Patoni
Penulis
Hari Tani Nasional yang diperingati setiap tanggal 24 September memberikan makna mendalam bagi bangsa Indonesia. Bidang pertanian merupakan salah satu bidang garapan kemandirian rakyat yang senantiasa didorong oleh pemimpin besar seperti KH Hasyim Asy’ari.
Petani yang menjadi penolong negeri di tengah penjajahan dalam menyediakan ketahanan pangan juga merupakan simbol perlawanan terhadap kolonialisme. Namun, keberadaan petani yang dipersepsikan sebagai rakyat jelata juga kerap digunakan oleh tokoh-tokoh pergerakan untuk menyamarkan identitasnya.
Sekitar Mei 1945, KH Saifuddin Zuhri dalam Guruku Orang-orang dari Pesantren (2001: 274) mengisahkan ketika seorang pemuda Ansor Jakarta bernama Fatoni memberitahukan kepadanya bahwa seorang petani bernama Husin akan meminta untuk berjumpa dengan KH A. Wahid Hasyim.
Petani Husin ini akhirnya dapat bertemu dengan KH Wahid Hasyim. Mereka cukup lama mengadakan pembicaraan. Setelah sang petani itu pergi, KH Wahid Hasyim memberitahukan kepada KH Saifuddin Zuhri bahwa yang dimaksud seorang petani adalah Tan Malaka, tokoh terkemuka dalam memimpin gerakan di bawah tanah melawan Jepang, guru Adam Malik dan Chairul Saleh.
Kisah Pertemuan KH Wahid Hasyim dengan Tan Malaka itu juga pernah disampaikan Gus Dur dalam berbagai kesempatan. Kisah pertemuan tersebut diwartakan oleh koran Duta Masyarakat edisi 28 Januari 2000.
Gus Dur berkisah, "Ayah saya yang kebetulan seorang kiai sering didatangi orang di waktu sore. Saya ingat betul, saat saya masih kecil, sekitar pukul 7 ada orang mengetuk pintu. Ketika pintu saya buka, saya tanya cari siapa pak? Tamu yang mengaku bernama Husin tersebut kemudian menjawab bahwa dia mencari ayahnya."
Tamu tersebut menurut Gus Dur seperti orang Indonesia lainnya, yaitu juga pakai peci. Kemudian Gus Dur yang masih anak-anak, itu memberitahukan kepada ayahnya yang sedang di dalam bahwa beliau dicari Pak Husin.
Begitu mendengar nama Husin, KH Wahid Hasyim langsung menemui tamunya. Kiai Wahid kala itu memerintahkan Gus Dur yang waktu itu masih berumur sekitar 4-5 tahun agar meminta ibunya menyiapkan hidangan.
Baru belakangan setelah Gus Dur berumur 50 tahun lebih, sang ibu Nyai Hj Solichah mengatakan kepadanya, "Kamu tahu siapa itu Pak Husin, yang datang pada malam-malam dahulu, itu Tan Malaka".
Penulis: Fathoni Ahmad
Editor: Muchlishon
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua