Namun, wabah pertama kali terjadi di Malang, Jawa Timur dan kemudian merembet ke seluruh Pulau Jawa kala itu. Tidak banyak warga masyarakat yang memahami wabah tersebut sehingga kerap rakyat berpasrah diri bahkan hingga mendatangkan orang pintar (baca: dukun) segala. Tetapi hasilnya nihil.
Untuk mengatasi wabah besar Pes di Jawa tahun 1911-1926 yang merenggut sekitar 120.000 jiwa itu, pemerintah kolonial Hindia-Belanda menjalankan program pembongkaran hampir sejuta rumah. Rumah dibongkar di bagian atap, dinding anyaman, dan menutup lubang bambu tempat tikus bersembunyi.
Gerak cepat pemerintah kolonial dalam menangani Pes ini tidak terlepas dari pengalaman tragis orang-orang Eropa yang terjangkit wabah serupa pada ke-14. Historia mencatat, wabah Pes telah membunuh sekitar 60 persen populasi di Eropa pada waktu itu.
Dahulu, pengobatan berdasarkan mantra spiritual untuk menghadapi Pes ini tidak hanya dilakukan di Indonesia, tetapi juga dilakukan orang-orang Eropa di London dengan menggunakan jimat. Saat itu, mereka berupaya menelusuri sumber dari penyakit mematikan ini. Sebelumnya, para penduduk menggunakan lintah untuk menyedot keluar darah kotor dari tubuh. Sebagian lagi memakai spons yang dibasahi dengan cuka. Namun hasilnya nihil.
Dikutip dari Tirto, warga London akhirnya mulai mencari siapa yang harus bertanggungjawab atas kematian massal ini. Mereka mulai mengaitkan wabah mematikan tersebut dengan Perang Sipil Inggris (1642-1651) hingga melintasnya komet di langit London pada Desember 1664.
Namun, setelah ditelusuri secara mendalam, sumber masalahnya ternyata ada di sekeliling mereka: fasilitas sanitasi yang jadi sarang tikus got untuk berkembang biak dan berkeliaran. Tikus itu membawa kutu yang ditunggangi bakteri Pestis Yersinia. Akibat gigitan kutu pada manusia inilah penyakit pes bubo atau sampar menjadi wabah mematikan.
Wabah pes 1665 di London adalah gelombang kedua dari wabah serupa yang pernah melanda seantero Eropa pada abad ke-14. Dikenal dengan peristiwa Maut Hitam (Black Death), antara 1347-1351, wabah pes menjadi salah satu pandemi paling mematikan dalam sejarah umat manusia dengan korban 75 juta hingga 200 juta jiwa.
Di Indonesia, wabah pes terakhir kali terdeteksi pada 2007 ketika ditemukan 82 kasus di wilayah Kabupaten Pasuruan (Jawa Timur), Kabupaten Sleman (DI Yogyakarta), Kabupaten Boyolali (Jawa Tengah), dan Ciwidey (Jawa Barat).
Pes masih tetap eksis kendati sedikit. Badan kesehatan dunia WHO mencatat, sepanjang 2010-2015 lalu ada 3.248 kasus Pes di dunia dengan 584 kematian. Epidemi paling parah terjadi di Kongo, Madagaskar, dan Peru.
Jika ditarik dari akar penyebab wabah yang pernah menghampiri Indonesia dan warga dunia, hewan merupakan semacam ‘media tanam’ bagi virus sebelum menyerang manusia. Tercatat, virus mematikan pernah menyebar seperti SARS, MERS, juga Ebola.
Pada 16 November 2002, kasus pertama penyakit pernapasan akut terjadi di Kota Foshan, Provinsi Guangdong, Cina. Ketika itu tenaga medis di Cina gagal mendeteksi jenis penyakit yang kemudian mewabah di dunia. China jadi titik tolak penyebaran Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) ke lebih dari 25 negara di seluruh dunia.
SARS merupakan virus menular yang berkembang dari penampungan hewan, seperti kelelawar, kemudian menyebar ke hewan lain seperti kucing dan musang, lalu ditularkan ke manusia. SARS amat menyita perhatian dunia. Sejak mulai muncul pada 2002 sampai 2003, virus ini meluas hingga 26 negara dan 8.000 kasus dilaporkan akibat SARS dan membunuh hampir 800 orang di seluruh dunia.
Begitu juga dengan Mers (Middle East Respiratory Syndrome). Virus yang pertama kali muncul di Arab Saudi pada 2012 ini juga menyerang saluran pernapasan.
Menurut laporan WHO, MERS menginfeksi ribuan orang di lebih dari 26 negara dan sekitar 35 persen orang yang terinfeksi MERS meninggal. Sekitar 2.494 kasus dilaporkan terkait MERS, termasuk 858 sudah meninggal dunia. Sebagian besar kasus MERS terjadi di Saudi Arabia.
Belum genap satu dekade atau 10 tahun, dunia kembali digegerkan virus yang juga menyerang saluran pernapasan. Virus jenis corona yang awalnya dinamakan 2019-nCov kemudian pada perkembangannya dinamakan virus corona baru atau Covid-2019 pertama kali ditemukan di Wuhan, Provinsi Hubei, China.
Penyebaran virus corona baru ini terbilang cepat. Sejak pertama kali ditularkan, hingga saat ini WHO melaporkan ada sekitar 64 negara yang terjangkit virus ini, termasuk di Indonesia yang menemukan 2 kasus.
Jumlah kasus positif infeksi virus corona Covid-19 masih terus bertambah di seluruh dunia. Selain itu, angka kematian teru bertambah dan mengalami peningkatan signifikan di beberapa negara.
South China Morning Post melansir, hingga Senin (2/3) lalu total kasus infeksi virus corona yang telah tercatat di seluruh dunia sebanyak 88.227 kasus. Dari kasus-kasus tersebut, ada 3.006 kematian yang terjadi di seluruh dunia dengan jumlah pasien sembuh sebanyak 41.997.
Penulis: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
250 Santri Ikuti OSN Zona Jateng-DIY di Temanggung Jelang 100 Tahun Pesantren Al-Falah Ploso
Terkini
Lihat Semua