Berantas Stunting Dimulai dari Pencegahan Usia Pernikahan Anak
Ahad, 15 Oktober 2023 | 20:30 WIB
Suci Amaliyah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Peran keluarga dalam upaya pencegahan tengkes atau stunting pada anak sangat besar. Namun, jebakan kemiskinan bisa menjadi faktor penghambat. Edukasi secara berkelanjutan bahkan sedari calon pengantin, harus dilakukan agar anak Indonesia dapat terhindar dari risiko stunting.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua Lembaga Kemaslahatan Keluarga Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LKK PBNU), Nur Rofiah dalam sesi diskusi Penguatan Perspektif Keluarga Maslahat yang diadakan PP IPPNU secara virtual, Sabtu (14/10/2023).
“Di Indonesia sekarang sedang dilanda stunting. Stunting ditandai dengan kekurangan gizi, akalnya lemah, psikis tidak kuat dan mudah kena mental illness. Salah satu cara mencegah stunting yakni saat pra nikah dipastikan laki-laki dan perempuan sudah usia dewasa terutama perempuan yang akan mengalami masa reproduksi panjang,” kata Rofiah.
Rofiah menyebut, pernikahan anak dapat berdampak panjang utamanya bagi perempuan. Pasalnya mereka akan melalui proses reproduksi dari hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui yang itu cukup melelahkan dan sakit.
“Kalau laki-laki nikah di usia anak, tidak akan hamil. Tetapi perempuan nikah di usia anak maka ia akan hamil dan melahirkan di usia yang masih renta. Nikah di usia anak secara fisik tidak berdampak buruk pada laki-laki sementara pada perempuan akan berdampak buruk bahkan bahaya. Sebab itu, pernikahan anak harus dicegah,” ujarnya.
Rofiah menegaskan, pernikahan yang dilakukan di usia matang, akan terhindar dari stunting karena itu penting mencegah sejak awal dan pastikan dalam proses hamil, menyusui pasangan dalam hal ini suami harus terlibat.
“Kesiagaan suami selama istri hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui dan pengasuhan anak bekerjasama sebagai orang tua akan menjadi cara cegah stunting sejak dini,” tutur Dosen PTIQ Jakarta itu.
Stunting, sambung Rofiah, merupakan intervensi fisik dan psikis jangan sampai anak mengalami fatherless (kehilangan figur ayah) dan motherless (kehilangan figur ibu) dalam pengasuhan.
“Hubungan batin anak dengan orang tua harus tetap dijaga meskipun secara fisik tidak selalu berdekatan. Jadi tujuan daripada keluarga maslahat yang terdapat dalam poin maqashid syariah yakni hifdzul nafs berdampak langsung terhadap pencegahan stunting,” tandasnya.
NU berkomitmen turunkan stunting melalui GKMNU
Pemerintah mengejar target prevelensi stunting turun 14 persen pada tahun 2024, sementara pada tahun 2022 masih berada pada angka 216 persen. Dibutuhkan kerja sama yang kokoh semua pihak untuk menangani dan mencegah stunting secara gotong royong.
Nahdlatul Ulama melalui Gerakan Maslahat Nahdlatul Ulama (GKMNU) menjadikan program percepatan penurunan stunting sebagai salah satu prioritas gerakan dalam beberapa tahun ke depan.
Wakil Ketua GKMNU, Alissa Wahid mengatakan, percepatan penurunan stunting menjadi salah satu program unggulan di GKMNU yang akan digelar dalam berbagai bentuk seperti kelas pengasuhan, konsumsi TTD, pemberian PMT, aktivasi dan penguatan Posyandu, konsultasi keluarga, dan program lainnya.
“Program mandatori yang sangat penting adalah bimbingan perkawinan, bimbingan keluarga, dan bimbingan anak dan remaja,” kata Alissa dalam gelaran Munas dan Konbes NU 2023 di Asrama Haji, Jakarta beberapa waktu lalu.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua