Cinta Mbah Kiai Ahmad Umar bin Abdul Mannan Solo kepada Rasulullah SAW tidak saja diwujudkan dengan mengikuti sunnah-sunnah beliau tetapi juga dengan bacaan-bacaan shalawat. Hal ini dapat kita temukan dalam beberapa karya syiir beliau yang antara lain berjudul “Kanjeng Nabi”.
Syiir ini diawali dengan intro shalawat dan kemudian diikuti dengan bait-bait dalam bahasa Jawa berisi kisah Rasulullah SAW di masa kecilnya.
Berikut bunyi lengkap syiir berbahasa Jawa tersebut sekaligus terjemahannya yang dikutip dari buku Kumpulan Syair, Shalawat & Pujian-pujian Mangkuyudanan (Jakarta Pusat: Pustaka Mediatama, 2003), cetakan 8, halaman 20, yang disunting Ahmad Iftah Sidik:
Kanjeng Nabi
اللـَّـهُمَّ صَـلِّ وَسَــلِّمْ عَلَى سَيِّدِناَ وَمَوْلَانَا مُحَـــــمَّدٍ
عَدَدَ مَا فِي عِلْمِ اللهِ صَلَاةً دَائِمَةً بِدَوَامِ مُلْكِ اللهِ
Masya Allah gedhe temen tho cobane
Masya Allah lelakone mesaake
Ing nalika kondure sangka Madinah
Ana ndalan njur gerah Siti Aminah
(Masya Allah sungguh besar cobaannya
Masya Allah mengharukan riwayatnya
Ketika kembali dari kota Madinah
Di perjalanan sakit Bunda Aminah)
Gerah panas ora suwe nuli seda
Njur dikubur ana penduduk ing desa
Desa kang kanggo leren jenenge Abwa
Lan dikubur uga ana ing desa Abwa
(Bunda wafat setelah sakit tak lama
Lalu dimakamkan oleh warga desa
Desa tempat Bunda singgah bernama Abwa
Di Abwa pula tempat dimakamkannya)
Siti Aminah sak wuse dikuburake
Gusti Nabi lan Ummu Aiman bature
Padha budhal kanthi penggalihe susah
Wektu limang dina lagi tekan ngomah
(Setelah Bunda Aminah dimakankam
Lalu Nabi dan Ummu Aiman sang Emban
Dengan sedih melanjutkan perjalanan
Sampai rumah lima hari kemudian)
Gusti Nabi kundure karo bature
Tekan ngomah gusti sowan ing eyange
Ingkang eyang kaget getir lan sungkawa
Barang ngerti yen Siti Aminah seda
(Nabi pulang bersama sang pengasuhnya
Sampai rumah Nabi menghadap kakeknya
Sang kakek terkejut dan berduka cita
Mendengar bunda Nabi telah tiada)
Gusti Nabi dikekep lan diambungi
Waspane dleweran lan dingendikani
Oh ngger putuku wis pestine awakmu
Isih cilik ditinggal rama ibu
(Lalu Nabi dipeluk dan diciumnya
Seraya menangis kakeknya berkata
Duhai cucuku mungkin sudah takdirmu
Masih kecil ditinggal ayah ibumu)
Oh ngger atimu aja keranta-ranta
Aku eyangmu kang dadi ganti bapa
Sandang panganmu aku sing mikirake
Nggonmu seneng atimu ditentremake
(Duhai cucuku jangan sedih hatimu
Aku kakek yang menggantikan ayahmu
Sandang panganmu menjadi tanggunganku
Bergembira dan tentramkanlah hatimu)
Gusti Nabi nalika nderek eyange
Durung tahu pisan wae nggelaake
Sebab Gusti becik banget pekertine
Tata krama sregep lan keresi’ane
(Katika Nabi ikut dengan kakeknya
Tak pernah beliau mengecewakannya
Sebab akhlak Nabi sangatlah mulia
Sopan santun, rajin, dan selalu bersih)
Bagi kebanyakan orang Solo, khususnya para santri dan warga NU, karya ini tidak asing bagi mereka. Semenjak Mbah Kiai Umar wafat pada tahun 1980, syiir ini banyak diperdengarkan oleh beberapa kelompok rebana di kota Solo seperti Grup Ayyada dibawah pimpinan Ahmad Zainudin, seorang alumni Pondok Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan Surakarta. Di musim peringatan Maulid seperti sekarang ini, syiir ini biasa dilantunkan oleh grup rebana yang tergabung dalam JAMURI-- jamaah ibu-ibu pecinta Rasulullah SAW di Solo.
Untuk melantunkan syiir ini tidak sulit. Jika anda bisa melantunkan “Tombo Ati” yang dibawakan Opick, anda tentu bisa melantunkan syiir karya Mbah Umar ini dengan mudah karena dari awal hingga akhir memiliki kesamaan lagu di bagian chorus atau reff dalam lagu “Tombo Ati” sebagai berikut:
اللـَّـهُمَّ صَـلِّ وَسَــلِّمْ عَلَى سَيِّدِناَ وَمَوْلَانَا مُحَـــــمَّدٍ
عَدَدَ مَا فِي عِلْمِ اللهِ صَلَاةً دَائِمَةً بِدَوَامِ مُلْكِ اللهِ
Lewat syiir ini Mbah Kiai Umar mengajak kita mengetahui sejarah masa kecil Nabi Muhammad SAW yang amat mengharukan. Tentu beliau tidak bermaksud mengajak kita bersedih hati. Beliau ingin menggugah kita menjadi orang sabar dan bersyukur atas apa pun nasib hidup yang kita alami. Mbah Umar bermaksud menunjukkan kepada kita keteladanan Nabi Muhammad SAW bahwa meskipun beliau mengalami penderitaan yang luar biasa sebagai yatim piatu di masa kecilnya, namun kesemua itu bukan hambatan untuk menjadi anak saleh, berbudi pekerti luhur, rajin bekerja dan selalu menjaga kebersihan lahir batin sebagaimana diuraikan dalam bait terakhir syiir ini.
Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta