Makkah, NU Online
Setiap pagi di depan hotel yang ditempati para jemaah haji Indonesia, suasana selalu ramai dipadati pedagang yang menjajakan berbagai jenis dagangan. Mayoritas para pedagang yang merupakan para mukimin (penduduk luar yang tinggal di Arab) menjajakan berbagai menu makanan khas Indonesia. Namun beberapa warga Arab Saudi juga ikut berdagang.
Keberadaan para pedagang ini sangat membantu para jemaah yang ingin mengobati rasa kangen makan menu masakan Indonesia. Nasi uduk, nasi goreng, bubur ayam, sampai ketela rebus dan sayur bening tersedia dengan harga terjangkau.
"Harganya sama dengan di rumah. Murah rata-rata sayur sekitar 2 real-an," kata Suparman, jemaah yang tinggal di Hotel 114 kawasan Syisyah yang baru saja membeli sayur bening bayam, Ahad (4/8).
Pasar ini juga menjadi salah satu solusi bagi jemaah yang terbiasa makan sarapan pagi. Pasalnya pemerintah memberi jatah makan dua kali yakni siang dan malam. Untuk pagi, jemaah tidak disediakan nasi namun disediakan kueh untuk menambah tenaga.
Berdasarkan pantauan NU Online, pasar ini dimulai saat para jemaah sudah berdatangan dari Masjidil Haram melaksanakan shalat shubuh. Sekitar 7 sampai 10 pedagang sudah menggelar dagangannya.
Perbedaan bahasa tidak menjadi kendala para jemaah dalam berkomunikasi dan bertransaksi. Bagi jemaah yang tidak bisa berbahasa Arab atau Inggris cukup menggunakan bahasa isyarat dan transaksi pun bisa sukses berjalan.
Kendala perbedaan mata uang juga tidak menjadikan masalah. Beberapa pedagang menerima pembelian baik menggunakan uang real maupun rupiah Indonesia.
Selain makanan, pasar pagi ini juga menyediakan beberapa pernak-pernik khas Arab yang bisa dijadikan oleh-oleh para jemaah untuk para saudaranya di tanah air. Baju, sajadah, cincin, gelang, kurma, dan berbagai cinderamata khas arab dijual dengan harga terjangkau.
"Saya beli sajadah ini kalau dirupiahkan sekitar 30 ribuan. Saya beli di Indonesia juga segitu," kata salah satu jemaah dari Sumatera Utara yang memborong 5 lembar sajadah sekaligus untuk oleh-oleh keluarganya di Medan. (Muhammad Faizin)