Internasional HAJI 2023

Mereka yang Bertumbangan Sepulang dari Masjid Nabawi

Jumat, 2 Juni 2023 | 16:15 WIB

Mereka yang Bertumbangan Sepulang dari Masjid Nabawi

Tim Kesehatan PPIH Arab Saudi menangani pasien yang baru saja tiba di Makkah pasca-periode Arbain, Kamis (1/6/2023)

Makkah, NU Online
Supolo (64) terbaring lemah saat empat anggota tim kesehatan datang memeriksa, Kamis (1/6/2023) malam waktu Arab Saudi. Napasnya tersengal-sengal. Meski masih sadar, pria asal Purwodadi, Jawa Tengah, ini hampir selalu memejamkan mata. Istri di sebelahnya menangis.

 

Beruntung, tim kesehatan yang tergabung dalam Panitia Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi bergerak sigap. Mereka segera memberi pertolongan pertama: mendiagnosis, lalu mengalirkan cairan infus melalui pembuluh darah lengan kanan.

 

Setengah jam kemudian, Supolo tampak digotong naik ambulans untuk dirujuk ke Klinik Kesehatan Haji Indonesia. Tenaga medis mendeteksi adanya gejala peonomia, peradangan akut paru-paru yang disebabkan oleh infeksi sehingga butuh penanganan intensif.

 

Satu lantai di bawah kamar Supolo, Nasoka (66) asal Grobogan, Jawa Tengah, juga tergeletak di kasur. Gejalanya mirip. Ada sesak napas, ditambah gejala dehidrasi parah. Sambil setengah melihat, ia berbicara lirih tiap ditanyai petugas kesehatan.

 

Menurut Hisbullah, rekan sekamarnya, Nasoka sempat menjalani ibadah Arbain atau shalat fardhu berjamaah sebanyak empat puluh kali di Masjid Nabawi, Madinah. Namun, kondisi fisiknya menurun di hari kelima. Ia batuk-batuk dan sempat pula diinfus selama tiga hari di sana.

 

“Makannya juga susah. Dua-tiga suap berhenti. Ya namanya kita butuh nutrisi, kalau enggak makan, ya kan kita tahu sendiri akibatnya apa,” katanya saat menemani sahabatnya itu di Jawharat Al Tawheed Hotel, Makkah.

 

Sebagaimana Supolo, Nasoka begitu bersemangat menunaikan ibadah Arbain. Jarak Masjid Nabawi dari pemondokan sekitar 300-500 meter. Ini belum termasuk luas masjid yang mencapai lebih dari 100 ribu meter persegi. Jalan kaki bolak-balik di bawah terik suhu 40-45 derajat celcius memang membuat sebagian jamaah, terutama lansia, rentan tumbang.

 

Antisipasi Kelelahan
Supolo dan Nasoka hanyalah dua dari hampir 1.900 jamaah haji Gelombang I yang hari itu bergerak menuju Makkah. Setelah 8-9 hari di Madinah, seluruh jamaah gelombang pertama akan memasuki Masjidil Haram untuk menunaikan umrah wajib dengan mengambil miqat di Bir Ali.

 

Jamaah yang sakit mau tidak mau harus menunda umrah wajibnya hingga kondisinya betul-betul memungkinkan.

 

Data Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), Jumat (2/6/2023), pukul 06.00 WAS melaporkan, sejak jamaah gelombang pertama datang pada 24 Mei lalu, sudah ada 8 orang meninggal dunia dan 65 orang dirawat di Klinik Kesehatan Haji Indonesia dan rumah sakit Arab Saudi. Dari total pasien tersebut, 63 adalah jamaah yang sedang berkesempatan menjalani ibadah Arbain, sementara dua lainnya adalah jamaah pasca-Arbain.

 

Kepala Seksi Kesehatan Daerah Kerja Makkah, A. Ardjuna mengatakan, jamaah yang mengalami masalah kesehatan saat tiba di Makkah kemungkinan karena faktor kelelahan di perjalanan, bisa pula karena sebelumnya jamaah beraktivitas berlebihan selama di Madinah.

 

“Jamaah yang saat ini masih di Madinah diharapkan memperhatikan betul waktu istirahat. Harus ada jeda yang cukup sebelum menunaikan aktivitas lain. Juga jangan memaksakan diri,” ujarnya saat ditemui di Sektor 10/05, Makkah, Kamis.

 

Menurutnya, manajemen istirahat sangat krusial karena berpengaruh pada ritme kerja fisik. Jamaah yang tak pandai mengatur jeda dikhawatirkan mengalami gangguan kesehatan sebelum puncak haji tiba.

 

“Bagi jamaah yang sudah tiba di Makkah, tolong perhatikan timing (waktu istirahat, red). Jangan buru-buru menunaikan umrah wajib bila merasa kondisi belum prima,” imbaunya.

 

Serba Jalan Kaki dalam Ibadah Haji
Melalui aplikasi Kesehatan Apple yang disediakan App Store, NU Online mengukur total jarak dan langkah kaki yang dibutuhkan untuk tawaf dan sa'i, dua rukun umrah dan haji yang harus dijalani tiap jamaah. Hasilnya, total tempuh mencapai sekitar 6 kilometer untuk tujuh kali mengelilingi Ka'bah ketika tubuh berjarak 3-5 meter dari Ka'bah, dengan total langkah kaki di angka sekitar 8.000. Semakin menjauh dari Ka'bah, semakin besar total kilometer keliling dan jumlah langkah yang dihasilkan.

 

Sementara sa'i, dengan jarak Shafa-Marwa kurang lebih 450 meter, membutuhkan panjang tempuh sekitar 3 kilometer atau sekira 4.000 langkah kaki. Dengan demikian, beban jarak dan langkah kaki yang mesti ditempuh jamaah hanya untuk tawaf dan sa'i bisa tembus di angka 9 kilometer atau sekitar 12.000 langkah kaki. Dalam periode puncak haji yang padat jamaah, total ini sangat mungkin naik. Ini belum menghitung total tempuh jalan kaki dari dan ke terminal, jalan kaki ke toilet, atau lainnya.

 

Tawaf dan sa'i pada umrah wajib barulah permulaan. Jamaah harus melakukannya lagi selepas wukuf, mabit di Muzdalifah dan Mina, serta lempar Jumrah. Inilah periode kritis itu.

 

Ketua PPIH Subhan Chalid mengatakan, jamaah akan meninggalkan Makkah pada tanggal 8 Dzulhijjah untuk menginap di Arafah. Sore harinya mereka berangkat menuju ke Muzdalifah. Begitu melewati tengah malam, mereka lantas bergerak ke Mina.

 

"Nah, di Mina ini perlu energi karena ada kegiatan lempar jumrah setiap harinya dan tidak ada (kendaraan) angkutan," ujarnya.

 

Konsekuensinya, seluruh jamaah harus serba jalan kaki, minimal dari pemondokan ke tenda Mina. Menurut Subhan, jarak terdekat Mina dengan pemondokan berkisar tiga kilometer. Artinya, jika ditempuh pergi dan pulang, mencapai minimal enam kilometer. Ada pula pemondokan yang berjarak sampai tujuh kilometer, alias 14 kilometer bila ditempuh bolak-balik.

 

Mengingat kebutuhan tenaga yang demikian besar, jamaah diimbau untuk tidak menghabiskan energi untuk ibadah-ibadah sunnah di Masjidil Haram maupun Masjid Nabawi selama menunggu waktu wukuf tiba yang diperkirakan jatuh pada 27 Juni nanti. Puncak haji harus menjadi prioritas.

 

"Tim PPIH sudah siap membantu jamaah. Kami juga sudah berkoordinasi dengan muassasah atau maktab agar mereka juga menyiapkan alat bantu yang bisa meringankan jamaah," pungkas Subhan.

 

Pewarta: Mahbib Khoiron
Editor: Aiz Luthfi