Nasional

Amnesty Nilai Perpol soal Jabatan Sipil Polri Aktif adalah Inkonstitusional

NU Online  ·  Senin, 15 Desember 2025 | 17:00 WIB

Amnesty Nilai Perpol soal Jabatan Sipil Polri Aktif adalah Inkonstitusional

Gambar hanya sebagai ilustrasi berita. Barikade polisi sedang mengamankan jalannya demonstrasi di Jakarta. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai penerbitan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 yang membuka ruang penempatan anggota Polri aktif di 17 kementerian dan lembaga sebagai kebijakan yang bermasalah secara konstitusional atau inkonstitusional dan bertentangan dengan semangat reformasi.


Usman menyebut Perpol tersebut memperlihatkan ketidaktaatan terhadap hukum, terutama karena diterbitkan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan larangan penempatan anggota Polri aktif di jabatan sipil tanpa pengunduran diri atau pensiun.


“Perpol ini jelas melanggar dan memperlihatkan ketidaktaatan kepada hukum oleh penegak hukum,” kata Usman kepada NU Online Senin (15/12/2025).


Usman menegaskan persoalan ini tidak semata-mata bersumber dari Polri namun juga pemerintah dan DPR yang turut berperan karena selama ini membiarkan pola pembinaan karier dan promosi di tubuh Polri berjalan tanpa mematuhi prinsip reformasi sebagaimana diatur dalam Ketetapan MPR tentang Peran dan Fungsi Polri.


Menurutnya, pelanggaran terhadap TAP MPR tersebut terjadi berulang kali dan menumpuk menjadi persoalan struktural, terutama dengan banyaknya perwira tinggi aktif kepolisian dan militer yang mengisi jabatan struktural sipil.


Usman mengatakan kondisi itu membuat pemerintah kesulitan menerima konsekuensi setelah adanya putusan MK.


“Masalahnya sudah terlanjur menumpuk, dan aturan ini dipakai untuk menyiasati dilema tersebut,” ujarnya.


Usman menekankan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025 tidak boleh diabaikan. Ia mendesak pemerintah dan DPR untuk secara serius memutuskan langkah pelaksanaan putusan MK tersebut, khususnya ketentuan bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun.


Ia mengingatkan bahwa MK telah menyatakan frasa dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian yang sebelumnya membuka ruang penugasan berdasarkan keputusan Kapolri bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.


“Merujuk putusan MK, penugasan Kapolri di luar institusi kepolisian jelas inkonstitusional,” tegasnya.


Usman menilai Perpol 10/2025 mencederai semangat reformasi 1998 yang menempatkan supremasi sipil sebagai prinsip utama dalam tata kelola negara.


Ia melihat adanya kecenderungan kembalinya praktik dwifungsi aparat keamanan, di mana institusi keamanan kembali mendominasi ruang sipil.


Menurutnya, kecenderungan tersebut juga diperkuat oleh revisi Undang-Undang TNI yang membuka ruang lebih luas bagi militer untuk mengisi jabatan sipil, sehingga Perpol ini semakin mempertebal dominasi aparat keamanan di ranah non-keamanan.


Usman juga menyoroti dampak kebijakan tersebut terhadap profesionalisme Polri. Ia menilai ekspansi personel Polri ke jabatan sipil berpotensi mengaburkan fokus utama kepolisian sebagai pelindung dan pengayom masyarakat.


“Alih-alih memperkuat profesionalisme penegakan hukum yang humanis, regulasi ini justru mempertebal kekuasaan institusi Polri,” ujarnya.


Ia menegaskan bahwa Perpol 10/2025 merupakan langkah mundur serius bagi agenda reformasi dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.


Selain itu, Usman mengingatkan potensi konflik kepentingan yang dapat muncul akibat penempatan aparat keamanan aktif di jabatan sipil, terutama di sektor strategis seperti agraria dan sumber daya alam.


Kehadiran aparat keamanan aktif di birokrasi sipil, menurutnya, berisiko menormalisasi pendekatan keamanan dalam penyelesaian persoalan sipil.


Ia mencontohkan bahwa pendekatan semacam itu kerap berujung pada tindakan represif terhadap masyarakat, termasuk dalam merespons suara-suara kritis dari masyarakat sipil.


Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menandatangani Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 tentang penugasan anggota Polri di luar struktur organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Aturan ini membuka ruang bagi anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan di sejumlah kementerian dan lembaga sipil di luar institusi kepolisian.


Dalam Pasal 1 ayat (1) peraturan tersebut dijelaskan bahwa penugasan anggota Polri di luar struktur organisasi merupakan penempatan pada jabatan di luar Polri dengan melepaskan jabatan struktural di internal kepolisian. Perpol ini juga mengatur bahwa penugasan dapat dilakukan baik di dalam negeri maupun luar negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 2.


Lebih lanjut, Pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa penugasan di dalam negeri dapat dilakukan pada kementerian, lembaga, badan, komisi, hingga organisasi internasional atau kantor perwakilan negara asing yang berkedudukan di Indonesia. Adapun daftar kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh anggota Polri diatur secara rinci dalam Pasal 3 ayat (2).


Kementerian dan lembaga tersebut antara lain Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Hukum, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.


Selain itu, penugasan juga dapat dilakukan di Lembaga Ketahanan Nasional, Otoritas Jasa Keuangan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Narkotika Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Intelijen Negara, Badan Siber dan Sandi Negara, serta Komisi Pemberantasan Korupsi.


Masih dalam pasal yang sama, Perpol 10/2025 mengatur bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan manajerial maupun nonmanajerial. Sementara itu, pada ayat berikutnya ditegaskan bahwa jabatan yang dapat diisi merupakan posisi yang memiliki keterkaitan dengan fungsi kepolisian dan dilaksanakan atas permintaan dari kementerian atau lembaga yang bersangkutan.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang