Cerita Pengalaman 14 Perempuan Alumni Pesantren Lanjutkan Studi ke Luar Negeri
Kamis, 20 Februari 2025 | 05:00 WIB
Husnul Khotimah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Tidak semua perempuan berkesempatan mengenyam pendidikan hingga luar negeri. Ayu Swaningrum, salah satu santriwati yang melanjutkan studi S3 di Leiden, Belanda, mengatakan bahwa melanjutkan pendidikan di luar negeri banyak suka dukanya.Â
"Pendidikan S3 di luar negeri banyak suka juga banyak dukanya. Namun dengan ajakan mbak Yulia menulis di sini, mungkin bisa memotivasi teman-teman untuk studi di Belanda," katanya dalam acara Peluncuran dan Diskusi Buku "Sekolahlah Tinggi-Tinggi: Perjalanan Perempuan Mengejar Cita ke Empat Benua" pada Rabu (19/2/2025).
Sementara itu, Yuyun Sri Wahyuni yang pernah studi di Amerika, berpendapat bahwa dalam menggapai cita, keluarga bukanlah hambatan. "Keluarga bukan hambatan. Misal kita punya cita-cita ke luar negeri, kita obrolkan pada pasangan," ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Mahasiswa Doktoral Radboud University Nijmegen Zaimatus Sa'diyah memberikan tips agar seorang perempuan yang sudah berkeluarga tetap bisa melanjutkan studinya, yakni mengomunikasikan dengan pasangan. Lalu dengan bergantian menempuh studi.Â
"Gantian menempuh S2 dengan suami. Jadi pasangan suami istri jangan takut," ungkap alumnus MTs Al-Mawaddah Ponorogo dan MAPK Nurul Jadid Probolinggo itu.
Tidak semuanya sudah memiliki cita sedari kecil untuk berstudi ke luar negeri. Khofidotur Rofiah justru mengaku sebelumnya tidak pernah bermimpi ke luar negeri sebab banyaknya keterbatasan.
"Saya tidak pernah punya mimpi ke luar negeri. Karena memang keterbatasan banyak hal. Saya memilih Polandia, ya karena banyak tantangannya," ujar Alumnus Pesantren Amanatul Ummah Mojokerto yang kini studi di Uniwersytet Komisji Edukacji Narodowej w Krakowie Polandia itu.Â
Lain halnya dengan Lailatul Fitriyah. Asisten profesor di Amerika itu saat ini memilih menetap di negeri tujuannya studi dan menikah dengan pria asal Kanada. Perjalanannya menjadi asisten profesor tidaklah mudah mengingat ia mengirimkan 150 lamaran pekerjaan di negara tersebut dan hanya dua universitas yang menerimanya.
"Dan dari dua itu hanya satu menawari asisten profesor," kenang alumnus Pesantren Fathus Salafi Situbondo dan Pesantren Nurul Jadid Probolinggo itu.
Baca Juga
Diaspora Warga NU di Luar Negeri
Ia memilih menetap di Amerika sebab sulitnya administrasi di Indonesia mengingat keharusan linieritas. Selain itu beasiswa yang ia dapatkan berasal dari kampus Amerika sehingga ia merasa tidak terikat dengan Indonesia. Untuk penguasaan bahasa Inggris, ia mengaku belajar sendiri dengan mendengarkan musik, menyanyikannya lalu menerjemahkan.
Terkait adaptasi, Mahasiswa Doktoral University of Chicago Lien Iffah Nafatu Fina mengatakan bahwa manusia mudah melakukannya. "Adaptasi, manusia mudah melakukan adaptasi. Dan akan butuh proses untuk itu. Dikuat-kuatkan, dibetah-betahkan, dijalani, dirasakan, disyukuri," ungkap alumnus Pondok Pesantren Darul Ulum, Jombang, Jawa Timur itu.
Hal itu diperkuat dengan cerita Nuriyatul Lailiyah. Perempuan yang mengambil studi pendidikan tinggi di Universitas Frankfurt Am Main Jerman itu mengaku sering silaturahim ke keluarga Muslim di sana. "Saya ke 10 tempat itu gratisan. Karena silaturahim ke komunitas Muslim di sana," ungkapnya.Â
Terkait pola adaptasi anak-anak, Nuri mengatakan bahwa mereka lebih mudah beradaptasi. Bahkan menurutnya, terkait adaptasi bahasa, anak-anak justru bisa berbahasa dengan logat asli Jerman.
Adapun tantangan studi saat membawa anak-anak baginya adalah tidak adanya TPQ di sana. Karenanya, ia dan suaminya yang harus mengajarkan Qiroati secara mandiri kepada anak-anaknya.Â
Selain mereka, ada yang membagikan tips sebelum memutuskan melanjutkan studi ke luar negeri, seperti memperbanyak informasi terkait negara yang akan dituju, memiliki lingkungan pendukung, dan bahkan melalui doa dan melakukan penguatan spiritual.
Tentang buku
Sebagai informasi, buku yang berjudul "Sekolahlah Tinggi-Tinggi: Perjalanan Perempuan Mengejar Cita ke Empat Benua" diterbitkan pada tahun 2025 oleh Penerbit Quanta, PT Elex Media Komputindo, Kompas-Gramedia dengan nomor ISBN: 978-623-006812-6. Buku tersebut berisi tentang 14 kisah santri yang berhasil melanjutkan studi S3 ke empat benua. Mereka ialah Yuyun Sri Wahyuni, Ayu Swaningrum, Khofidotur Rofiah, Lailatul Fitriyah, Laily Hafidzah, Lien Iffah Nafatu Fina, Miftakhul Jannatin, Nor Ismah, Nuriyatul Lailiyah, Sari Oktafiana, Subkhani K Dewi, Ulfah Muhayani, Yulianingsih Riswan, Zaimatus Sa'diyah.
Yulianingsih Riswan, pencetus ide menulis, mengaku ketika mengumpulkan 14 penulis caranya sangat sederhana yakni melalui media sosial  dan perantara pertemanan. Perempuan yang studi di Universitas Freiburg Jerman itu meminta rekannya, Yuyun Sri Wahyuni, untuk mencari teman-teman  yang memiliki background yang sama dari Amerika.Â
Jika ditanya alasan membuat buku berisi kisah santriwati yang belajar di Eropa, Yulianingsih menjelaskan bahwa santri banyak yang belajar bahasa Arab agak kesulitan saat harus mempelajari bahasa Inggris, sehingga baginya akan lebih banyak tantangannya.
Sementara Nor Ismah, salah satu penulis dan moderator dalam peluncuran buku tersebut, mengatakan bahwa proses penulisan buku ini cukup lama, yakni memakan waktu dua tahun. "Penulisan buku ini bukan proses sat atau dua bulan, prosesnya sampai 2 tahun," ungkap perempuan yang menamatkan doktornya di Universitas Leiden Belanda itu.
Ia juga sempat menanyakan kepada pihak Penerbit Quanta atau Gramedia, Budi Yana, tentang alasan yang membuat buku mereka diterima oleh pihak penerbit. Budi Yana lantas memberi alasan bahwa ia tertarik dengan kisah 14 santri tersebut. "Buku ini luar biasa, saya sangat tertarik dengan kisah 14 santri ini di empat benua," ujar Budi.
Budi lantas menyampaikan bahwa pihak Gramedia telah memiliki Ngaji Literasi dan sudah banyak pesantren yang  didatangi. "Santri kan nggak bawa HP. Jadi nulis itu sudah kebiasaan mereka," tutupnya.
Terpopuler
1
Alasan NU Tidak Terapkan Kalender Hijriah Global Tunggal
2
KH Bisri Syansuri (1): Nasab dan Sanad Keilmuan
3
Khutbah Jumat: Marhaban Ramadhan, Raih Maghfirah dan Keberkahan
4
Khutbah Jumat: Bersihkan Diri, Jernihkan Hati, Menyambut Bulan Suci
5
Khutbah Jumat: Kepedulian Sosial Sebagai Bekal Menyambut Ramadhan
6
Khutbah Jumat: Sambut Ramadhan dengan Memaafkan dan Menghapus Dendam
Terkini
Lihat Semua