Upaya Tanpa Lelah Pelajar NU di Sumenep Lestarikan Tari Sintong
Kamis, 29 Oktober 2020 | 22:30 WIB
Firdausi
Kontributor
Sumenep, NU Online
Setiap daerah memiliki tari khas dan keunikan tersendiri hasil kreasi nenek moyang. Seperti halnya tari Sintong yang berasal dari Dusun Batang, Ambunten, Sumenep, Jawa Timur.
Untuk melestarikannya, kader Pimpinan Anak Cabang (PAC) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Ambunten memarkan kepada khalayak. Kali ini saaat acara pelantikan Pimpinan Cabang (PC) IPNU-IPPNU Sumenep di Pondok Pesantren Nasyrul Ulum Aeng Dake, Bluto, Rabu (28/10) lalu.
Syaiful Bahri menegaskan bahwa tidak ada yang tahu kapan tari tersebut muncul. Bahkan saat silaturahim ke KH Suhil Imam selaku tokoh masyarakat menyatakan bahwa lahir, tari tersebut sudah ada.
"Ketika usia Kiai Suhil sekitar belasan yakni kurang lebih tahun 1961, tari tersebut sudah dipopulerkan oleh para leluhur," ujar Ketua PAC IPNU Ambunten tersebut.
Secara filosofis, tari Sintong dimaknai sebagai macepta, abektah, ka settong. Maksudnya, tari tersebut sebagai media untuk mendekatkan diri dan wujud pencurahan rasa cinta seorang hamba pada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW.
Warisan leluhur tersebut terdapat beberapa gerakan khas, yaitu pencak silat dan shalat. Dan hal itulah yang membuat tari ini layak terus dijaga kelestariannya.
"Saat penari masuk ke pentas, akan diiringi tabuhan atau musik tradisional dan bacaan shalawat Nabi," urainya.
Selanjutnya, dahulu kala bernuansakan kejawen. Namun KH Suhil Imam selaku pembina mengubahnya dengan memasukkan nilai-nilai keislaman. Dan untuk dapat menguasai tari tersebut, para pelajar NU bisa mempelajarinya kurang lebih 5 bulan. Sehingga dibutuhkan keseriusan dan kesabaran.
Agar Tari Sintong Lebih Terkenal
Pada saat yang sama, Nurul Haq menjelaskan bahwa awal mula tari Sintong dikenal oleh masyarakat luas saat Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-guluk mengundang para seniman untuk mengisi pra acara dalam penyambutan kunjungan Presiden RI di auditorium As-Syarqawi.
"Kebetulan sebagian dari penari adalah anggota aktif IPNU yang dilatih dalam wadah kompolan tari Sintong," ungkap ketua bidang dakwah PAC IPNU Ambunten tersebut.
Untuk semakin mengenalkan tari tersebut, para pelajar berinisiatif memanfaatkan aneka media online baik di youtube, facebook, whatsapp, dan lainnya.
Juara pertama Duta Pelajar IPNU Sumenep tersebut juga membentuk wadah bagi para pelajar NU dan memanfaatkan para remaja yang tidak memiliki aktivitas.
"Pelan-pelan kami ajak para remaja yang suka nongkrong di pinggir jalan untuk masuk pada komunitas ini. Hingga akhirnya kami selipkan bekal tentang NU dan IPNU, dan seni tari Sintong," jelasnya.
Agar tari Sintong dikenal, maka langkah yang diambil adalah menerjunkan para duta pelajar NU ke lapangan agar benar-benar terjaga dan dilestarikan oleh generasi muda.
Dirinya berharap lewat wadah tersebut para pelajar NU bisa menularkan lagi kepada yang lainnya demi menjaga warisan nenek moyang. Karena salah satu pilar untuk semakin mengenalkan tradisi leluhur adalah dengan melibatkan sedini mungkin generasi muda.
“Karena konon, kebudayaan tersebut sudah ada sejak masa kerajaan, dan kami yakin tari Sintong memiliki manfaat dan nilai estetika tersendiri,” pungkasnya.
Kontributor: Firdausi
Editor: Ibnu Nawawi
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua