Nasional

Guru Khawatir Dikriminalisasi, KPAI: UU Perlindungan Anak Bukan untuk Pidanakan Guru

Selasa, 12 November 2024 | 09:00 WIB

Guru Khawatir Dikriminalisasi, KPAI: UU Perlindungan Anak Bukan untuk Pidanakan Guru

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). (Foto: kpai.go.id)

Jakarta, NU Online

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan bahwa Undang-Undang Perlindungan Anak tidak bertujuan untuk memidanakan guru, melainkan untuk melindungi anak-anak dari diskriminasi dan kekerasan di lingkungan pendidikan. 


Pernyataan ini disampaikan oleh Komisioner KPAI Aris Adi Leksono menanggapi kekhawatiran guru terkait kriminalisasi akibat tindakan pendisiplinan yang bertentangan dengan undang-undang tersebut.


"UU ini bertujuan untuk melindungi anak dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi, di mana pun lingkungan anak tumbuh kembang termasuk di satuan pendidikan. Namun seringkali kekhawatiran dari para guru terkait potensi kriminalisasi akibat penerapan undang-undang ini," kata Aris melalui keterangan tertulis diterima NU Online, Senin (11/11/2024).


Aris mengungkapkan dalam konteks ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni pertama bahwa pendidikan sejatinya tanpa kekerasan.


KPAI menekankan pentingnya pendekatan pendidikan yang bebas dari kekerasan karena kekerasan dalam pendisiplinan bisa berdampak buruk pada psikis dan mental peserta didik. 


"Prinsip mendidik tanpa kekerasan bukan hanya melindungi anak, tetapi juga menciptakan suasana belajar yang mendukung dan kondusif," ujarnya.


Kedua, tafsir dan penerapan Undang-Undang. Diakui Aris, terkadang perbedaan tafsir terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak menimbulkan ketakutan di kalangan guru. Untuk itu, KPAI menekankan perlunya sosialisasi yang jelas dan gamblang tentang batasan dan tanggung jawab guru dalam mendidik. 


"Pemerintah diharapkan memberikan edukasi dan kontekstualisasi mengenai batasan kekerasan dan tindakan mendisiplinkan yang tepat. Pemahaman tentang kapan tindakan mendisiplinkan dianggap meluapkan emosi, dan kapan dianggap bagian dari proses pendidikan, juga penting untuk diulas," jelasnya.


Ketiga, fasilitas untuk edukasi guru. Aris mengatakan agar para guru dapat mengelola kelas dengan baik dan efektif, diperlukan pelatihan dan sosialisasi. Keterampilan dalam berkomunikasi secara efektif, pengendalian emosi, dan kesehatan mental sangat diperlukan, terutama untuk menghadapi generasi yang memiliki karakteristik unik seperti “generasi strawberry”. 


"Pemerintah harus memfasilitasi peningkatan kapasitas dan kompetensi para guru dalam bidang-bidang tersebut," tegasnya.


Keempat, dukungan perlindungan hukum bagi guru. Meskipun dukungan hukum bagi guru telah diatur dalam beberapa regulasi seperti UU Guru dan Dosen, Permendikbud No. 17 tahun 2010, dan Surat Keputusan Dirjen GTK Kemendikbudristek No. 3798/B.B1/HK.03/2024, penerapan regulasi ini, kata dia, masih dirasakan belum optimal. 


"Pemerintah diharapkan lebih tegas dalam mengimplementasikan regulasi terkait perlindungan hukum bagi guru, agar para pendidik tidak merasa terancam saat menjalankan tugas," tutur Aris.


Kelima, kolaborasi dengan orang tua. KPAI menyoroti pentingnya kolaborasi antara guru, orang tua, dan peserta didik untuk menciptakan lingkungan belajar yang positif dan aman. 


Hubungan yang baik antara guru dan orang tua, lanjutnya, dapat mengurangi potensi konflik serta memastikan keselarasan antara metode disiplin yang diterapkan di rumah dan di sekolah.


Keenam, upaya pendisiplinan tanpa kekerasan. KPAI mengusulkan beberapa pendekatan dalam pendisiplinan tanpa kekerasan, antara lain:

 
  1. Pendekatan positif yakni memberikan penghargaan atas perilaku baik dan memperbaiki perilaku negatif melalui dialog yang mendidik.
  2. Aturan yang jelas dengan menyusun dan menjelaskan aturan kelas serta konsekuensinya kepada siswa sejak awal.
  3. Menjadi teladan. Guru diharapkan menjadi panutan dalam hal perilaku, yang sering kali lebih efektif dibandingkan hanya memberi instruksi.
  4. Kerjasama dengan orangtua. Menurutnya, melibatkan orang tua dalam diskusi mengenai perilaku anak di sekolah untuk memastikan konsistensi disiplin.
  5. Pelatihan dan pengembangan. Guru dianjurkan untuk mengikuti pelatihan dalam teknik mendidik yang aman dan efektif serta memahami dinamika perilaku anak.


"Dengan memahami batasan hukum dan menerapkan metode mendisiplinkan yang baik, guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mendukung tumbuh kembang anak yang berkelanjutan," tandasnya.