Fragmen

Pawai Akbar Harlah Ke-40 NU di Jakarta Diiringi Derai Air Mata

Jumat, 15 Maret 2019 | 13:00 WIB

Pawai Akbar Harlah Ke-40 NU di Jakarta Diiringi Derai Air Mata

Apel dan pawai akbar NU tahun 1966

Untuk kali pertama, Nahdlatul Ulama menggelar peringatan Hari Lahir (harlah) di Istora Senayan, Jakarta, ibu kota Indonesia. Tepatnya pada harlah ke-40 oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 'menghijaukan' stadion yang kini dinamakan Gelora Bung Karno itu.

Sebagaimana terekam dalam buku (dokumen) Kenang-Kenangan Harlah 40 Tahun NU yang diterbitkan oleh Ansor pada 1966 mengungkapkan bahwa PBNU di bawah kepemimpinan KH Idham Chalid menggelar Pawai Akbar pada Senin 31 Januari 1966, sehari sesudah mengadakan Rapat Akbar pengurus NU di Istora Senayan.

Pawai Akbar tersebut membuat kagum penduduk ibu kota Jakarta. Tidak sedikit penonton di sepanjang jalan mengucurkan derai air mata karena terharu, bangga, dan rasa syukur. Ribuan Banser membawa bendera negara Merah Putih dan bendera gambar 'Djaga Bintang Sembilan'. Bendera-bendera itu melambai-lambai dengan megah perkasa di udara Jakarta yang waktu itu suhunya sudah lumayan panas.

Adapun ribuan Banser tersebut tercatat ada 40.000 pasukan datang dari Jawa Timur. Pawai itu juga diiringi oleh tarian Pasukan Berkuda dan puluhan unit drumband yang sudah mahir yang berasal dari seluruh Pulau Jawa terutama Jawa Timur.

Para pemain drumband dengan berpakaian yang manis menarik, tegap, tegak dan gagah perkasa. Pawai Akbar yang berlangsung sejak 09.00 pagi itu hingga 18.00 waktu maghrib belum juga selesai. 

Peringatan harlah NU ke-40 ini tidak hanya meriah, namun juga harmonis karena diikuti juga umat Nasrani lengkap dengan pastor-pastornya dan pelajar serta para juru rawatnya.

Ketua Umum PBNU KH Idham Chalid, bersama Deputi III Men/Pangad Major Jenderal Basuki Rachmat, KH Achmad Syaichu, H Aminuddin Aziz, dan tokoh lainnya berdiri di atas panggung menerima penghormatan dari pawai juga sangat panjang itu, yang sopan, penuh ketertiban dan tidak putus-putusnya meneriakkan, 'Hidup Bung Karno, Hidup Pancasila, Allahu Akbar dan Shalawat Badar'.

Yang tidak kalah fenomenal yakni pidato ‘menggelegar’ dari Soekarno, Presiden Indonesia saat itu, yang berisi tentang ungkapan cintanya terhadap NU. Selain itu, Jenderal TNI Abdul Haris Nasution juga menyampaikan pidato bersejarah terutama mengenai ketegasan pemerintah soal pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) yang kemudian resmi dibubarkan beberapa bulan setelah harlah NU ke-40, tepatnya pada 12 Maret 1966.(M Zidni Nafi’)