Jakarta, NU Online
Bangsa dunia tengah menghadapi pandemi virus Covid-19. Beberapa negara sudah mengalami penurunan kasus, tetapi di sebagian negara lainnya belum terlihat tanda-tanda penurunan. Bahkan sudah ada yang mengalami gelombang kasus kedua.
Melihat fenomena demikian, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj menyampaikan perlunya solidaritas global untuk mengatasi persoalan pandemi ini.
"Dibutuhkan solidaritas global sekaligus mengkreasi solusi strategis," ujarnya saat Silaturahim Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Sedunia pada Selasa (19/5).
Solidaritas sebagai puncak persaudaraan merupakan ajaran Pendiri Nahdlatul Ulama Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. "Nah ini, kita udah punya prinsip yang sudah diletakkan oleh Mbah Hasyim Asy’ari, puncaknya ukhuwah solidaritas adalah persaudaraan umat manusia," katanya
Kiai Said menegaskan bahwa solidaritas yang dibangun dengan sesama umat manusia ini lebih dari persaudaraan sesama Islam dan persaudaraan sebangsa. Mbah Hasyim, katanya, menginginkan adanya dunia tanpa peperangan, tanpa permusuhan, dan tanpa senjata perusak massal.
Solidaritas global ini, menurutnya, perlu dibangun melalui Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI). Karenanya, ia meminta kepada seluruh PCINU agar melakukan hubungan baik, silaturahim, dengan KJRI dan KBRI yang ada setempat.
"Saya minta PCINU harus membangun hubungan harmonis dengan KBRI KJRI setempat," ujarnya dalam diskusi virtual dengan tema Solidaritas Global: Nahdlatul Ulama dan Diplomasi Indonesia di Tengah Covid-19 itu.
Kiai Said kembali menegaskan bahwa menumbuhkan solidaritas global ini penting sangat dibutuhkan di level internasional.
Senada dengan Kiai Said, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno LP Marsudi juga mengungkapkan hal yang sama. Dalam Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Indonesia menyerukan untuk bersama menggalang solidaritas, bukan malah memunculkan stigmatisasi. "Solidaritas dan kerjasama adalah kata kunci," ujarnya.
Menurutnya, dunia tidak boleh menghabiskan energi untuk memperbesar perbedaan, tetap justru harus memperkuat persatuan dan solidaritas.
"Indonesia telah memelepori resolusi majelis umum PBB tentang solidaritas global melawan pandemi Covid-19. Resolusi ini didukung 188 negara," katanya.
Hal itu kembali disuarakan Indonesia dalam pertemuan virtual menteri kesehatan dunia yang diinisiasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Karena hanya dengan kolaborasi, jelasnya, kita dapat menuntaskan persoalan Covid-19 ini.
"Kolaborasi ini juga dibutuhkan bangsa peperangan melawan pandemi dan kemunduran ekonomi. Tentunya di luar negeri berjuang untuk melindungi warga negara kita," katanya.
Kolaborasi PCINU dan KBRI atau KJRI
Hal ini sudah ditunjukkan langsung oleh PCINU di berbagai belahan dunia bersama dengan KBRI dan KJRI setempat. Setidaknya, Retno menyebut empat negara, yakni Malaysia, Turki, Korea Selatan, dan Belanda.
Retno menjelaskan bahwa PCINU Malaysia bersama badan-badan otonomnya seperti GP Ansor, Banser, Muslimat, dan Fatayat bahu-membahu menyalurkan dan mendonasikan bantuan kepada WNI yang terdampak di Negeri Jiran.
Sementara itu, PCINU Belanda membuka jasa konsultasi gratis kepada dokter. Di Korea Selatan, Nahdliyin jadi barisan terdepan dalam menyalurkan bantuan kepada WNI di sana. Pun PCINU Turki bekerjaama dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Turki melaksanakan konser musik daring sembari menggalang donasi untuk mahasiswa Afrika di sana. "Ini bentuk sinergitas anak bangsa yang sangat kita banggakan," katanya.
Oleh karena itu, ia menyampaikan terima kasih atas kerjasama yang baik yang sudah terjalin selama ini dengan NU. "Ke depannya, saya berharap kerjasama antara Kemenlu, perwakilan Indonesia di luar negeri, dengan PBNU dan berbagai badan otonom termasuk PCINU di 31 negara bisa terus diperkuat," ujar perempuan yang pernah menjadi Duta Besar Indonesia untuk Belanda itu.
Kegiatan ini dilakukan dengan aplikasi pertemuan virtual dan diikuti oleh perwakilan PCINU, KBRI, dan KJRI yang tersebar di seluruh dunia.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan