Nasional

BEM SI Anggap PPN 12 Persen sebagai Pemerasan Terhadap Rakyat

Jumat, 27 Desember 2024 | 21:00 WIB

BEM SI Anggap PPN 12 Persen sebagai Pemerasan Terhadap Rakyat

Aksi demonstrasi mahasiswa menuntut tidak diberlakukannya kenaikan PPN 12 persen, di Jakarta, Jumat (27/12/2024). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Koordinator Aksi BEM SI Achmad Arby Salaka menganggap bahwa salah satu tuntutan dari pihaknya yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 mendatang sebagai ajang pemerintah memeras rakyat. 


"Kami mendesak pemerintah Indonesia untuk menghentikan pemerasan terhadap rakyat Republik Indonesia," kata Arby kepada NU Online disela-sela demonstrasi bersama BEM SI di Depan Patung Kuda, Jakarta Pusat, pada Jumat (27/12/2024) pukul 17.30.


Selain itu, Arby mengungkapkan bahwa masa aksi tersebut juga menuntut Presiden Prabowo Subianto untuk segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sehingga PPN 12 persen dapat dibatalkan.


Ia juga meminta agar pemerintah dapat mengoptimalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan rakyat.


"Yang dikorbankan di sini adalah bahwa rakyat kita, terutama rakyat menengah, sedang berada dalam masa-masa rentan bahkan miskin. Justru pemerintah berpihak pada kebijakan PPN atau kenaikan PPN 12 persen ini," tegasnya.


Dampak PPN 12 persen

Lebih lanjut, Arby juga mengatakan bahwa kenaikan PPN hanya akan berlaku untuk barang-barang mewah. Namun dalam praktiknya, banyak transaksi terimbas oleh kenaikan tarif PPN tersebut.


"Di setiap transaksi, akan ada kenaikan PPN-nya. Kita sama-sama tahu bahwa di setiap transaksi kita ada pajak pertambahan nilai," jelasnya.


Ia menyoroti, peningkatan tarif PPN ini datang pada saat daya beli masyarakat tengah tertekan, sementara upah minimum yang diterima pekerja Indonesia juga terbilang sangat rendah, bahkan merupakan salah satu yang paling kecil di dunia. 


"Serta perputaran ekonomi yang sedang melambat, pemerintah justru mengambil keputusan untuk menaikkan PPN 12 persen," katanya.


Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, Pasal 3, Ardy menjelaskan bahwa memang diatur bahwa pada 1 Januari 2025, tarif PPN bisa dinaikkan menjadi 12 persen. Namun, dalam ayat lain pada undang-undang yang sama, terdapat ketentuan yang menyebutkan bahwa kenaikan PPN bisa disesuaikan dalam rentang antara 5 hingga 15 persen, tergantung pada kondisi ekonomi nasional dan ekonomi masyarakat. 


"Dalam kondisi seperti ini, seharusnya pemerintah membuat keputusan untuk menetapkan PPN 11 persen atau bahkan memundurkan (mengurangi) ke bawah, antara 5 hingga 10 persen. Justru kebijakan yang ada malah menaikkan pajak pertambahan nilai, ini benar-benar tidak berpihak pada rakyat menengah maupun rakyat kecil sekalipun," terangnya.


Massa aksi sudah dibubarkan oleh polisi pada pukul 19.00 menggunakan water canon serta barikade polisi yang mendorong mahasiswa hingga ke depan parkiran kendaraan bermotor Monumen Nasional (Monas). Pantauan NU Online, polisi berjaga dengan peralatan lengkap seperti gas air mata, pentungan, serta helm sangat banyak dan teroganisir ketimbang mahasiswa yang hadir.