Salah satu adegan dalam pemnetasan Panji di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta pada Selasa (8/8/2023) (Foto: NU Online/Suwitno)
Muhammad Syakir NF
Penulis
Jakarta, NU Online
Sepasang penari melenggak-lenggok begitu lincah di atas panggung Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta pada Selasa (8/8/2023). Dengan iringan musik tradisional, mereka menampilkan tradisi, menyuguhkan budaya, mengisahkan cerita.
Itulah penampilan tarian Panji. Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) mempertontonkan pagelaran itu dengan menghadirkan Panji. Tidak hanya tarian, Lesbumi juga menghadirkan Ki Jumali yang menyuguhkan cerita tunggal tentang Ande-Ande Lumut.
Panji ini juga ditampilkan pada ajang ASEAN Intercultural and Interreligious Dialogue Conference (IIDC) di Hotel Ritz Carlton, Kuningan, Jakarta pada Senin (7/8/2023).
Baca Juga
Mencari Titik Temu di ASEAN
Di ajang itu, Lesbumi tidak hanya menampilkan kisah panji dalam bentuk tarian di atas panggung pembukaan dan makan malam penutup. Namun, Lesbumi juga menyuguhkan pameran Panji, baik dari kisah bergambar yang terpampang di sekeliling arena maupun naskah-naskah Panji dari berbagai daerah.
Kurator pameran Diaz Nawaksara menyampaikan bahwa cerita Panji ini merupakan resistensi perlawanan epos Mahabharata yang tampak sangat India dan eksklusif di lingkungan keraton.
"Panji egaliter di luar keraton. Panji identitas bangsa kita sendiri," katanya dalam diskusi pada Selasa (8/8/2023) sore di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta.
Panji ini, menurutnya, tidak terikat agama atau etnik tertentu. Sebab, cerita ini diserap di berbagai wilayah berlatar belakang suku dan agama berbeda. Ada juga yang ditulis oleh masyarakat Muslim pada zamannya. "Di Lombok dimulai dengan basmalah. Ditulis dengan aksara Sasak," ujarnya.
Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya Arab, tetapi juga melokal dan membumi di mana agama ini berada. Pun Panji bukan cuma Hindu Budha, tetapi ada juga Islam.
"Islam tidak hanya melulu bahasa Arab dan kisah Timur Tengah. Tapi menyerap di bumi kita sendiri," lanjutnya.
Melalui pameran dan pertunjukan itu, Lesbumi menawarkan kepada konferensi, bahwa ada Panji yang bisa menjadi jembatan keagamaan dan kebudayaan dalam konteks Asia Tenggara (ASEAN). Sebab, cerita ini juga terdapat di sejumlah negara Asia Tenggara lainnya, seperti Malaysia, Thailand, Kamboja, hingga Myanmar.
"Panji sebagai instrumen pengikat budaya ASEAN," katanya.
Senada, Budayawan Taufik Rahzen juga menyampaikan bahwa penampilan Panji pada ajang tersebut sangatlah tepat. Sebab, hal itu menjadi sarana untuk memperkenalkan kembali tradisi panji sebagai platform pembentukan budaya dan peradaban Asia Tenggara.
"Kisah Panji sebagai platform untuk mencari dasar kebersamaan menjadi jangkar peradaban Asia Tenggara," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Lesbumi PBNU KH Jadul Maula menegaskan bahwa Panji merupakan satu istilah untuk menunjuk seseorang yang sudah mencapai taraf kebaikan dan kebermanfaatan di tengah masyarakat.
"Panji itu kualitas orang yang bisa dibanggakan, baik, tidak melalaikan hal aneh, melakukan hal-hal bermanfaat, mengangkat nama baik orang tua," ujarnya.
Pertunjukan yang ditampilkan Lesbumi dalam ajang ASEAN IIDC dan ditampilkan lagi di Teater Kecil TIM ini memadukan empat kebudayaan, yakni Jawa, Bali, Thailand, dan Melayu.
"Diramu menjadi satu pagelaran. Ini intim. Pendekatan seni. Suatu konferensi panjang bisa diringkas dalam pagelaran," ujar Pengasuh Pondok Pesantren Kaliopak, Yogyakarta itu.
Cerita Panji menjadi titik temu dalam konteks kebudayaan di Asia Tenggara. Kehadiran cerita Panji ini menjadi tepat dan relevan dengan perhelatan ASEAN IIDC yang sebelumnya mencari titik persatuannya.
"Panji ini cerita titik temu agama, kebudayaan dalam konteks Asia Tenggara," kata Ahmad Suaedy, Ketua Panitia ASEAN IIDC, saat memberikan sambutan usai pertunjukan di Teater Kecil, TIM, Jakarta.
Sebelum menemukan Panji, ia mengaku berdiskusi mengenai akar harmoni budaya Asia Tenggara. Dalam diskusi itu, ia menemukan Asoka yang pengaruhnya bukan hanya di India, tapi sampai Asia Tenggara.
Berbeda dengan wilayah lain, perpindahan mayoritas pemeluk agama di Asia Tenggara relatif tidak mengalami kekerasan dan perang, misalnya dari Hindu ke Buddha.
"Ada pertemuan unik untuk mencegah kekerasan perang perebutan agama yang disebut Bhinneka Tunggal Ika yang ada di buku Mpu Tantular," ujarnya.
Baginya, cerita Panji dan Bhinneka Tunggal Ika merupakan kreasi cerita spiritual, yakni menyatunya 'dua agama'.
Situasi sosial pun bergerak dinamis. Ada proses perubahan mayoritas Budha ke Islam yang terjadi sangat halus. Dari itu, ASEAN IIDC mendorong agar Buddha dan Islam menjadi tumpuan bersama harmoni dinamis dengan agama lain.
"Hampir tidak ada masalah antaragama. Agama dan spiritualitas bisa mendukung proses sosial dan politik," ujar Dekan Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta itu.
ASEAN mendeklarasikan diri untuk menjadi pusat pertumbuhan. Namun, biasanya hal itu hanya diartikan ekonomi politik dan didukung stabilitas. Sementara stabilitas masih sebatas dipahami dengan militer. Padahal, instrumen kebudayaan menjadi sangat penting.
"Partisipasi kita bisa jauh lebih penting. Menunjukkan perannya dalam bukan hanya agama dan budaya, tapi juga keamanan dan stabilitas," ujarnya.
Naskah Panji pun tercatat sebagai Memory of The World (MoW) UNESCO pada 11 Desember 2017. Ini dipromosikan Wardiman Djojonegoro, Menteri Pendidikan Nasional 1993-1998. Wardi menceritakan bahwa pengajuan ini dilakukan dengan mengajak serta Thailand, Malaysia, Kamboja, Perpustakaan Inggris, dan Perpustakaan Leiden.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua