Daerah

Ulama Lirboyo Ancam Gelar Gerakan Ekstra Parlementer

Jumat, 2 September 2005 | 07:25 WIB

Kediri, NU Online
Kalangan ulama Pondok Pesantren Lirboyo berencana menggelar gerakan ekstra parlementer untuk menyikapi keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kediri, Jawa Timur, yang telah mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) tentang ijin bidang usaha pariwisata yang dianggap dapat memicu maraknya perbuatan maksiat.

Hal itu merupakan salah satu kesepakatan antara ulama Ponpes Lirboyo dan sejumlah pengasuh ponpes lainnya di Kota Kediri dengan 9 anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPRD Kota Kediri di kompleks Ponpes Lirboyo, Jumat.

<>

Achmad Syubakir, selaku juru bicara pertemuan menyatakan bahwa aksi ekstra  parlementer tersebut bukan sekadar gertak sambal tetapi sudah menjadi kewajiban bagi pemuka agama untuk menegakkan larangan perbuatan kemungkaran atau ’nahi munkar’.

"Kalau amar ma’ruf itu juga penting, tetapi yang lebih wajib lagi adalah  bagaimana menegakkan nahi munkar di kota yang kami anggap penduduknya sangat berjiwa religius ini," ujarnya usai pertemuan.

Oleh sebab itu agar supaya situasi dan kondisi keamanan di wilayah kota berpenduduk sekitar 250 jiwa itu tetap terjaga, kalangan ulama meminta DPRD Kota Kediri segera merevisi atau bahkan membatalkan perda yang dianggap kontroversial itu.

Dalam kesempatan itu juga kalangan ulama meminta agar Ketua DPRD Kota Kediri Bambang Harianto segera mengklarifikasi ucapannya yang akan menjadikan lokalisasai Semampir sebagai kawasan terpadu tempat hiburan malam.

"Jika yang diucapkan itu bersifat wacana kami minta ketua dewan harus segera mengklarifikasinya, tetapi yang lebih penting lagi sebagai ketua dewan Bambang Harianto harus bisa menjaga sikap dan ucapannya agar tidak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat," tukasnya.

Kalangan ulama berpendapat dalam perda tentang perijinan di bidang usaha pariwisata, pasal 3 huruf b terdapat beberapa jenis usaha pariwisata, diantaranya rumah biliar, karaoke dan diskotik itu cepat atau lambat bisa memancing perbuatan maksiat dan tindak kriminal.

Menurut Syubakir kalangan ulama sangat keberatan ketiga jenis usaha pariwisata itu dilegalkan dengan beberapa ketentuan perijinan dan retribusi.

"Oleh sebab itu tuntutan kami harus bisa diindahkan oleh dewan, sebab kalau tidak sudah pasti kami akan melakukan gerakan ekstra parlementer," kata Ketua I STAIN Kediri itu.

Pada acara yang dikemas sebagai ajang silaturrahmi itu selain empat pengasuh Ponpes, yakni KH Idris Marzuqi, KH Kafabihi Mahrus, KH Anwar Manshur dan KH Yahya Imam Mahrus, juga terdapat Ketua Dewan Syura DPW PKB Jatim  KH Anwar Iskandar, Ketua PCNU Kota Kediri KH Halim Musthofa, Ketua DPC PKB Kota Kediri Sujud Kendar dan sejumlah anggota FKB DPRD Kota Kediri.

Sementara dalam kesempatan terpisah Ketua DPRD Kota Kediri Bambang Harianto menyatakan bahwa jenis usaha panti pijat sudah dibatalkan sehingga tidak perlu lagi ada yang dirisaukan.

"Pembatalan itu tidak lain karena kami sangat merespon himbauan ulama, sedang untuk jenis usaha seperti rumah biliar, karaoke dan diskotik jauh sebelum adanya perda ini sudah ada," kata Bambang yang juga Ketua DPC PDIP Kota Kediri itu.

Ia juga tidak akan menanggapi reaksi ulama yang menentang lokalisasi Semampir akan dijadikan kawasan terpadu semua jenis hiburan malam.

"Itu hanya wacana pribadi saya saja, untuk apa kami tanggapi secara resmi. Kenyataannya wacana ini semata-mata untuk melindungi kawasan Mojoroto yang banyak berdiri pondok-pondok pesantren sebisa mungkin steril dari tempat hiburan malam," ujarnya.(ant/mkf)