Kitab Syubuhat wa Abathil: Bantahan untuk Pengkritik Praktik Poligami Nabi
Rabu, 2 April 2025 | 06:00 WIB
M Ryan Romadhon
Kolomnis
Telah masyhur di telinga kita bahwa Nabi Muhammad saw melakukan poligami dengan memiliki istri yang berjumlah 11 orang. Tindakan Nabi saw ini mendapat kritik dari para orientalis Barat. Menurut mereka, Nabi saw adalah seorang lelaki yang bersyahwat atau bernafsu birahi yang tinggi dengan tidak merasa cukup memiliki 1 istri atau 4 sebagaimana yang diwajibkan atas umat beliau.
Menyikapi permasalahan ini, Syekh Ali ash-Shabuni secara khusus menulis sebuah karya yang memaparkan berbagai argumentasi yang membantah para orientalis Barat yang mengkritik praktik poligami Nabi Muhammad saw. Ia menulis bantahan tersebut melalui kitabnya yang berjudul: “Syubuhat wa Abathil Haula Ta’addudi Zaujatir Rasul”.
Syekh Ali As-Shabuni sendiri adalah salah satu ulama tafsir kontemporer yang lahir di Aleppo, Suriah, pada 1 Januari 1930. Beliau adalah pakar tafsir yang berasal dari Suriah, dan merupakan salah seorang Guru Besar ilmu tafsir di Ummul Qura University, Makkah, Saudi Arabia. Beliau wafat di kota Yaleppo, Turki, tepatnya pada hari Jumat, 19 Maret 2021 atau bertepatan dengan 6 Sya’ban 1442 H.
Syekh Ali As-Shabuni merupakan ulama produktif yang menghasilkan beragam karya dari berbagai bidang keilmuan antara lain tafsir, hadits, dan lain sebagainya. Dalam bidang tafsir, karya beliau yang banyak dikaji di Indonesia adalah Rawai’ul-Bayan fi Tafsiri Ayatil Ahkam, Shafwatut Tafaasir, dan at-Tibyan fi ‘Ulumil Qur’an.
Isi Kitab Syubuhat wa Abathil
Kitab karya Syekh Ali Ash-Shabuni ini secara garis besar memaparkan pembahasan tentang bantahan terhadap serangan para orientalis Barat yang mengkritik praktik poligami Nabi Muhammad saw. Paparan yang akan pembaca temukan dalam kitab ini secara garis besar meliputi hikmah di balik poligami Nabi Muhammad saw. Hikmah ini meliputi banyak aspek yakni aspek pengajaran, hukum syariat, sosial masyarakat, dan aspek politik. Kedua akan ditemukan dan disuguhkan biografi singkat para istri Nabi Muhammad saw.
Hikmah Poligami Nabi Muhammad Perspektif Syekh Ali Ash-Shabuni
Syekh Ali Ash-Shabuni dalam mukadimah kitab ini mengingatkan dua hal yang perlu diperhatikan dalam praktik poligami Nabi Muhammad saw. Pertama, Nabi saw tidak beristri banyak kecuali setelah menginjak usia tua, yakni dalam usia lebih dari 50 tahun. Kedua, semua istri Nabi saw berstatus janda, kecuali ‘Aisyah. Jika memang tujuan Nabi saw menikah adalah memenuhi nafsu birahi atau bersenang-senang, pasti Nabi saw memilih menikah di usia muda dengan wanita-wanita yang masih muda pula.
Syekh Ali Ash-Shabuni dalam kitabnya ini (hal. 8-20) menyebutkan empat hikmah besar yang bisa dipetik dalam praktik poligami yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. Berikut adalah keempat hikmah tersebut:
1. Hikmah dari Aspek Pengajaran
Tujuan utama yang mendasari Nabi Muhammad saw berpoligami adalah menyiapkan perempuan sebagai konsultan atau penjelas hukum-hukum syari’at, terutama yang berkaitan dengan perihal kewanitaan. Sebab, tidak sedikit tuntutan hukum syariat yang hanya tertuju kepada kaum perempuan yang tidak diwajibkan kepada kaum lelaki.
Sedangkan, kebanyakan perempuan merasa malu jika ingin bertanya langsung kepada Nabi saw seputar hal-hal yang berkaitan dengan mereka, seperti hukum-hukum haid, nifas, junub (hadats besar), kekeluargaan, dan sejenisnya. Begitu juga Nabi saw yang seorang lelaki, terkadang tidak mampu menjawab persoalan kewanitaan dengan bahasa yang sempurna dan jelas. Sehingga terkadang apa yang beliau sampaikan tidak dapat dipahami oleh orang yang bertanya.
Sebagai contoh, kisah yang diriwayatkan oleh Sayyidah ‘Aisyah bahwa ada seorang wanita dari kalangan Ansar bertanya kepada Nabi saw tentang tata cara mandi dari haid, lantas Nabi saw mengajarkannya bagaimana cara ia harus mandi. Kemudian beliau bersabda kepadanya, “Ambillah sepotong kapas yang telah dilumuri wewangian, lalu bersucilah dengan itu,”
Kemudian wanita tersebut bertanya, “Bagaimana cara aku bersuci dengannya?”, Nabi saw bersabda, “Bersucilah dengan kapas itu,” ia bertanya lagi, “Bagaimana aku bersuci dengannya, wahai Rasulullah?” Nabi saw menjawab, “Subhanallah, bersucilah dengannya!” Sayyidah ‘Aisyah pun berkata, “Aku tarik tangannya, lalu aku berkata kepadanya, ‘Letakkan kapas itu di sini, kemudian bersihkan bekas darah itu,’. aku jelaskan kepadanya tempat yang semestinya ia bersihkan. (HR. an-Nasa’i)
2. Hikmah dari Aspek Hukum Syariat
Hikmah kedua dari poligami Nabi saw adalah untuk membatalkan sebagian tradisi Jahiliyyah masyarakat Arab saat itu, yakni mengakui anak hasil adopsi sebagai anak kandung. Mereka memperlakukan anak hasil adopsi sebagaimana anak kandung sendiri dari segala aspek, mulai dari hak waris, talak, pernikahan, dan lain-lain.
Untuk menguji itu semua, Allah swt memerintahkan Nabi saw (sebelum masa kenabian berlangsung) agar mengadopsi salah satu anak yang bernama Zaid bin Haritsah.
Dikisahkan, dari Abdullah bin Umar, ia berkata, “Sesungguhnya Zaid bin Haritsah (anak yang dimerdekakan Nabi saw) aku tidak memanggilnya kecuali Zaid bin Muhammad, sehingga turun QS al-Ahzab [33]: 5" (HR. Bukhari dan Muslim)
Pada suatu saat, Nabi saw menjodohkan Zaid dengan anak pamannya yang bernama Zainab binti Jahsy. Namun tidak berlangsung lama, Zaid mentalak istrinya itu. Setelah keduanya bercerai, Allah swt memerintahkan Nabi saw untuk menikahi Zainab binti Jahsy dengan tujuan membatalkan tradisi pemberlakuan anak hasil adopsi sebagai anak kandung.
Jika memang secara syariat benar bahwa Zaid bin Haristah adalah anak kandung Nabi saw (sebagaimana tradisi masyarakat Arab), maka Nabi saw tidak akan menikahi Zainab binti Jahsy yang statusnya mantan istri anaknya itu. Sebab, syariat Islam tidak memperbolehkan menikahi perempuan mantan istri anak kandungnya atau sering disebut mahram bil mushaharah (mahram sebab perkawinan).
3. Hikmah dari Aspek Sosial Masyarakat
Hikmah ketiga dari praktik poligami Nabi saw adalah aspek sosial. Aspek ini tampak jelas ketika Nabi saw menikahi ‘Aisyah putri Abu Bakar ash-Shiddiq dan Hafsah putri Umar bin Khattab, yang keduanya adalah teman dekat beliau.
Tentu pernikahan Nabi saw ini menjadikan hubungan dengan kedua teman dekatnya semakin erat dan kuat, yang semula teman dekat menjadi keluarga. Terlebih Abu Bakar dan Umar adalah tokoh berpengaruh pada masyarakat saat itu, yang pertama kali masuk Islam, mengerahkan jiwa raga dan hartanya untuk membantu perjuangan Nabi saw.
4. Hikmah dari Aspek Politik
Hikmah Nabi saw melakukan poligami yang terakhir adalah untuk melunakkan hati dan memperbanyak keluarga dari berbagai suku. Telah masyhur, jika seseorang menikah dengan suatu suku atau keluarga lain, maka kedua belah pihak akan menjadi kerabat dekat. Secara tabiat, hubungan tersebut akan menjadikan penguat dan pembela dalam perjuangan.
Misalnya, Nabi saw menikahi Ummu Habibah putri Abu Sufyan yang merupakan tokoh orang kafir serta paling memusuhi Nabi saw. Suatu saat Ummu Habibah bepergian bersama suami pertamanya ke Habasyah (sekarang Etiopia). Namun, dalam perjalanan suaminya meninggal, akhirnya ia seorang diri tanpa ada pendamping.
Saat tiba di Madinah, Nabi saw menikahinya. Mendengar kabar tersebut, Abu Sufyan merestui pernikahan itu dan akhirnya masuk Islam. Berkat masuk Islamnya Abu Sufyan, para pengikut-pengikutnya pun ikut berbondong-bondong masuk Islam.
Kelebihan Kitab Syubuhat wa Abathil
Salah satu kelebihan kitab ini terletak pada kepiawaian penulisnya dalam menyajikan paparan pembahasan mengenai argumentasi-argumentasi yang membantah para pengkritik praktik poligami Nabi Muhammad saw.
Selain itu, gaya bahasa ceramah/pidato yang digunakan penulis, menjadi kelebihan tersendiri bagi para pembaca, yang seakan diajak bicara secara langsung oleh penulis kitab ini. Wallahu a'lam.
Identitas Kitab
Judul: Syubuhat wa Abathil Haula Ta’addudi Zaujatir Rasul
Penulis: Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni (w. 1442 H/ 2021 M)
Penerbit: Darul ‘Alawi
Tebal: 35 halaman
Peresensi: Muhammad Ryan Romadhon, Alumni Ma’had Aly Al-Iman, Bulus, Purworejo, Jawa Tengah.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menjaga Ketakwaan di Setiap Keadaan
2
Khutbah Jumat: Pasca-Puasa dan Zakat, Teruslah Menebar Manfaat
3
Khutbah Jumat: Jangan Sampai Ramadhan Kita Sia-Sia
4
Khutbah Jumat: Tetap Istiqamah Menghidupkan Ibadah Malam
5
Kendaraan Arus Balik Mulai Merayap, Catat Jadwal One Way, Contraflow, dan Ganjil-Genap
6
Gempa Magnitudo 5,0 Guncang Cilacap dan Sekitarnya, Getaran hingga ke Yogyakarta
Terkini
Lihat Semua