Jakarta, NU Online
Ketua Fatayat NU Taiwan, Tarnia Tari menceritakan dalam melaksanakan Shalat Idul Fitri di tengah pandemi Covid-19, dilakukan dengan sistem bergelombang. Artinya, pelaksanaanya tidak dijadikan satu dalam satu waktu. Dalam satu gelombang ada sekitar 500 jamaah yang hadir.
"Awalnya kami kisar akan ada lima gelombang ternyata bisa sampai enam gelombang, sehingga ada sekitar 3000 jamaah yang ikut melaksanakan Shalat Id meski secara bergantian," tutur Tarnia saat Silaturahim dan Halal bi Halal secara daring, Ahad (31/5).
Menurut Tarnia, hal itu menunjukkan tetap semangatnya umat Muslim untuk melakukan ibadah meski di tengah pandemi. Demikian juga sebagai kaum minoritas di Taiwan, umat Islam diberi keleluasaan untuk menjalankan ibadahnya.
"Kami di sini tetap senang dalam menjalankan Shalat Idul Fitri. Alhamdulillah kami berhasil mendapatkan izin dari pemerintah setempat untuk bisa melakukan Hari Raya di tengah pandemi dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan," imbuhnya pada acara bertema Potret Hari Raya Idul Fitri Berbagai Negara Dunia di Tengah Pandemi Covid-19.
Sementara itu, Public Relation PCINU Malaysia Muhammad Taufiq menyampaikan kegiatan Shalat Idul Fitri di Malaysia khususnya di masjid hanya dilakukan oleh takmir dan pengurus masjidnya.
"Masyarakat biasa tidak diperbolehkan untuk melaksanakan Shalat Idul Fitri di masjid, yang diperbolehkan hanya para pengurus masjidnya," kata Muhammad Taufiq.
Ia juga menuturkan, PCINU Malaysia saat ini tengah memroses mendirikan pesantren yang dikelola langsung oleh warga Indonesia. "Teman-teman semua nanti bisa silaturahim ke sini," tawarnya.
Hahal bi halal tersebut diadakan oleh PC PMII Jember dan World Moslem Studies Center (Womester) Bekasi. Ketum PB PMII, Agus Mulyono Herlambang mengaku sangat mengapresiasi apa yang telah dilakukan oleh PC PMII Jember. Ia menegaskan bahwa kegiatan seperti ini telah melanjutkan apa yang telah dilakukan para pendahulu atau sesepuh dari tokoh Nahdlatul Ulama (NU) seperti KH Hasyim Hasyim Asyari.
Sebagai generasi penerus kaum Nahdliyin, kata Agus, kader NU perlu melakukan pergaulan dengan dunia internasional. Hal semacam ini sudah dilakukan oleh KH Hasyim Asyari dalam mengembangkan pengetahuan agama Islam.
Menurut dia, sudah banyak buku yang mencatat bahwa para sesepuh NU telah melakukan dan membuka komunikasi dan diskusi bersama para tokoh-tokoh lintas negara.
"Jadi apa yang dilakukan oleh sahabat-sahabat ini telah membuka dimensi dan cakrawala kita terhadap apa yang telah dilakukan oleh pendahulu kita," ujarnya.
Kontributor: M Irwan Z
Editor: Kendi Setiawan