Makam Syekh Nawawi Al-Bantani yang Basah oleh Doa Peziarah
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:15 WIB
Jamaah haji asal Indonesia sedang berziarah di makam Syekh Nawawi Al-Bantani di Ma'la, Makkah (Foto: Alhafiz Kurniawan/NU Online)
Alhafiz Kurniawan
Penulis
Makkah, NU Online
Ustadz Mahbub Marzuki, pendamping ibadah haji khusus dari Cipete, Jakarta Selatan itu berusaha bangun dari duduknya di makam KH Maimoen Zubair (1928-2019 M) ketika matahari sedang berkemas selepas Shalat Ashar pada Sabtu sore 22 Juni 2024.
Ustadz Mahbub Marzuki ialah satu dari puluhan peziarah makam Ma'la yang hanya berjarak 1 km dari kawanan burung merpati di pekarangan Masjidil Haram, Makkah. Ia tidak sendiri. Ia membawa serta belasan jamaahnya dalam ziarah ini.
Sorotan cahaya matahari yang hangat dan lembut pada taman makam Ma'la itu membuat kerinduan Ustadz Mahbub pada orang-orang saleh yang dikuburkan di sana semakin menggebu.
Ustadz Mahbub yang juga penyuluh agama Islam Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan, merangkul dan membawa saya ke arah kubur istri Rasulullah, Siti Khadijah ra.
"Ayo naik," katanya mengajak saya naik coaster Ma'la.
Sampai di makam Siti Khadijah ia turun dari mobil dan membimbing jamaahnya untuk melebur bersama peziarah dari Bangladesh dan Turki.
Ia memimpin jamaahnya berdoa dan membaca kalimat thayyibah di makam Siti Khadijah ra yang hanya bisa dilihat dari balik dinding dengan jendela kaca yang mengelilinginya.
Di hadapan saya, dia bersyukur kepada Allah yang selalu menyempatkan jamaah yang dibawanya ke Ma'la.
"Alhamdulillah bukan hanya haji. Setiap umrah kami selalu mengagendakan datang ke tempat ini. Biasanya tradisi kita itu masyarakat NU ziarah ke makam orang saleh apalagi sekaliber Syekh Nawawi Al-Bantani, Mbah Maimoen, dan luar biasanya lagi Sayyidatuna Khadijah ummahatul mukminin, istri pertama dari baginda Rasulullah yang mana beliau tidak bisa move on sampe akhir hayatnya. Luar biasa mudah-mudahan kita semua dapat berkahnya," kata Ustadz Mahbub dengan suara serak setelah puncak haji karena harus memimpin doa manasik jamaahnya.
Ia menambahkan, di samping keberkahan juga banyak pelajaran-pelajaran yang dapat diambil. Biasanya sebelum ziarah ia informasikan dulu kepada jamaah keistimewaan orang yang diziarahi.
"(Ini penting) supaya jamaah tidak banyak bertanya lagi, langsung mengerti kenapa kita perlu ziarah ke makam mereka ini. Jadi profil mereka diterangkan diawali lebih dahulu," kata Ustadz Mahbub.
Pada hakikatnya ziarah kubur itu mubah, kata Ustadz Mahbub menjelaskan. Tapi untuk ziarah kubur orang-orang saleh kita sangat dianjurkan. Di samping ziarah kubur itu sendiri adalah tudzakkirukumul mauta mengingatkan mereka pada kematian.
"Bagaimana kita bisa seperti mereka yang sudah meninggal keharumannya semakin meningkat bukan semakin redup. Itu yang dapat kita ambil pelajaran supaya kita pun mudah-mudahan bisa menjadi seperti mereka," katanya.
Ia lalu mengajak saya berjalan kaki menuju makam Syekh Nawawi Banten yang juga berada di Ma'la. Dengan napas terengah ia menuruni makam Siti Khadijah ra lalu menyusuri lorong tembusan bawah jalan raya yang menghubungkan kompleks makam yang terpisah oleh jalan raya arah pasar Ka'kiyah, surga belanja oleh-oleh bagi jamaaah haji dan umrah.
"Untuk makam Syekh Nawawi Al-Bantani, blok nomor 25 arah berlawanan dari makam Siti Khadijah, lurus, belok kanan. Agak nanjak terjal sedikit. Kalau body kayak saya agak kesulitan. Tapi dengan semangat yang keras kesulitan menjadi tidak ada artinya," kata Ustadz Mahbub yang bertubuh gempal.
Kontur permukaan makam Ma'la tidak rata seperti taman makam di Jakarta, misal TPU Tanah Kusir atau TPU Karet Bivak. Kontur Ma'la cenderung miring karena memang berada di kawasan bukit berbatu. Demikian juga jalan-jalan yang menghubungkan antarblok makam. Yang konturnya rata hanya blok pada makamnya yang memuat puluhan makam pada setiap bloknya.
Setelah sedikit usaha memanjat blok 25 yang tingginya sepinggang dari jalan, Ustadz Mahbub kemudian mendekati satu-satunya makam di Ma'la dengan gundukan pasir layaknya makam di Tanah Air karena sisanya rata satu blok. Sementara setiap makam di Ma'la hanya ditandai batu sebesar lengan tanpa catatan nama dan tahun lahir serta tahun wafat. Hanya batu.
Ia menyirami makam paling pojok yang hanya selisih 4 makam dari jalan kompleks Ma'la dengan beberapa botol air yang telah dia dan rombongan jamaahnya siapkan dari hotel.
Pasir pada permukaan makam ulama itu tampak basah oleh siraman air sebagaimana butir-butir amal saleh berupa ilmu bermanfaat dari kitab-kitab karya Syekh Nawawi yang masih dipelajari dan dirujuk lebih dari 100 tahun dan terus mengalir menambah catatan amalnya.
Siapa tidak kenal ulama kelahiran Tanara, Banten, Syekh Muhammad Nawawi bin Umar Al-Bantani Al-Jawi pada 1813 M?
Ulama prolifik yang karyanya sampai saat ini dibaca oleh dunia pesantren dan perguruan tinggi Islam wafat di Makkah dan dimakamkan di Ma'la pada 1897 M.
Makam ulama yang hidup 84 tahun ini tidak pernah sepi peziarah. Ziarah kubur ulama yang bergelar Sayyid Ulama Hijaz digemari jamaah haji dan jamaah umrah terutama asal Indonesia dan juga para pelajar Indonesia di Timur Tengah.
Salah satu kontribusi penting Syekh Nawawi Al-Bantani dalam relasi kehidupan berbangsa hari ini tampak pada pendapatnya yang tidak mempertentangkan dan tidak menghadap-hadapkan regulasi dalam hukum positif dan hukum agama.
Putusan Munas NU 2019 merujuk pandangan Syekh Nawawi Al-Bantani bahwa hukum positif seperti produk Undang-Undang atau kebijakan negara yang lahir dari proses politik modern adalah bagian dari kesepakatan anak bangsa. Kebijakan negara secara fiqih dilihat, apakah bertentangan dengan nilai-nilai Islam atau tidak.
Jika produk undang-undang atau kebijakan negara tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam, maka ia bersifat mengikat (mulzim syar’i) dan wajib ditaati.
Artinya, “Ketika seorang pemimpin pemerintahan memerintah perkara wajib, maka kewajiban itu makin kuat, bila memerintahkan perkara sunnah maka menjadi wajib, dan bila memerintahkan perkara mubah, maka bila di dalamnya terdapat kemaslahatan publik, maka wajib dipatuhi seperti larangan untuk merokok. Berbeda bila ia memerintahkan perkara haram, makruh atau perkara mubah yang tidak mengandung kemaslahatan publik, -maka tidak wajib dipatuhi-.“ (Muhammad Nawawi bin Umar Al-Jawi, Nihayatuz Zain Syarh Qurratul ‘Ain, Beirut: Darul Fikr, halaman 112).
Meski berkutat dengan pemikiran mazhab Syafi'i, Syekh M Nawawi Al-Bantani tidak terjebak dalam fanatisme buta bermazhab. Salah satu pelajaran penting yang dapat ditarik dari pemikirannya ialah fleksibilitasnya dalam bermazhab yang membolehkan perpindahan mazhab atau bahkan penggabungan dua mazhab dalam satu masalah sejauh tidak bertentangan dengan pandangan ijmak, suatu konsensus yang telah disepakati ulama.
Artinya: “Soal perpindahan dari satu ke lain mazhab–meski tidak secara keseluruhan satu rangkaian ibadah–, ulama memiliki tiga pendapat mengenai hukumnya. Sebagian ulama melarang secara mutlak. Sebagian ulama lagi membolehkan secara mutlak. Sebagian ulama lain lagi membolehkannya selama tidak menghasilkan formulasi hukum yang bertentangan dengan ijmak. Apabila bertentangan dengan ijmak, maka perpaduan mazhab dilarang seperti perkawinan tanpa mas kawin, tanpa wali, dan tanpa saksi. Sungguh perpaduan semacam itu tidak diperbolehkan oleh seorang pun dari kalangan ulama. (Syekh M Nawawi Al-Bantani, Ats-Tsimarul Yani’ah fi Riyadhil Badi’ah, [Mesir-Dar Ihya` al-Kutub al-‘Arabiyyah: tanpa catatan tahun], halaman 13).
Selesai membaca tahlil dan doa, Ustadz Mahbub kembali menyiram makam Syekh Nawawi Al-Bantani dengan beberapa botol air persis sesaat sebelum meninggalkan makam ulama besar tersebut.
Syekh Nawawi hidup di hati umat Islam Indonesia. Begitu besar pengaruh Syekh Nawawi terutama bagi masyarakat muslim di Indonesia dan pegiat kajian keislaman dari berbagai negara.
Makamnya basah oleh doa dan air yang dibawa peziarah. Mulut kiai, santri, dan akademisi perguruan tinggi Islam juga selalu basah oleh namanya yang harum dan abadi.
Buah pikiran pada karya-karyanya yang tidak kurang dari 30 judul mewarnai alam pikir Muslim Nusantara yang sampai sekarang masih mengakses karyanya berupa tafsir Alquran, hasyiyah dan syarah (anotasi) tauhid, fiqih, hadits serta tasawuf dengan berbagai judul, dan juga nasihat keagamaan.
"Kami tetap mengharapkan mereka masyarakat Indonesia respect terhadap orang-orang saleh ini sesudahnya sama dengan ketika beliau-beliau masih hidup. Mohon doanya semoga lancar," kata Ustadz Mahbub menutup percakapannya dengan saya.
Ia melompat dari makam blok 25 yang tingginya sepinggang dari permukaan jalan. Segera saya pun menyusul mengikutinya ke arah jalan raya.
Kami pun beranjak meninggalkan Ma'la langkah demi langkah menuju angkutan masing-masing yang menunggu kami di tepi jalan.
Dengan bermandikan cahaya hangat dan lembut matahari yang semakin surut, kami pun hilang tertelan oleh keramaian lalu lalang jamaah haji dari berbagai negara, gemerlap lampu malam Kota Makkah yang baru menyala, dan raungan menderu bus-bus shalawat yang mengantar jamaah haji dari hotel ke Masjidil Haram dan sebaliknya selama 24 jam.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua