Fragmen

Pertemuan KH Hasyim Muzadi dengan Komandan Hizbullah Sayyid Hassan Nasrallah

Selasa, 8 Oktober 2024 | 10:39 WIB

Pertemuan KH Hasyim Muzadi dengan Komandan Hizbullah Sayyid Hassan Nasrallah

Ketua Umum PBNU 1999-2010 KH Hasyim Muzadi (keempat dari kanan) bersama rombongan saat muhibbah ke Lebanon (Foto: Istimewa)

Belakangan ini dikabarkan pejuang Lebanon Sayyid Hassan Nasrallah yang misterius itu meninggal dibom Israel. Namun, berita itu juga masih misterius. Bisa jadi benar, bisa juga sang tokoh masih hidup atau malah sudah meninggal dunia jauh sebelumnya. 


Sayyid Hassan Nasrallah adalah Komandan Hizbullah Lebanon dikenal sebagai tokoh misterius. Pasukannya yang terkenal tangguh, bersenjata modern dan militan tak terkalahkan, yang bisa mengobrak-abrik pertahanan Israel sehingga menjadi pejuang yang  melegenda. Ketangguhan tentaranya mengalahkan tentara pemerintah Lebanon sendiri. 


Pada 2009 PBNU melakukan muhibbah ke Timur Tengah dipimpin langsung Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi merangkap sebagai Ketua International Confrence of Islamic Sholars (ICIS) saat itu. 


Beberapa pengurus PBNU dilibatkan dalam lawatan itu termasuk pengurus wilayah, di antaranya Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur KH Miftachul Akhyar, Rais Syuriyah PWNU Banten KH Abdul Hakim dan Rais Syuriyah PWNU Jawa Barat KH Asep Burhanuddin, juga Ketua  PWNU Kalimantan Barat Dr. M. Zed dan beberapa pengurus cabang seperti Ketua PCNU Lasem KH Ahmad Zaim , juga pengasuh Pesantren Al-Hikam Malang KH Muhammad Nafi.


Agenda kunjungan itu menghadiri seminar internasional dunia Islam serta bersilaturrahmi dengan para ulama baik Sunni maupun Syiah, juga dengan ulama Druz yang ada di Lebanon. Tidak lupa menziarahi makam tokoh Lebanon Rafik Hariri, Perdana Menteri Sunni yang humanis yang menjadi korban kelompok ekstremis. Selain itu juga sempat ke Lebanon Selatan menengok Kontingen Garuda Indonesia yang bertugas menjaga perdamaian di perbatasan Lebanon-Israel. 


Ketika memasuki kota Sidon itu terasa sekali suasana perang yang mencekam berbagai senjata mulai meriam, tank, panser, roket disiagakan. Di sana sini dihiasi reruntuhan gedung di sela perkebunan jeruk dan pisang yang asri. Di setiap sudut jalan dipasang spanduk perjuangan dengan semangat revolusioner, terutama dari kelompok Syiah yang menguasai Lebanon Selatan. Di kota Sidon itu rombongan bertemu dengan pemuka ulama Syiah dan beberapa perwakilan Hizbullah.


Usai pertemuan dengan para ulama dan tokoh politik, dijadwalkan pertemuan KH Hasyim Muzadi dengan Hassan Nasrallah Komandan Hizbullah. Tentu ini kabar yang mengagetkan dalam rombongan. Hassan Nasrallah adalah tokoh yang keberadaannya tidak diketahui persis, selalu berpindah karena dalam incaran intelijen Israel. Kapan saja diketahui koordinatnya akan dibom dan tempat itu dibumihanguskan oleh Israel. Nyatanya sampai saat itu Israel belum berhasil mendeteksi keberadaan markas sang komandan. 


Sekitar pukul 22.00 Kiai Hasyim yang saat itu berada di hotel di Ibu Kota Beirut dijemput beberapa mobil yang dikawal oleh serombongan laskar berseragam di antaranya ada beberapa ulama yang berjubah. Mereka adalah pasukan Hizbullah. Di antara sekian rombongan hanya saya yang diajak untuk mengikuti pertemuan yang menegangkan tersebut. 


Kami berdua menaiki mobil besar yang jendelanya ditutup gorden sehingga tidak bisa melihat keluar. Ketika kami berangkat rombongan PBNU yang lain hanya menyaksikan dengan diam sambil berdoa dalam hati.


Mobil berjalan dengan cepat menelusuri jalan-jalan kota Beirut yang sepi. Tiba iba mobil berbelok masuk sebuah gedung. Kami berdua disuruh keluar. Lantas dipersilakan ganti naik mobil yang lain. Mobil segera melaju dengan cepat, tetapi tidak bisa melihat kiri kana karena mobil tidak ada jendelanya. Tak lama kemudian mobil belok dan berhenti di sebuah basemen gedung. Kami disuruh turun. Kemudian dipersilakan naik mobil yang lain lagi. Lalau mobil jalan kencang menelusuri jalan yang berliku. 


Kembali mobil berbelok masuk ke basemen gedung. Di situ saya dengan Kiai Hasyim disuruh menunggu di lobi gedung tua. Pasukan Hizbullah meminta agar kami berpisah dengan Kiai Hasyim. Dijelaskan oleh mereka hanya Pak Hasyim yang boleh ketemu Hassan Nasrallah, sementara saya tidak diperbolehkan. 


Kami berdua tidak berkata-kata, hanya saling lempar senyum. Selanjutnya Kiai Hasyim diajak naik mobil yang satu meneruskan perjalanan. Sementara saya disuruh naik mobil yang lain yang melaju menuju arah yang terpisah. 


Kembali dua mobil itu berlari kencang menelusuri lorong-lorong Lebanon yang terjal. Kemudian sampailah mobil saya di sebuah basemen sebuah gedung dan saya langsung diantar ke lobi. Ternyata gedung itu adalah hotel yang kami tempati. 


Di situ para rombongan PBNU masih pada bercengkerama di lobi hotel padahal saat itu sudah pukul 00.00. Ternyata setelah Kiai Hasyim berangkat bersama saya lampu hotel dimatikan sehingga mereka kegerahan dan kegelapan disertai rasa cemas. 


Karena itu ketika mereka menyaksikan saya datang sendirian semuanya bertanya-tanya penasaran terutama Ibu Nyai Muthmainnah, isteri Kiai Hasyim. Lalu saya jelaskan bahwa beliau menemui Hassan Nasrullah sendirian karena Laskar Hizbullah tidak mengizinkan saya  mendampingi beliau. Kabar itu tentu membuat mereka semakin cemas.


Sekitar pukul 01.00 dikabarkan Kiai Hasyim sudah datang ke hotel dengan selamat. Kami semua segera turun ke lobi. Saat itu Kiai Hasyim kelihatan lelah dan sedikit cemas ada suasana yang cukup mencekam. Dan yang mengagetkan saat itu di tengah malam itu juga beliau mengajak agar segera meninggalkan Lebanon dan langsung pergi menuju Syria. Alasannya demi keamanan.


Beberapa rombongan yang diajak berangkat yaitu KH Miftachul Ahyar, KH Asep Burhanuddin, KH Abdul Hakim dan saya, sementara yang lain yang muda-muda seperti KH Zaim, KH M. Zed, KH Nafi ditinggal di sana untuk mengurus beberapa agenda pertemuan antara lain menyelesaikan pemalsuan kitab Manahijul Imdad karya KH Ihsan Jampes oleh Penerbit Beirut. 


Tengah kegelapan malam itu saya segera berkemas berangkat menuju Syria satu mobil dengan Kiai Hasyim dan Ibu Nyai Muthmainnah. Sementara Kiai Miftah dan kiai yang lain naik mobil satunya lagi. Selama meninggalkan kota Beirut semuanya diam mencekam, lelah, dan mengantuk. Menjelang pagi sudah sampai di perbatasan Lebanon-Syria untuk mengurus visa. 


Dari perbatasan menuju kota Damaskus itu suasana menjadi lebih aman dan semuanya merasa lega. Saat itulah Kiai Hasyim Muzadi mulai bercerita kepada saya mengenai pertemuannya dengan Sayid Hassan Nasrallah di sebuah tempat yang dirahasiakan, untuk menjaga keamanan sang tokoh.


Saat keduanya bertemu, Sayyid Hasan Nasrallah langsung berdiri menyambut. 


“Selamat datang, Saudaraku di Markas Hizbullah. Semoga Allah melindungi selalu,” ungkapnya. 


“Selamat bertemu Sahabatku. Saya juga dari Hizbullah Indonesia,” jawab Kiai Hasyim sambil tersenyum. 


“Alhamdulillah kita-sama-sama Hizbullah. Masyaallah” sahut Nasrallah. 


Candaan Kiai Hasyim itu membuat Sayyid Hasan Nasrallah keheranan.


“Apa benar di Indonesia ada Hizbullah,” tanya Sayyid Hasan Nasrallah. 


“Benar,” jawab Kiai Hasyim, “pasukan Hizbullah yang dibentuk para ulama itulah yang berhasil membebaskan Indonesia setelah dijajah Belanda selama 350 tahun,” sambungnya.


“Bagaimana mungkin Islam Sunni Indonesia yang moderat bisa melahirkan pasukan jihad yang militan,” tanya Sayyid Hasan Nasrallah keheranan. 


“Kaum Sunni memaknai jihad secara luas seperti mengembangkan pendidikan, kesejahteraan rakyat, tetapi kalau diperlukan kami juga siap jihad dengan senjata di medan perang. Oleh karena itu Ketika penjajahan berlangsung, KH Hasyim Asy’ari Rais Akbar Nahdlatul Ulama mengeluarkan Resolusi Jihad, mewajibkan setiap Muslim untuk berperang membela negara,” jelas Kiai Hasyim.


“Pasukan santri yang terdiri dari Hizbullah dan Sabilillah melaksanakan seruan jihad itu sehingga terjadi perang semesta yang bisa mengusir penjajah. Tetapi jihad di kalangan Sunni dibatasi tempat dan waktunya. Diwajibkan jihad hanya yang berada dalam radius 90 KM dari pusat penjajahan. Waktunya dibatasi yaitu selama penjajah itu masih bercokol di sana. Ketika penjajah sudah pergi, maka jihad (perang) dianggap selesai, berganti pada jihad yang lain yaitu mengentaskan kemiskinan dan membebaskan dari keterbelakangan,” jelas Kiai Hasyim lagi.


Sayyid Hasan Nasrallah memperhatikan serius.


“Bagaimana bisa Indonesia negeri yang sangat jauh, tetapi Islamnya terbesar di dunia?” Sayyid Hasan Nasrallah


“Itu berkat dari jihad yang dilakukan para ulama yang tergaung dalam Wali Songo. Mereka berjihad dengan melakukan pendidikan masyarakat dan mengangkat harkat mereka sehingga Islam menarik tidak hanya di kalangan rakyat biasa, tetapi juga kalangan bangsawannya. Jihad dengan sedang hanya dilakukan terhadap penjajahan sementara jihad dilakukan sepanjang masa melalui dakwah dan pendidikan.”


Kemudian Sayyid Hasan Nasrallah menceritakan tentang perjuangan bangsa Arab dan umat Islam secara keseluruhan gagal melawan Israel karena dilanda perpecahan, baik karena akidah atau ideologi. Sayyid Hasan Nasrallah berharap Indonesia bisa menjadi mediator untuk menyatukan mereka. Penyelamatan dunia Islam khususnya penyelamatan Aqsha adalah tanggung jawab bersama.


Sebelum berpisah Sayyid Hassan Nasrallah minta tolong kepada KH Hasyim Muzadi; pertama berharap Indonesia terus menjadi mediator penyatuan dunia Islam. Kedua, agar selalu waspada terhadap propaganda Barat yang mendiskreditkan dan memecah-belah dunia Islam. Ketiga, meminta untuk menjelaskan pada dunia bahwa Hizbullah bukan teroris, melainkan pejuang murni untuk membela kedaulatan bangsa Arab dari pendudukan Israel. Pesan tersebut sebenarnya sangat sejalan dengan misi yang diperjuangkan oleh Kiai Hasyim Muzadi sebagai memimpin ICIS. 


Tidak terasa kami sampai di Ibu Kota Damaskus pas waktu subuh. Istirahat sebentar di sebuah penginapan. Di sana telah menyambut beberapa mahasiswa Indonesia yang belajar di sana, salah satunya adalah Gus Hilmi, putera KH Hasyim Muzadi. Sekitar pukul 06.00 Ibu Nyai Muthmainnah sudah menyediakan sarapan dengan menu ala Indonesia. Padahal sejak semalaman belum istirahat. 


Selama di Syria rombongan pada para ulama besar seperti Syekh Hassan, Syekh Wahbah Zuhaili dan Syekh Ramadhan Al-Buthi. Saat ke Syekh Wahbah, kami dihadiahi beberapa kitab karya beliau. Sementara saat sowan ke Syekh Hassan beliau menyatakan keheranan, kenapa banyak mahasiswa Indonesia belajar agama ke Syria, padahal ulama Indonesia jauh lebih alim ketimbang ulama Syria. 


“Tidak, Syekh,” jawab Kiai Hasyim, “justeru Syria adalah gudangnya ulama alim yang kitabnya sudah tersebar sampai Indonesia.” 


Selain itu kami berziarah ke makam Imam Nawawi saat itu masih utuh dinaungi pohon purba yang rindang. Setelah Syria diserbu ISIS, makam tersebut diratakan dengan tanah. Begitu pula banyak ulama termasuk Syekh Ramadhan Al-Buthi dibom oleh para ekstremis Islam.


Berkaitan dengan hal persatuan dan kerukunan itu, maka setiap pertemuan baik di forum seminar atau forum jamuan satu hal yang disampaikan KH Hasyim Muzadi adalah beragama dan bernegara model strategi budaya para wali di Indonesia dalam membantu negara; memperkenalkan aktivitas umat Islam dan memperkenalkan ideologi pemersatunya yaitu Pancasila. Kerukunan itulah yang memungkinkan negara bisa membangun dan pendidikan dan budaya Islam bisa dilaksanakan.

 
KH Abdul Mun’im DZ, sejarawan NU, buku terbaru yang disuntingnya Risalah Pancasila karya KH Asyiq Mukri (santri Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari)