Nasional

Apa Itu OCCRP dan Bagaimana Mereka Memilih Orang Paling Korup Sedunia?

Rabu, 1 Januari 2025 | 10:00 WIB

Jakarta, NU Online

Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP), sebuah organisasi nonpemerintah yang berfokus pada investigasi kejahatan terorganisir dan korupsi, baru-baru ini merilis daftar tokoh dunia paling korup tahun 2024. 


Nama Presiden ke-7 RI Joko Widodo menjadi salah satu dari lima nama tokoh dunia yang mendapatkan nominasi paling banyak dari pembaca, jurnalis, juri serta jaringan dari OCCRP secara global. 


Beberapa tokoh lain yang masuk nominasi di antaranya Presiden Kenya William Ruto, mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinabu, hingga Pengusaha India Gautam Adani. 


Menanggapi laporan itu, Jokowi meminta bukti jika dirinya terlibat dalam kasus korupsi selama masa pemerintahannya. "Iya terkorup, korup apa? Yang dikorupsi apa? Ya dibuktikan, apa?," kata Jokowi kepada awak media, Selasa (31/12/2024). 


Ia menambahkan bahwa banyak tuduhan tidak berdasar yang mengarah padanya, dan orang bisa menggunakan berbagai cara untuk membuat framing atau tuduhan jahat.


"Ditanyakan saja ke sana. Orang kan bisa memakai kendaraan apapun, bisa pakai NGO, partai, atau ormas untuk menuduh, membuat framing jahat, membuat tuduhan jahat-jahat seperti itu ya, gitu ya," kata Jokowi. 


OCCRP merupakan salah satu organisasi jurnalisme investigasi terbesar di dunia yang berkantor pusat di Amsterdam, Belanda. Didirikan pada 2007 oleh wartawan investigasi Drew Sullivan dan Paul Radu.


Dilansir dari laman resminya https://www.occrp.org/en/about-us. lembaga ini memiliki visi menjadikan dunia lebih terinformasi di mana kehidupan, mata pencaharian, dan demokrasi tidak terancam oleh kejahatan dan korupsi.


Adapun misi OCCRP menyebarkan dan memperkuat jurnalisme investigasi di seluruh dunia "dan mengungkap kejahatan serta korupsi sehingga masyarakat dapat meminta pertanggungjawaban kepada pihak berwenang."


OCCRP merupakan organisasi yang dibentuk oleh 24 pusat investigasi nirlaba. Lembaga ini tersebar di seluruh Eropa, Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Organisasi ini pernah terlibat dalam peliputan spyware Pegasus serta kebocoran data Panama Papers.


Selama beroperasi, OCCRP telah membuat lebih dari 702 pejabat dunia mengundurkan diri atau diskors dari jabatan. Laporan-laporan lembaga ini telah menghasilkan lebih dari 620 dakwaan, berbagai vonis hukuman, hingga lebih dari 100 aksi korporasi.


OCCRP pernah dinominasikan untuk penghargaan Nobel Perdamaian pada 2023 oleh Profesor Wolfgang Wagner di Vrije Universiteit Amsterdam atas karyanya yang "berkontribusi pada perdamaian dengan mengungkap korupsi politik dan kejahatan terorganisir.


Pada 2017, OCCRP juga dianugerasi Penghargaan Pulitzer untuk laporan mengenai Panama Papers Series. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) hingga Uni Eropa juga pernah memberikan penghargaan kepada lembaga yang berfokus pada isu korupsi itu.


Sejak 2012, OCCRP dikenal rutin merilis daftar tahunan yang menyoroti individu-individu yang dianggap memiliki peran signifikan dalam praktik korupsi dan kejahatan terorganisir di seluruh dunia. Pemilihan tokoh pada tahun ini dilakukan secara terbuka untuk umum dan biasa diakses melalui media sosial OCCRP. 


Dalam laman formulir Google yang disediakan, tertera bahwa OCCRP menerima nominasi yang diajukan sejumlah kalangan, mulai dari publik, jurnalis, akademisi, pelaku bisnis hingga aparat penegak hukum. Tahun ini, penghargaan Person of the Year in Organized Crime and Corruption diberikan kepada tokoh yang melakukan kekacauan di seluruh dunia melalui kejahatan terorganisasi dan korupsi.


Berdasarkan penilaian juri, titel Person of the Year 2024 in Organize Crime and Corruption jatuh kepada Presiden Suriah Bashar Al Assad, yang baru digulingkan milisi negaranya setelah 24 berkuasa dengan tangan besi dan kebrutalannya.


Salah satu pendiri Daraj.com sekaligus juri, Alia Ibrahim, menggambar Assad sebagai diktator seperti ayahnya. Dia menyebut Assad dimensi kejahatan dan korupsi yang tak terbayangkan serta menghancurkan kehidupan banyak orang, bahkan di luar perbatasan negaranya sendiri. 


"Kerusakan politik, ekonomi, dan sosial yang disebabkan oleh Assad, baik di Suriah maupun di kawasan tersebut, akan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk diatasi," kata Alia dalam laporan OCCRP dilihat NU Online, Rabu (1/12/2024).


OCCRP mencatat, sejak awal kepemimpinan janji-janji awal Assad tentang liberalisasi politik dengan cepat berubah menjadi praktik-praktik otoriter. Sebagai bagian dari Musim Semi Arab, pemberontakan Suriah tahun 2011 menantang kekuasaannya dan meningkat menjadi perang saudara yang berlangsung hingga Assad digulingkan.


Tentara Suriah pendukung Assad dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang meluas, termasuk penyiksaan, pembunuhan, penggunaan senjata kimia, penahanan massal, dan penargetan warga sipil.


Kejahatan ini diduga didanai produksi Captagon dan bentuk-bentuk kejahatan terorganisasi lainnya, seperti penyelundupan manusia dan rokok, pencurian barang antik, dan perdagangan senjata, masa jabatan Assad telah menyebarkan kekerasan, narkoba, dan korupsi ke seluruh wilayah. 


Berdasarkan Investigasi OCCRP tahun 2023 dengan BBC News Arabic, Suwayda24.com, dan Daraj.com terhadap perdagangan Captagon menunjukkan bagaimana kemunduran Suriah menjadi negara narkotika mengadu domba para pengedar narkoba Assad dengan pasukan keamanan di Yordania dan Lebanon.


Assad kemudian melarikan diri dari Suriah dengan membawa sekitar puluhan miliar dolar kekayaan hasil jarahan ke kehidupan pengasingan yang nyaman di Rusia, meninggalkan warisan kehancuran.


Selain Assad, penghargaan non-prestasi seumur hidup juga diberikan kepada Presiden Guinea Ekuatorial Teodoro Obiang Nguema Mbasogo. Obiang adalah salah satu diktator yang paling lama berkuasa di dunia, setelah memimpin kudeta pada tahun 1979 untuk merebut kekuasaan dari pamannya.


Di bawah pemerintahannya, Obiang menekan setiap perbedaan pendapat dengan cara yang sangat kejam, termasuk penangkapan tidak sah, penghilangan paksa, dan penyiksaan. "Melalui rasa takut, penindasan, dan korupsi, Teodoro Obiang telah menciptakan dinasti kekayaan dan impunitas," kata Anas Aremeyaw, Jurnalis investigasi asal Ghana.


Meski Guinea Ekuatorial memiliki cadangan minyak dan gas yang besar, Obiang telah mengalihkan sebagian besar kekayaan negara tersebut untuk kepentingan dirinya dan elit penguasa, sementara rakyatnya hidup dalam kemiskinan.


"Kecenderungan diktatornya dengan cepat ditiru oleh para pemimpin di seluruh benua Afrika, dengan para pemimpin kudeta saat ini memandangnya sebagai bapak baptis, yang memiliki ambisi serupa untuk menjadi bapak baptis korupsi seperti dirinya," imbuhnya.