Nasional

Debat Politik Harus Kedepankan Etika dan Adab

Kamis, 24 Januari 2019 | 18:25 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi DKI Jakarta, Prof Ahmad Syafii Mufid, meminta kepada semua pihak agar tetap mendahulukan etika dan adab dalam mempromosikan kandidat pilihannya dalam proses pemilu 2019. Hal ini sebagai upaya untuk menjaga persatuan bangsa dan sekaligus untuk menghindari perpecahan ataupun permusuhan di lingkungan masyarakat.
 
Para pendukung para calon kontestan diminta untuk bisa menahan diri agar tidak menggunakan ujaran kebencian dalam perdebatan terutama yang dilakukan di dunia maya. Sebab menurut pengamatannya, terdapat kelompok tertentu di dunia maya yang dengan sengaja ingin menciptakan kegaduhan di media sosial. 

“Yang saya sayangkan ada kelompok-kelompok yang saya tenggarai terorganisir, yang isinya tidak ada sedikitpun yang positif bagi siapa yang dianggap sebagai lawan. Jadi semuanya sangat jelek dan tidak ada baiknya sama sekali. Saya pikir yang model seperti ini adalah model orang sakit,” ujarnya.
 
Menurutnya,para pendukung capres dan cawapres ini harus menyadari bahwa setiap orang memiliki kekurangan masing-masing. Oleh karena itu sebagai rakyat dan warga negara sudah semestinya memilih itu berdasarkan atas keunggulan-keunggulan sebagai pemimpin bangsa, bukan mencari kejelekan-kejelekannya.
 
“Selama ini saya melihat di media sosial itu kejelekkan-kejelekannya yang ditampilkan. Kalau dua-duanya seperti itu maka dengan begitu yang kita peroleh semuanya adalah kejelekan. Ini yang saya warning betul,” katanya.
 
Untuk itu dirinya meminta kepada seluruh calon dan juga pendukungnya untuk menjaga etika debat dan  kesantuna dengan  menghormati orang. Karena siapapun orangnya ketika sudah menjadi calon pemimpin harus dihormati sebagai orang terhormat. Karena yang kita debat adalah pikirannya untuk membangun bangsa in meski pikiran-pikiran itu dapat dilaksanakan atau tidak. 

“Kalau perdebatannya di seputar itu, saya yakin nanti tidak ada gejolak-gejolak  Misalnya ketika kalah dalam pilpres ini, kemudian dia marah itu tidak ada,” ujarnya.

Menurutnya selama ini yang menjadi konflik dan emosional dalam perdebatan dikarenakan perdebatannya karena personal, padahal perdebatan itu harus keluar dari konteks personality. Perdebatan seharusnya masuk kepada substansi sebagai pemimpin negara. (Ahmad Rozali)