Pondok Pesantren Nurul Hikmah terletak di Bintoro Demak, sepuluh meter dari makam Sultan Fatah, tujuh puluh lima meter dari Masjid Demak. Melangkahkan kaki di pesantren ini pada bulan puasa, kita segera disambut dengan alunan gembremeng Al-Qur'an dari para santri yang mengaji di setiap sudut pondok.
Suasana itu biasa, tapi di Nurul Hikmah, gembremeng Al-Qur’an itu langsung membawa ingatan pada almarhum Kiai Musyaffa, sosok Kiai yang sangat mencintai Al-Qur’an dan sholawat.
<>Di sinilah, di tiap ujung pesantren ini, ia menanamkan pada santri dan putera puterinya kecintaan terhadap kitab suci dan sholawat kepada Nabi. Di sinilah Kiai Musyaffa menanamkan halusnya rasa, halusnya budi pekerti, akhlak mulia pada santri dan putera-puterinya.
Dan di sinilah juga KH. Abdurrahman Wahid almarhum sering mampir bila sedang beredar di sekitar Demak.
Kecintaan Kiai Musyaffa (wafat 2009), yang aktif menjadi pengurus syuriyah PWNU Jawa Tengah selama hidupnya, terhadap Al-Qur’an dan sholawat sebagai satu kesatuan tidak diragukan lagi. Ia adalah pengamal Al-Qur’an dan sholawat yang sangat istiqamah. Karena kecintaannya yang mendalam terhadap sholawat sepanjang hidupnya tidak aneh ia pun diantar ke liang lahat menghadap kehadirat Allah dengan diiringi getar gemuruh sholawat dari ribuan pelayatnya.
Menjejakkan hati di Pondok Pesantren Nurul hikmah seperti berjalan dalam mimpi, antara misteri dan kenyataan, tentang nyatanya kekuatan sholawat dalam hidup manusia. Ada rasa damai di hati mengingat beliau seperti yang dirasakan para jamaah beliau mendengarkan merdu suara beliau ketika membaca ayat-ayat Tuhan.
Ia dimakamkan di makam Ratu Sentono, yang terletak di Masjid Demak. Di sini pula Mbah Kiai Ahmad Malik, orang tua Kiai Musyaffa, pendahulu di Nurul Hikmah, dimakamkan. Konon, menurut masyarakat sekitar, di makam ini pula Baru Klinting itu disemayamkan. Tidak jauh dari Masjid Demak, sepuluh meter dari makam Sultan Fatah. Dengan demikian, Pondok Pesantren Nurul Hikmah dikelilingi legenda-legenda kebesaran Demak, sebagai salah satu pusat Islam terpenting di Indonesia.
Letaknya yang bersebelahan dengan Kantor Bupati Demak juga menjadikan Nurul Hikmah dekat dengan pusat-pusat kekuasaan Demak modern. Lalu lintas manusia yang berziarah pada makam Sultan Fatah dan kesibukan Kabupaten memberi warna tersendiri pada Ramadhan di Nurul Hikmah, dengan irama yang harmonis antara kebudayaan dan agama, modernitas dan tradisi.
Kiai Musyaffa dikenal sangat mencintai dan menghormati gurunya. Orang-orang terdekat, santri, dan masyarakat umum mengenal Kiai Musyaffa sebagai orang yang mencintai ulama. “Beliau sangat nurut apa yang didawuhkan guru-guru beliau” kata ustadz Shofwan, salah satu muridnya.
Diceritakan, ia menyebut-nyebut nama Mbah Dullah Salam, Mbah Kyai Arwani Kudus, Mbah Ma'shum Lasem, dan Mbah Bisri Rembang, dimana ia pernah menuntut ilmu, dengan penuh takdzim.
Kiai Musyaffa juga pernah nyantri di Al-Fattah Demak dan Payaman magelang. Ia dikenal sebagai “santri kelana”, pindah dari satu pondok ke pondok lainnya. Ketika ia mulai dianggap besar di satu pondok, misalnya dengan dijadikan pengurus, beliau memilih “menjadi anak kecil lagi” dengan masuk ke pesantren yang baru, agar diperlakukan sebagai santri baru.
Dikenal sebagai pembaca Al-Qur’an yang dikagumi, Kiai Musyaffa dikaruniai Allah dengan suara yang sangat indah. Keindahan suaranya itu bisa dikatakan melembutkan hati yang keras, meredakan amarah dan menanamkan sabar dalam hati pendengarnya.
Ia juga mempunyai cara yang khas mengajarkan Al-Qur’an. Antara lain, ia mengupas ayat-ayat tertentu yang harus menjadi pegangan dalam hidup agar jiwa menjadi kuat, tidak gampang menyerah pada keadaan, sehingga ayat menjadi penguat jiwa bagi para pendengarnya.
Al-Qur’an menjadi penyemangat, kabar gembira dan kekuatan ikhlas sungguh nyata di tangan Kiai Musyaffa.
Dan walaupun sosoknya yang lembut, tapi ia dikenal sangat keras dalam mengajarkan Al-Qur’an. Misalnya, ngaji tahiyyat dan al-Fatihah saja, bisa satu bulan lebih, seperti yang dilakukan gurunya, Mbah Arwani Kudus. “wong mbiyen menawi mulang qur'an, wonten salah sitik mawon dikon mbolan mbaleni nganti sak lanyahipun kuwatir kedarung kulino salah,” terang Gus Fahmi.
Kyai Musyaffa juga sangat keras dalam menerapkan masalah agama di lingkungannya. “Bapak adalah figur yang keras tanpa kompromi dalam masalah shalat berjamaah, ngaji dan menerapkan hukum syar’i di lingkungan sanak keluarga. Dulu kami sering merasa tertekan, sekarang ini kami baru sadar bahwa kecintaannya kepada kami adalah dunia akhirat,” ungkap Gus Fahmi, salah seorang putranya.
Kegiatan puasa ini di Pesantren Nurul Hikmah adalah mengaji Al-Qur’an setelah subuh, mengaji Qososul Quran dan Washiyatul Musthofa setelah dhuhur, Matan Abi Jamrah dan Tsalatsu Rosail setelah ashar, tadarus setelah tarawih dan mengaji tasfsir Yasiin setelah tadarus.
Dalam ngaji Al-Qur’an, para santri maju satu demi satu sesuai ajanannya. Sedangkan dalam mengaji santri senior mendengarkan bacaan kitab dari sang kiai. Kini kepemimpinan Pesantren Nurul hikmah dipimpin oleh putra-putranya: Gus Abdul Aziz, Gus Ali, Gus Fahmi, Mbak Ida Nursa’adah dan Mbak Nurist Surayya.
Santri Nurul Hikmah tidak hanya ngaji kitab tapi juga belajar teknologi. Santri belajar ngrakit komputer, desain, dan lain-lain. Pesantren akses internet full dan akses komputer disediakan secara gratis. Dengan demikian santri banyak kesempatan akses dunia luar. Tidak lagi seperti katak dalam tempurung. Tidak tepat lagi santri juga di stereotipkan kuno dan kolot. Akses internet adalah kesempatan untuk update. Mengetahui apa yang terjadi di dunia.
Mbah Kiai Musyaffa semasa hidupnya adalah Imam Besar Masjid Demak. Ia juga mengaji tafsir di Masjid paling bersejarah di tanah jawa itu. Kini putera-puteranya juga kedapuk meneruskan tugas sang Ayah. Gus Abdul Aziz meneruskan mengaji tafsir dan Gus Fahmi menjadi imam shalat rowatib. Selama puasa, Gus Abdul Aziz mengaji tafsir setelah shalat ashar di serambi Masjid Demak. Di luar puasa pengajian tafsir itu hanya dilakukan pada Jumat pagi. Jamaahnya adalah masyarakat sekitar.
Akhirnya, apa yang bisa kita pelajari dari Mbah Kiai Musyaffa dan Pesantren Nurul hikmah bagi peradaban Islam modern: banyak yang membaca Al-Qur’an, namun tidak banyak yang membaca Al-Qur’an dengan cinta, banyak yang membaca sholawat, namun tidak banyak yang membaca sholawat dengan cinta. Banyak yang mengerti kebenaran tapi tidak banyak yang menjalaninya sepenuh hati, Banyak yang berilmu tapi tidak banyak yang tawadhu dan memuliakannya dengan kemuliaan hati.
Saat-saat seperti itulah, kita perlu kembara hati ke Nurul Hikmah, belajar banyak dari Mbah Kiai Musyaffa: kesederhanaannya, kemuliannya, ketawadhuannya, perjuangannya, kecintaannya pada guru, kecintaannya pada Rasul dan kecintaanya pada Allah. (Yasir Alimi, Kontributor NU Online).
Terpopuler
1
Menag Nasaruddin Umar akan Wajibkan Pramuka di Madrasah dan Pesantren
2
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
3
Kiai Ubaid Ingatkan Gusdurian untuk Pegang Teguh dan Perjuangkan Warisan Gus Dur
4
Pilkada Serentak 2024: Dinamika Polarisasi dan Tantangan Memilih Pemimpin Lokal
5
Dikukuhkan sebagai Guru Besar UI, Pengurus LKNU Jabarkan Filosofi Dan Praktik Gizi Kesehatan Masyarakat
6
Habib Husein Ja'far Sebut Gusdurian sebagai Anak Ideologis yang Jadi Amal Jariyah bagi Gus Dur
Terkini
Lihat Semua