PCINU Belanda Ungkap Pentingnya Pesantren Kelola Limbah Air
Selasa, 13 Desember 2022 | 11:30 WIB
PCINU Belanda berbicara tentang pentingnya pengelolaan limbah air melalui zoom meeting. (Foto: YouTube NU Belanda)
Afina Izzati
Kontributor
Jakarta, NU Online
Alumnus Water Supply Engineering, IHE Delft Institute for Water Education Belanda, Azewar Tamamun Sani, mengajak pesantren untuk dapat mengelolaan limbah air sebagaimana yang ada diterapkan di Jerman. Di negara itu, air bekas mencuci atau mandi disaring menggunakan kolam yang ditanami alang-alang sehingga air yang telah melewatinya menjadi bening.
“Bayangkan jika di pesantren dengan jumlah santri ribuan, bekas airnya bisa dikelola dengan mekanisme tersebut. Air bekasnya jangan langsung dilarikan ke sungai. Tapi diolah dulu agar dapat digunakan lagi,” tuturnya dalam webinar bertema Mengelola Air Melestarikan Kehidupan, yang disiarkan langsung melalui YouTube NU Belanda, Sabtu (10/12/2022).
Ia mengaku beberapa kali telah membagikan informasi tersebut kepada pengurus pesantren yang akhirnya membuat mereka tertarik. “Bukankah dzalim kalau airnya langsung dibuang ke sungai jika ternyata bisa dikelola dengan mekanisme seperti tadi,” ujar Pengurus PCINU Belanda itu.
Menurut dia, Indonesia memiliki hampir 30.000 pesantren, sehingga butuh data kolektif untuk tata kelola air yang baik. Oleh karena itu, ia mendukung sistem tata kelola air yang terpusat.
“Pemerintah menyediakan air-air untuk pesantren di seluruh Indonesia, tetapi sambil menunggu waktu itu tiba pesantren harus melakukan tata kelola water supplay dan sanitasi yang bertanggung jawab,” tandas Azewar.
Pada kesempatan yang sama, PhD Candidate Groundwater Restoration and Protection University of Sheffield Inggris, M Idham Effendi mengutip dari tuliskan KH Ali Yafie dengan judul merintis fiqih lingkungan hidup, yang di dalamnya membahas beberapa hal tentang pelestarian lingkungan.
“Pertama, pelestarian dan pengamanan lingkungan hidup dari kerusakannya adalah bagian dari iman. Kualitas iman seseorang dapat diukur dan ditentukan dari sensitivitas dan kepedulian seseorang terhadap kelangsungan lingkungan hidup,” terangnya.
“Kedua, melestarikan dan melindungi lingkungan hidup adalah kewajiban setiap orang yang berakal dan baligh, dan melakukannya dinilai ibadah dan terhitung sebagai bentuk bakti manusia kepada Tuhan,” sambungnya.
Ia menjelaskan bahwa merusak atau abai terhadap lingkungan adalah bagian dari kemusyrikan, karena manusia sebagai khilafah di bumi seharusnya bisa menjaga lingkungan yang ada, bukan justru merusaknya.
“Nabi Muhammad sebenarnya telah banyak memberikan kita contoh untuk menjaga lingkungan, salah satunya tidak melakukan pencemaran lingkungan. Rasulullah saw melarang keras orang yang membuang air besar di jalanan atau di tempat yang sering digunakan untuk berteduh dan juga di sumber-sumber air,” jelasnya.
Ia juga menambahkan, untuk selalu menghemat air suatu ketika Rasulullah saw pernah menegur sahabatnya yaitu Sa'ad, karena berlebihan ketika menggunakan air untuk wudlu meskipun pada saat itu air sedang melimpah.
“Sa’ad yang kebingungan pun bertanya kepada Nabi apakah di dalam wudlu ada berlebih-lebihan? Rasulullah saw menjawab iya walaupun engkau sedang dalam sungai yang mengalir,” pungkasnya.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua