Jabar

Innalillah, Pengasuh Pesantren Pusaka Baru Garut KH Ucu Muhammad Muhsin Wafat

Rabu, 13 Juli 2022 | 13:30 WIB

Innalillah, Pengasuh Pesantren Pusaka Baru Garut KH Ucu Muhammad Muhsin Wafat

Almagfurlah KH. Ucu Muhammad Muhsin, pengasuh Pesantren Pusaka Baru Keresek, Garut. Foto: Iip Yahya

Garut, NU Online Jabar
Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Telah wafat KH Ucu Muhammad Muhsin bin KH Muhammad Toha (65), pengasuh Pesanten Pusaka Baru Kresek, Cibantu, Garut, Rabu, 13 Juli 2002, jam 01.30 WIB. Informasi ini beredar secara luas melalui di grup KBNU Jabar, bersumber dari Ajengan Dudang Leuwigoong, Garut. Dikonfirmasi pula oleh KH Asep A Yani selaku Rais Syuriah MWC NU Cibatu melalui aplikasi pesan di grup KBNU Garut. Menurut Asep, almarhum akan dikebumikan di komplek pemakaman keluarga Kampung Sumur Kondang Kertajaya.

 

KH Ucu lahir di Garut, lahir pada tahun 1958. Selain belajar ilmu agama kepada kedua orang tuanya di Pesantren Kérésék, almarhum juga pernah mondok di Picung Gentur Cianjur dan Pesantren Cibeunter Banjar. 

 

Almarhum adalah sosok yang menanamkan keikhlasan dalam mengasuh pesantren. Keikhlasan mengelola pesantren menjadi barometer relasi antara ajengan dengan Allah. Keridlaan Allah itulah yang dapat menggerakkan para muhibbin (pecinta) pesantren untuk mengulurkan bantuan tanpa pretensi apapun. Dengan atau tanpa diminta. Dan selalu ada saja jalan yang terbuka yang membuat para pengasuh pesantren itu selalu punya prasangka baik (husnuz zhon). Sikap inilah yang menjadi salah satu sumber energi para ajengan dalam meneruskan tradisi pengajaran sistem salafi.

 

Dalam pandangan Ajengan Ucu, yang paling berbahaya dalam mengelola pesantren adalah sikap thoma’. Yakni, tetegenan (menggantungkan) harapan kepada selain Allah. Makanya dalam berdoa, mereka tidak meminta harta benda, tetapi lebih mengharapkan ridlo Ilahi. 

Dalam keinginan untuk beribadah haji misalnya, ajengan tidak berdoa agar mendapatkan uang, melainkan meminta “nasib baik” agar diperkenankan berziarah ke tanah suci. Jalan ke sana itu datang min haitsu la yahtasib, tanpa pernah disangka-sangka sebelumnya. Dalam pandangan Kiai Ucu, hanya dengan izin Allah ia dan istrinya bisa pergi haji pada tahun 2000. 

 

Ajengan Ucu pernah mendapatkan pengalaman yang cukup menggelitik. Beberapa tahun silam, pejabat paling berkuasa di Garut datang mengunjungi pesantren. Dengan jumawa ia menyatakan bahwa pemerintahannya hendak membantu perbaikan saluran air yang tadinya dari paralon, diganti dengan besi. Sekalipun pihak pesantren tidak pernah mengajukan permohonan, sang pejabat keukeuh hendak membantu. Karena dianggap tidak ada ikatan apa pun, pihak pesantren menerima. 

 

Setelah semua kebutuhan dicatat, tunggu punya tunggu, bantuan yang dijanjikan itu ternyata tak pernah datang. Setelah dipastikan bantuan tak jelas nasibnya, para pengasuh Pesantren Pusaka Baru, hanya tersenyum geli. Mereka merasa beruntung karena bukan pihak yang meminta sehingga tidak terlalu menjadi beban. 

 

Lalu mereka mendatangi dermawan yang sudah biasa membantu pesantren. Selang beberapa hari, 250 lente besi berdiameter 2 inchi tiba. Dengan gotong royong mereka memasang besi-besi itu sepanjang 1,5 km yang mengalirkan air dari Situ Cihaliwung. Kalau dihitung, jumlah kebutuhan pergantian saluran air itu tak kurang dari 100 juta rupiah. 

 

Relasi pesantren dengan para dermawan itu itu terjalin lama. Biasanya masih dalam hubungan ajengan-santri. Atau keturunan dari santri yang pernah mengaji di pesantren bersangkutan. Di antara mereka ada saling kepercayaan sehingga bisa saling membantu. Umpamanya, pemberi dana itu tak pernah mau dipublikasikan.

Salah satu nasehat leluhurnya yang terus diingat Ajengan Ucu ialah supaya ia bisa, “Jiga hileud dina tangkal cabe, ngarah biasa kana lada." Maksudnya, hidup itu harus seperti ulat di pohon cabe, agar terbiasa menjalani kesulitan.

 

Pandangan arif seperti itu memang tak mudah dijalankan, kecuali oleh mereka yang punya kesungguhan hati. Tak heran kalau jumlah pesantren tradisional kian lama semakin berkurang. Namun, mereka yang masih menjalaninya tak pernah patah semangat. Mereka terus menularkan semangat itu kepada anak-anak yang akan menjadi penerusnya.

 

Setelah santri menikah dan mukim, relasinya dengan ajengan disambung kembali melalui pengajian alumni, baik mingguan ataupun bulanan. Pesantren induk yang berhasil menjaga pengajian alumninya, menandakan kepercayaan yang masih penuh dari para santri. Pengajian alumni ini ada yang sudah merupakan tradisi yang diwariskan, ada pula yang baru dimulai. Di pesantren Pusaka Baru Keresek Garut, pengajian alumni dumulai pada 2004.

 

“Alhmadulillah, para alumni dari sekitar Garut dan daerah yang dekat seperti Tasik dan Bandung, selalu hadir pada hari Kamis minggu ke empat setiap bulannya,” ujar KH. Ucu Muhammad Muhsin, saat penulis wawancara beberapa tahun yang lalu. Tak heran kalau peserta pengajian bulanan ini dihadiri ratusan orang. Para alumni bersemangat hadir pada pengajian bulanan ini, antara lain karena mereka berkesempatan mengkaji kitab “baru”, yang selama mereka mengaji belum sempat dipelajari.

 

Ajengan Ucu seorang yang mukhlis. Hidupnya hanya untuk mengajar santri. Kita bersaksi bahwa ia seoarang yang baik. Insyaallah semua kebaikannya itu diterima oleh Allah Swt. Semoga pesantren Pusaka Baru terus mejadi jugjugan para santri dan para alumni dapat meneladani kealiman dan keikhlasannya dalam berdakwah.

 

Penulis: M Salim & Iip Yahya