masjid Roudlotul Muttaqin, Banyutengah.

Ia menuturkan bahwa Islam diturunkan tidaklah untuk menyusahkan umat manusia. Sebaliknya, Islam diturunkan untuk menjadi maslahat bagi kehidupan manusia. 

Terkait hal itu, ia pun merujuk ke Syekh Said Muhammad Ba’asyin dalam Busyrol Karim. Disampaikannya, bahwa ketika memasuki bulan Ramadhan, pekerja berat seperti buruh tani atau pekerja berat lainnya, wajib memasang niat puasa di malam hari. Bila kemudian di siang hari menemukan kesulitan dalam puasanya, ia boleh berbuka. Namun bila ia merasa kuat, maka ia boleh tidak membatalkannya.

“Artinya, Islam mengakomodir pelbagai kondisi manusia dalam hal berpuasa dan beribadah lain. Ada yang bekerja berat, ada yang sakit, dalam perjalanan, pun tua renta,” tambahnya.

Ia pun sempat menyinggung keterangan Kiai Nawawi Banten dalam karyanya Nihayatuz Zain fi Irsyadin Mubtadi’in. Menurut Kiai Nawawi, status hukum buruh kasar atau pekerja berat sama halnya dengan penderita sakit yang dijelaskannya dalam karyanya tersebut.

Namun ia mewanti-wanti agar apa yang disampaikannya tersebut tidak disalahartikan oleh masyarakat. Maksudnya, bahwa dibolehkannya secara syariah membatalkan puasa tersebut tidak berarti menjadi alasan bagi pekerja untuk sengaja tidak berpuasa.

“Saya berharap pengajian ini tidak disalahartikan,” tegasnya.

Ia berharap kajian ini menjadi pengetahuan dan pengertian yang baik bagi masyarakat, terutama di tengah masyarakat industri yang sebagian besar penduduknya merupakan pekerja berat.

Rencananya, Kajian Bumi Bateg akan diadakan setiap bulan dengan mengambil tema tertentu untuk menyikapi persoalan yang terjadi di masyarakat, terutama persoalan masyarakat lokal. Nama Bumi Bateg sendiri diambil dari nama Badan Usaha Milik IPNU Banyutengah (Bumi Bateg) yang pada bulan ini genap berusia 4 tahun.

“Di usianya ke-4, Bumi Bateg ingin memberi arti lebih ke NU dan masyarakat dengan mengadakan kajian strategis tentang persoalan-persoalan masyarakat. Hal itu seiring perubahan masyarakat ke arah industrialisasi yang harus dibarengi dengan pembangunan sumberdaya masyarakat,” ujar Saifudin, ketua Bumi Bateg. (Ahmad Faiz/Mukafi Niam)