Hampir setiap malam kami mengadakan dakwah jika tidak ada sidang parlemen. Diam di Ibu Kota Jakarta dengan macam-macam tugas tanpa memiliki mobil memang susah juga. Harus mempunyai mobil walau tua sekalipun.
<>
Suatu hari Idham Chalid datang ke parlemen dengan mobilnya merk “Human” berwarna hijau tua. Tentu saja mobil bekas. Ia membisikkan padaku bahwa ia membawa mobil, sambil menunjuk ke arah mobil kecil yang diparkir di bawah pohon beringin di depan gedung parlemen.
“Dapat dari mana?” tanyaku.
“Ada kiriman uang dari Kalimantan. Saya beli mobil seharga Rp 18.000,” jawabnya.
“Kok mahal begitu?” tanggapanku.
“Apa mahal! Lihat dulu barangnya. Mesinnnya masih tokcer,” jawabnya.
Kiai Ilyas keluar dari sidang parlemen dengan A Achsien. Aku beri tahukan kepadanya bahwa Idham Chalid membawa mobil “baru”. Ia kepingin juga mencoba hendak menebeng sampai ke rumahnya. A Achsien sudah mempunyai mobil sendiri.
Idham Chalid duduk di kursi kemudi. Ia hendak mengemudikan sendiri. Batinku bertanya, “Kapan belajar mengemudi?”
Karena percaya bahwa Idham Chalid sudah pandai mengemudi mobil, aku diam saja.
Mobil keluar dari halaman parlemen menuju arah jalan Pejambon. Jalannya mobil tidak lurus, tidak stabil. Pedal rem sering diinjak tiba-tiba, lalu tancap gas tak kepalang tanggung.
Kiai Ilyas melirik padaku. Dalam hatinya, barangkali mengatakan, “Kok begini nyetirnya?” Tapi aku tak membalas lirikannya. Aku cuma diam saja. Sejak tadi aku membaca-baca shalawat. Benar juga, nyaris menyenggol pengendara sepeda di dekat Stasiun Gambir. Kiai Ilyas teriak keras!
“Ya akhi, kalau ada orang jual rokok di depan itu, berhenti!” seru Kiai Ilyas ditujukan kepada Idham Chalid.
Di depan penjual rokok, Idham Chalid menghentikan mobilnya. Agak keterusan. Kiai Ilyas turun dari mobil. Aku kira ia akan membeli rokok, kiranya ia terus berjalan di atas trotoar.
“Mengapa? Hayo naiklah!” ajakku kepadanya.
“Terima Kasih! Jalan kaki lebih aman ...!” sambil mempercepat jalannya menuju arah prapatan.
“Penakut!” teriak Idham Chalid.
Aku pindah tempat di sampingnya. Mesin lalu dihidupkan. Mobil mulai jalan lagi. Sepanjang jalan aku biarkan ia mengemudikan mobilnya sekehendak hatinyalah. Aku diam saja, memperbanyak membaca shalawat.
Alhamdulillah, Tuhan Maha Besar! Akhirnya, sampai juga ke tempat tujuan dengan selamat, walaupun tidak begitu sehat. Kepalaku pening! (KH Saifuddin Zuhri dalam Guruku Orang-Orang Pesantren)
Terpopuler
1
Daftar Barang dan Jasa yang Kena dan Tidak Kena PPN 12%
2
Kronologi Santri di Bantaeng Meninggal dengan Leher Tergantung, Polisi Temukan Tanda-Tanda Kekerasan
3
Kenaikan PPN 12 Persen Berpotensi Tingkatkan Pengangguran dan Kolapsnya UMKM
4
Kisah Inspiratif Endah Priyati, Guru Sejarah yang Gunakan Komik sebagai Media Belajar
5
Ketum PBNU Respons Veto AS yang Bikin Gencatan Senjata di Gaza Kembali Batal
6
Bahtsul Masail Kubra Internasional, Eratkan PCINU dengan Darul Ifta’ Mesir untuk Ijtihad Bersama
Terkini
Lihat Semua