Ajie Najmuddin
Kontributor
Tidak lama lagi Muktamar ke-33 NU bakal digelar di Jombang Jawa Timur. Berbagai persiapan tentu telah dilakukan oleh pihak panitia penyelenggara. Mulai dari soal lokasi, fasilitas, akses transportasi dan sebagainya.
Namun, seberapa banyak serta sulitnya persiapan yang dilakukan, tentu tak lebih sulit dibandingkan dengan persiapan yang dilakukan panitia Muktamar NU di masa lampau. Terlebih ketika dilaksanakan di zaman penjajahan. Salah satunya Muktamar ke-14 NU di Magelang yang dilaksanakan pada bulan Juli, 76 tahun silam.
Seperti yang dikisahkan KH Saifuddin Zuhri dalam salah satu bukunya yang berjudul Berangkat dari Pesantren (BDP). Ketika itu, ayah Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin tersebut, yang sedang mengemban amanah sebagai Sekretaris Majelis Konsul NU Daerah Banyumas ikut terlibat dalam mempersiapkan terselenggaranya Muktamar NU.
Sehabis Muktamar ke-13 di Menes, Konsul R.H Mukhtar bekerja keras untuk “membabat hutan” serta meratakan jalan menuju ke muktamar Magelang, dengan didampingi oleh Sekretaris Majelis Konsul Kiai Ahmad Zuhdi, dibantu oleh Ketua NU cabang Purworejo KH Jamil dan Ketua Cabang Temanggung di Parakan, Mas Fandi. Konsul R.H. Mukhtar memasuki Kota Magelang yang baginya masih asing. Berhari-hari ia pelajari situasi dan kondisi Magelang dan sekitarnya, sesudah itu barulah direncanakan dari mana kerja harus dimulai. (BDP hal. 178)
Berbagai pendekatan kemudian dilakukan panitia untuk mensosialisasikan muktamar, dengan ikut meramaikan shalat berjama’ah dan Jum’at di beberapa tempat, mengunjungi berbagai pondok pesantren dan pengajian. Dengan berbagai usaha dan sosialisasi tersebut, bangkitlah semangat para ulama di sekitar Magelang, pin para santrinya. Semangat mereka tergugah untuk menerima Muktamar NU.
Namun, yang lebih penting panitia juga telah mendapat dari para ulama besar di sekitar Magelang. Mereka adalah KH Dalhar Watucongol Muntilan, KH Raden Alwi Tonoboyo, KH Moh. Siraj Wates Magelang, dan KH Hudlori Tegalrejo. Dengan kata lain, panitia juga telah menemukan “empat pintu”, empat arah angin daerah Magelang dari keempat kiai tersebut.
Segala persiapan telah dilakukan dari panitia. Lalu, bagaimana soal dana penyelenggaraan? Dukungan dana rupanya tidak hanya mengandakan para donatur. Beberapa hari sebelum pembukaan muktamar, masyarakat setempat secara berduyun-duyun mengunjungi kantor Hoofd Committee Congres (HCC) NU yang berpusat di Hotel Semarang Pacinan Magelang.
Mereka secara beriring-iringan memikul beras, sayuran, kayu bakar, menuntun beberapa ekor kambing dan membawa beberapa ekor ayam. Dalam pembukaan muktamar, sumbangan-sumbangan itu diumumkan. (BDP hal. 180)
Pada akhirnya, dengan semangat, restu dan dukungan dari berbagai pihak tersebut, selama seminggu (15 - 21 Juli 1939), Muktamar ke-14 NU di Magelang dapat terlaksana dengan lancar. (Ajie Najmuddin)
Diadaptasi dari buku KH Saifuddin Zuhri "Berangkat dari Pesantren"
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua