Muhammad Faizin
Kontributor
Pringsewu, NU Online
Optimisme dengan terus berdoa dan berikhtiar untuk kesembuhan menjadi kunci penting saat proses penyembuhan dari penyakit. Termasuk saat seseorang terpapar Covid-19 yang saat ini masih mewabah di berbagai penjuru dunia. Sesuai ketentuan medis, orang yang terserang Covid-19 harus menjalani penyembuhan dengan cara isolasi dengan tidak melakukan kontak langsung dengan orang lain. Lalu, apa yang harus dilakukan saat seseorang melakukan isolasi mandiri?.
Pada Selasa (29/6), NU Online berkesempatan melihat kondisi Bupati Kabupaten Pringsewu, Lampung, KH Sujadi yang sedang melakukan isolasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pringsewu. Dalam kesempatan tersebut, Abah Sujadi, panggilan karibnya, mengisahkan awal mula yang dirasakannya saat terpapar Covid. Ia memberikan tips saat isolasi di rumah sakit maupun isolasi mandiri di rumah atau di tempat lain.
“Awalnya seperti masuk angin biasa. Habis itu dikeroki terus biasa. Terus malamnya dipijeti,” katanya mengawali perbincangan dengan NU Online di Ruang Gedung Kelas Utama RSUD Pringsewu.
Setelah itu dokter menyarankan untuk dilakukan swab test dan hasilnya positif sehingga dilakukan isolasi di RSUD. Ia merasakan bahwa selama isolasi mandiri di rumah sakit, kondisi penciuman dan rasa di lidahnya tidak hilang saat makan dan minum. Termasuk pernafasan juga tidak begitu ada kendala sehingga ia pun tidak menggunakan oksigen selama isolasi. Terkadang ia juga batuk dan ceku’en (seperti tersedak). Namun ini menurutnya memang terkadang ia alami saat dalam kondisi sehat.
Ia pun memberikan tips saat isolasi dengan tetap melakukan aktivitas seperti biasa seperti olah raga ringan. Jalan dan berjemur di sekitar kamar di bawah sinar matahari pada pagi hari selalu ia lakukan. “Setelah saya melihat dari orang yang gejala, yang meninggal dunia, melihat proses pemakaman, sampai saya merasakan sendiri, yang paling pokok menurut saya adalah tetep optimisme,” tegasnya.
Tips yang juga penting untuk diperhatikan adalah dukungan keluarga. Kebetulan beberapa anggota keluarga dan para santri yang diasuhnya juga terkonfirmasi positif Covid-19. Sehingga selama isolasi, mereka saling memberi dukungan moril untuk kesembuhan bersama.
Selain itu, ia memberi tips agar para pasien Covid-19 juga memberi kepercayaan penuh kepada para dokter dan tenaga medis yang merawatnya. “Apa katanya (dokter) kita ikuti. Walau sudah kepingin pulang, kalau dokter belum mengizinkan, maka jangan pulang dulu,” kata Abah Sujadi yang merupakan Pengasuh Pesantren Nurul Ummah Pagelaran ini.
Abah Sujadi pun mengingatkan kepada seluruh masyarakat agar tidak terprovokasi oleh berbagai berita yang mengatakan bahwa Corona tidak ada. Covid-19 ini menurutnya adalah nyata adanya dan merupakan makhluk Allah SWT yang datang ke dunia untuk menguji mental dan spiritual manusia.
Ketika beberapa orang ada yang menyebut dengan bahasa ‘dicoronakan’, menurutnya memang mungkin terjadi. Karena berdasarkan pengalaman, terdapat kondisi kesehatan seseorang yang terkena Covid-19 seakan tidak ada masalah. “Tensi darah sekitar 125, suhu badan 35-36 derajat celcius, tapi ketika ditest swab, di rontgen ada virusnya,” ungkapnya.
Terkait untuk memilih antara isolasi di rumah sakit dan isolasi mandiri, Abah Sujadi sebenarnya memilih untuk isolasi di rumah. Dengan catatan orang tersebut tidak memiliki Komorbid (penyakit bawaan) yang membahayakan serta ada orang yang setiap saat siap merawatnya.
“Kalau di rumah, dari sisi kejiwaan memang lebih senang. Karena bagi orang yang tidak senang suasana rumah sakit, belum-belum sudah down duluan,” ungkapnya.
Para Kiai dan Tokoh Harus Jadi Contoh
Pada kesempatan tersebut, Abah Sujadi juga mengingatkan kepada para aparat dan tokoh terutama para kiai untuk dapat menjadi contoh baik bagi masyarakat dalam menghadapi Covid-19. Dalam menghadapi wabah yang mendunia ini, ia mengajak untuk tidak merasa dirinya kebal Covid-19 dan seolah sudah menjadi wali. Hal ini ia sampaikan karena ada kalimat yang sering disampaikan seperti “Takutlah hanya kepada Allah. Jangan takut sama Corona”.
Para Nabi terangnya, juga diberi rasa takut pada ciptaan Allah lainnya. Seperti saat Nabi Musa dikejar-kejar Fir’aun dan diperintahkan Allah mengambil tongkat untuk membelah laut sehingga ia dan kaumnya selamat. “Takut kepada Corona bukan berarti tidak takut sama Allah SWT,” tegasnya.
Terkait dengan tugasnya sehari-hari, ia juga tetap melaksanakannya seperti biasa, seperti tugasnya untuk mengajar para santri. Setiap pagi selepas shalat Shubuh, ia tetap mengajar para santri dengan mengaji Kitab Tafsir Jalalain. Ngaji Tafsir ini dilakukan secara virtual melalui Zoom dan disiarkan langsung Facebook Radio Nada Umat dan bisa diikuti oleh masyarakat umum.
Sebagai seorang bupati, Abah Sujadi juga tetap terus melakukan koordinasi dalam menjalankan amanah sebagai orang nomor satu di Pringsewu. Memanfaatkan jaringan internet, ia terus mengawasi berbagai pembangunan yang ada di Bumi Jejama Secancanan Bersenyum Manis ini.
Ia terus mengingatkan elemen-elemen terkait untuk lebih memperketat penerapan kebijakan penanganan Covid-19 di antaranya untuk tidak melakukan kegiatan yang mengumpulkan massa dan tanpa protokol kesehatan.
“Kalau ada kepala pekon yang abai, apalagi di situ ada hajatan, apalagi dia sampai ikut nyanyi-nyanyi, di Pringsewu tidak ada ampun. Tinggal pilih, mau karantina di Polsek apa karantina di rumah sakit,” katanya mengingatkan.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Aryudi AR
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua