Sebagai negara yang memiliki sebutan negara kincir angin, Belanda memang terasa sejuk dan dingin. Padahal, matahari sudah terlihat sangat terang. Suhu rata-rata di bulan Ramadhan ini 16 derajat Celcius. Jika bepergian mengendarai sepeda, tetap harus memakai jaket dan sarung tangan untuk melidungi dari angin yang dingin. Jika naik mobil, baru akan terasa sekali panasnya. Mungkin sesekali orang Belanda akan mengatakan Anda salah kostum, karena panas-panas kok pakai jaket?
Di awal Ramadhan ini, saya berkesemapatan bersepeda menuju Stadion sepakbola kebanggaan Belanda, Ajax Amsterdam.
Asri, alami, segar, dan sejuk. Bagaikan menghirup oksigen di pegunungan. Itulah rasanya ketika saya menggowes sepeda menuju Stadion Ajax Amsterdam di Biljmer Arena. Suasana nyaman dengan banyaknya pepohonan dan siulan burung-burung gagak hitam di jalanan menambah asyiknya setiap kayuhan gowesan.
Bersepeda di Amsterdam, bukan hal yang memalukan. Malah justru sepeda itu adalah identitas Amsterdam, karena Amsterdam adalah kota sepedanya dunia. Sepeda di Amsterdam sudah banyak model dan macamnya. Sepeda yang saya gunakan, milik Pak Muchlis Oening, jamaah Masjid Al-Ikhlash Amsterdam. Pal Muchlis sudah 40 tahun lebih tinggal di Belanda. Sepeda yang dia miliki dan saya pinjam adalah sepeda dengan mesin listrik buatan Jerman. Harganya mencapai 1200 Uero, atau kurang lebih sekitar 19 juta rupiah. Sepeda ini sekali gowes kecepatannya bisa melesat tiga kali lebih cepat dari gowesan sepeda biasa.
Dalam keadaan berpuasa di bulan Ramadhan ini, memang hawanya ingin yang adem, sejuk, dan segar. Apalagi pada hari itu, 15 Mei 2019 waktu berpuasa mencapai 18 jam lebih 23 menit. Durasi puasa mulai beranjak naik, karena sudah akan memasuki waktu musim panas di pertengahan bulan Mei ini sampai bulan Juli.
Selama satu jam bersepeda mengelilingi Stadion Arena Ajax Amsterdam, sangat menyenangkan. Banyak turis mancanegara yang sudah siap ambil foto dan gambar video di dalamnya. Di sekitar stadion tidak boleh ada mobil lewat. Hanya sepeda saja yang boleh lewat dan pedestrian sambil menikmati cemilan bersama pasangan.
Mengisi waktu berpuasa dengan bersepeda sangat menyenangkan. Bersama Pak Muchlis Oening, saya betul-betul menikmati sejuknya angin di Amsterdam dan baru kali ini menggowes sepeda tidak terasa lelah. Amsterdam memang salah satu permata di Belanda. Banyak sekali cerita yang sulit dilupakan oleh para pengunjungnya. Apalagi di stadion ini kita juga akan disambut dengan tulisan besar sebagai salah satu spot foto 'I AMsterdam'.
Selain itu, dengan menggowes sepeda ini, pikiran jadi cemerlang, tidak buntu dan sumpek dalam satu ruangan. Dengan bersepeda akan membuat panjang umur, karena selalu merasa bahagia dan tidak merasa sendiri. Buktinya Pak Muchlis Oening sudah berusia 76 tahun, tetapi masih terlihat segar, tidak mengeluh, shalat dan sujud pun masih bisa dilakukan seperti biasa. Berbeda dengan orang-orang yang seusianya atau malah di bawahnya, banyak yang shalatnya sudah harus menggunakan kursi.
Hikmah dari sejuknya menggowes sepeda menuju arena Amsterdam, saya mengambil pelajaran bahwa, rezeki kita sebenarnya itu cuma tiga. Satu, apa yang kita makan samapai kenyang. Dua, apa yang kita pakai sampai rusak. Tiga apa yang kita sumbangkan dengan ikhlas.
H Khumaini Rosadi, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ichsan Bontang, Dai Tidim Jatman, Dai Ambasador Cordofa, Dosen STIT Syam Bontang, Guru PAI SMA YPK Bontang, Muballigh LDNU Bontang, Imam Masjid Agung Al-Hijrah Kota Bontang, tengah bertugas dakwah Ramadhan di Belanda.