Jakarta, NU Online
Pemuda Indonesia harus terus menerus merawat kebinekaan. Pasalnya, jika kebinekaan yang menjadi ciri khas Indonesia, akan mudah terjadi perpecahan.
Sejarawan muda, M Muslih menyampaikan perpecahan dan ketidakrukunan sebenarnya sudah ada sejak dahulu di mana sengaja diciptakan pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan.
"Isu seperti Papua yang pada dasarnya adalah sebuah daerah yang tidak sedang mengalami perseteruan, tetapi keadaan tersebut dimanfaatkan sekelompok tertentu melalui media sosial untuk mencari keuntungan," kata Muslih pada Notulensi Mouthly Talks bertema Menebar Damai di Papua Merajut Persatuan Indonesia, di Upnormal Coffee Roaster, Raden Saleh, Jakarta Pusat, Jumat (25/10).
Menurut Muslih, adanya isu perpecahan di Papua bukan masyarakat Papua itu sendiri yang menyebabkan masalah itu terjadi, tetapi ada kelompok tertentu yang ingin menguasai Papua. "Di sinilah dibutuhkan peran pemerintah dan warga negara yang harus hadir dalam merajut persatuan NKRI karena Papua selamanya bagian dari Indonesia," kata Muslih.
Sementara itu, Semmy Jenggu, pembicara lainnya menjelaskan jika berbicara persatuan yang terjadi di Papua, realitanya Papua dari dulu sampai hari ini merupakan daerah yang penuh dengan kedamaian.
"Dari dulu Papua adalah daerah yang damai, tidak ada sentimentasi SARA antara pendatang dan pribumi. Hanya saja pasti ada kelompok-kelompok yang mempunyai kepentingan yang menciptakan sentimen itu," ujar Semmy.
Semmy menyebutkan, masyarakat Papua sesungguhnya tidak banyak neko-neko, karena mereka selalu sederhana. Namun banyak oknum yang mempunyai kepentingan khusus yang akhirnya memicu perselisihan.
Aktifis Sosial, Rizavan Shufi menyoroti jikalau hidup di Indonesia tidak semudah hidup di negara lain karena adanya berbagai keragaman. "Hidup di Indonesia itu tidak seperti hidup di negara lain, karena Indonesia mempunyai keberagaman budaya, warna kulit, agama, dan bahasa," ujar pria yang akrab disapa Riky.
Namun menurut dia, untungnya Indonesia disatukan oleh semboyan 'Bhineka Tunggal Ika' yang mengikat semuanya. "Tetapi jika semboyan tersebut tidak dipraktikkan secara sungguh-sungguh maka akan percuma," kata Riky.
Riky menegaskan, sebagai kaum milenial, wajib mempraktikkan semboyan 'Bhinneka Tungga Ika' tersebut dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kedamaian akan tercipta dengan rasa toleransi saling memahami dan mengerti.
Kontributor: Dimas Prayoga
Editor: Kendi Setiawan