Dinilai Langgar Hak Politik dan Kedaulatan Rakyat, MK Hapus Presidential Threshold
Kamis, 2 Januari 2025 | 17:45 WIB
Haekal Attar
Penulis
Jakarta, NU Online
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menghapus ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) usai dinilai melanggar hak politik dan kedaulatan rakyat sebagaimana tercantum dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Sebelumnya, MK telah menerima gugatan Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 digugat oleh empat orang pemohon, yaitu Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirl Fatna.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Suhartoyo melansir Youtube MKRI pada Kamis (2/1/2025) di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.
Tak hanya itu, Suhartoyo juga mengatakan bahwa presidential threshold juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Alasan inilah yang menjadi dasar bagi Mahkamah untuk bergeser dari pendirian dalam putusan-putusan sebelumnya terkait uji materi ambang batas pencalonan presiden.
Lebuh lanjut, Suhartoyo juga menilai, pokok permohonan para Pemohon mengenai inkonstitusionalitas ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah beralasan menurut hukum.
“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” jelasnya didampingi delapan hakim konstitusi yang hadir dalam sidang tersebut.
Senada, Hakim Konstitusi Saldi Isra juga menyebutkan saat membacakan pertimbangan hukum Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 penghapusan presidential threshold tidak hanya menyangkut besaran atau angka persentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden berapapun besaran atau angka persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.
Dalam pertimbangan hukumnya, Saldi mengakui telah mencermati beberapa pemilihan presiden dan wakil presiden yang selama ini didominasi partai politik peserta pemilu tertentu dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
“Jika hal itu terjadi, makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser dari salah satu tujuan yang hendak dicapai dari perubahan konstitusi, yaitu menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan demokrasi,” sebut Saldi.
Terpopuler
1
PWNU Jabar Keluarkan Surat Edaran: Larang Pengurus JATMAN Ikut Kegiatan PATMAN
2
Khutbah Jumat: Mengawali Tahun Baru dan Rajab dengan Peningkatan Spiritual
3
Ketua Umum PBNU Respons Wacana Libur Selama Ramadhan untuk Anak Sekolah
4
Pergunu Tanggapi Wacana Libur Sekolah Selama Ramadhan: Pemerintah Perlu Optimalkan Pembelajaran Informal
5
Khutbah Jumat: Cara Mendidik Anak ala Luqman Al-Hakim
6
Pelantikan Kepala Daerah Diundur, dari Februari ke Maret 2025
Terkini
Lihat Semua