Nasional

Presidential Threshold Dihapus, Gus Yahya Dorong Antisipasi Lonjakan Jumlah Capres dan Parpol

Jumat, 3 Januari 2025 | 17:00 WIB

Presidential Threshold Dihapus, Gus Yahya Dorong Antisipasi Lonjakan Jumlah Capres dan Parpol

Gus Yahya pada pertemuan dengan sejumlah awak media di Aula lantai 8 Gedung PBNU, Jakarta Pusat pada Jumat (3/1/2025). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mendorong lembaga tinggi negara yang berurusan dengan pemilihan umum mempertimbangkan lonjakan jumlah calon presiden dan wakil presiden serta mengantisipasi munculnya parpol-parpol baru yang hanya sekadar menjadi kendaraan politik.


"Tapi jangan sampai orang hanya bikin partai politik hanya sekadar untuk nyalon nantikan kasihan KPU-nya, kasihan yang nyoblos juga kalau calonnya kebanyakan," kata Gus Yahya saat acara pertemuan bertajuk Ngopi Bareng Gus Yahya dengan Sahabat Media di kantor PBNU Jakarta, Jumat (3/12/2024).


Gus Yahya tidak memungkiri bahwa banyak sekali kader-kader NU yang berada di dalam parpol. Ia mengatakan, urusan penghapusan ambang batas itu adalah urusannya lembaga-lembaga yang berurusan langsung dengan perpolitikan, termasuk partai politik.


"Buat kami, kami tidak menganggap ini sebagai domain dari NU, karena demokrasi itu tiangnya atau fondasinya adalah partai-partai politik jadi ini domain partai politik, demokrasi kita, demokrasi melalui partai-partai politik, maka pertama-tama partai politik ini harus diberikan kepercayaan untuk membangun konstruksi demokrasi di Indonesia ke depan," jelasnya.


Lebih lanjut, Gus Yahya menegaskan bahwa posisi NU dan warganya adalah sebagai pencoblos. Sehingga jika diberi kesempatan untuk mencoblos atau tidak, maka dilakukan tergantung ketentuan yang sudah ditetapkan Mahkamah Konstitusi (MK).


"Soal siapa yang boleh nyalon atau tidak inikan domain dari aktor-aktor politik dan kelembagaan yaitu partai-partai, DPR dan lain sebagainya," katanya.


Gus Yahya tak ragukan putusan MK

Selama ini, Gus Yahya tidak meragukan putusan MK, Ia meyakini bahwa putusan MK memiliki nalar konstitusinya sendiri dengan apa yang menurut MK lebih konstitusional. Sementara itu, baginya aktor-aktor politik memiliki visi tentang bagaimana tipe politik di Indonesia. 


"Ke depan harus diciptakan supaya ada keseimbangan tuntutan demokratisasi, efisiensi manajemen produktivitas. Kita tidak hanya berpikir asal dengan melibatkan sistem politik yang tidak efisien, tentu tidak. Tentu yang harus kita ketahui prinsipnya itu ada di pemimpin politik," jelasnya.


Gus Yahya mendorong agar demokrasi perlu dipelihara oleh parpol, sehingga parpol dapat bekerja untuk rakyat. Hal itu dibutuhkan dengan adanya sistem kepercayaan rakyat terhadap parpol.


"Kita buruh adanya kepercayaan atau trust rakyat terhadap partai-partai politik sebagai jembatan menyambungkan aspirasi kepada instansi politik di tingkat negara pemerintahan," jelasnya.


Sebelumnya, Ketua MK Suhartoyo menghapus soal ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) usai dinilai melanggar hak politik dan kedaulatan rakyat sebagaimana tercantum dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).


MK juga telah menerima gugatan Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 digugat oleh empat orang pemohon asal Universitas Islam Negeri Sunan Kali Jaga (UIN SUKA), Yogyakarta, yaitu Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirl Fatna.