Nasional

Guru Jadi Tumbal dan Nyawa Anak Terancam, JPPI Desak Prabowo Evaluasi Total Program MBG

NU Online  ·  Senin, 22 September 2025 | 17:00 WIB

Guru Jadi Tumbal dan Nyawa Anak Terancam, JPPI Desak Prabowo Evaluasi Total Program MBG

Suasana Rapat Komisi IX DPR terkait masukan Program MBG, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin (22/9/2025). (Foto: NU Online/Fathur)

Jakarta, NU Online

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menegaskan, program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto tidak hanya menyisakan persoalan teknis, tetapi juga telah mengancam keselamatan guru dan anak.


Ia menyebut, pelaksanaan program MBG ini sarat masalah hingga membahayakan masa depan pendidikan di Indonesia.


Ubaid meminta Presiden Prabowo tidak bermain-main dengan nyawa anak dan mendesak agar segera melakukan evaluasi total agar program MBG tidak semakin memperburuk kondisi pendidikan nasional.


“Presiden jangan main-main dengan nyawa anak. Kalau evaluasi tidak dilakukan segera, MBG bisa menjadi petaka baru bagi dunia pendidikan kita,” tegasnya.


Menurut Ubaid, sedikitnya terdapat tujuh persoalan besar dalam pelaksanaan MBG yang harus segera dievaluasi pemerintah.


Pertama, guru dijadikan tumbal sekaligus budak program. Mereka dipaksa mengurus rantang, menghitung jatah makanan, bahkan mencicipi hidangan untuk memastikan tidak beracun. Jika rantang hilang atau makanan rusak, guru diminta mengganti.


"Kalau ada keracunan, guru juga yang disalahkan. Mereka dibebani urusan di luar tugas pokoknya sebagai pendidik," ujar Ubaid saat rapat bersama dengan Komisi IX DPR RI terkait pandangan serta rekomendasi atas program MBG di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (22/9/2025).


Kedua, terdapat konflik kepentingan dalam pengelolaan dapur MBG. Ubaid menyebut banyak laporan keterlibatan oknum tim sukses, pejabat pemerintah, hingga anggota dewan dalam mengatur jalannya program.


“Ada campur tangan pihak-pihak tertentu yang justru menyingkirkan pelaku usaha kecil di sekitar sekolah. UMKM malah gulung tikar,” jelasnya.


Ketiga, pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan, tidak dilibatkan dalam pengawasan distribusi dan keamanan pangan. Padahal, kata Ubaid, keterlibatan dua dinas tersebut sangat krusial untuk memastikan makanan benar-benar aman dikonsumsi anak.


Keempat, Badan Gizi Nasional (BGN) pusat yang seharusnya bertanggung jawab justru gagal menjamin akuntabilitas. Alih-alih terbuka, BGN membuat aturan yang membungkam pihak sekolah agar tidak melapor ke publik bila terjadi masalah.


"Ada MoU yang isinya sekolah dilarang speak up. Bahkan kalau ada kasus keracunan, tanggung jawab dialihkan ke sekolah. Ini jelas pemerasan terhadap guru dan lembaga pendidikan," tegas Ubaid.


Kelima, standar gizi makanan MBG dinilai jauh dari harapan. Porsi kecil, kalori rendah, serta variasi menu yang tidak sesuai kebutuhan anak membuat tujuan awal program, yakni meningkatkan gizi, justru tidak tercapai.


"Kalau menunya seperti ini, bagaimana anak-anak bisa sehat? Tujuan awal program ini untuk meningkatkan gizi, tapi yang terjadi sebaliknya," katanya.


Keenam, hak dan nyawa anak terancam. Ubaid menilai, program MBG bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan UU Keamanan Pangan. Anak-anak dijadikan objek eksperimen tanpa perlindungan memadai. Banyak dari mereka mengalami trauma hingga gangguan kesehatan mental setelah keracunan.


Ketujuh, pengawasan program tidak melibatkan masyarakat sipil maupun orang tua murid.


"Padahal suara mereka penting untuk evaluasi. Yang terjadi sekarang, orang tua hanya jadi korban kebijakan, tidak punya ruang untuk mengawasi," ungkapnya.


Ubaid menambahkan, permasalahan ini semakin berat karena anggaran MBG justru menggerus dana pendidikan. Dalam RAPBN 2026, sekitar 30 persen alokasi pendidikan dialihkan untuk program tersebut.


"Sementara itu, 60 persen sekolah dasar masih rusak, jutaan guru belum tersertifikasi, dan 4,2 juta anak belum bisa sekolah. Anggaran seharusnya diprioritaskan untuk kebutuhan mendasar pendidikan, bukan untuk proyek bermasalah seperti ini," tandasnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang