Nasional

Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemilu Terbuka dan Tertutup

Selasa, 20 Juni 2023 | 08:00 WIB

Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemilu Terbuka dan Tertutup

Gedung Mahkamah Konstitusi. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Mahkamah Konstitusi telah menetapkan untuk menolak gugatan uji materi terkait sejumlah Pasal yang terdapat di dalam  UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Gugatan itu menghendaki agar Pemilu dilakukan dengan sistem proporsional tertutup. Sebab sistem proporsional terbuka dinilai bertentangan dengan konstitusi Indonesia atau UUD 1945. 


Sebelum menetapkan penolakan terhadap gugatan bernomor 114/PUU-XX/2022 itu, Hakim Konstitusi Suhartoyo memaparkan plus-minus atau sejumlah kelebihan dan kekurangan dari kedua sistem Pemilu; proporsional terbuka dan tertutup. 


Pemaparan itu disampaikan Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta, pekan lalu. Pertama-tama, ia membacakan sejumlah kelebihan dalam sistem Pemilu dengan proporsional terbuka. 


Kelebihannya adalah karena mendorong para kontestan atau calon anggota legislatif untuk bersaing dalam memperoleh suara dari konstituen. 


Suhartoyo menjelaskan, sistem Pemilu dengan proporsional terbuka mendorong para kontestan atau calon anggota legislatif untuk bersaing dalam memperoleh suara. Dalam sistem proporsional terbuka, calon anggota legislatif harus berusaha memperoleh suara sebanyak mungkin agar dapat memperoleh kursi di lembaga perwakilan. 


“Hal ini mendorong persaingan sehat antara kandidat dan meningkatkan kualitas kampanye serta program kerja mereka,” kata Suhartoyo. 


Kemudian, sistem proporsional terbuka memungkinkan adanya kedekatan antara pemilih dengan para calon anggota legislatif yang akan dipilih. Sebab pemilih memiliki kebebasan langsung untuk memilih calon anggota legislatif yang dianggap paling mewakili kepentingan dan aspirasi mereka. 


Karena itu, sistem ini akan menciptakan hubungan yang lebih dekat antara pemilih dengan wakil rakyat yang terpilih. Sebab para pemilih memiliki peran langsung dalam menentukan siapa yang akan mewakili mereka di lembaga perwakilan


“Sistem ini memungkinkan pemilih untuk menentukan calonnya secara langsung. Pemilih memiliki kebebasan untuk memilih calon dari partai politik tertentu tanpa terikat pada urutan daftar calon yang telah ditetapkan oleh partai politik,” ujar Suhartoyo. 


Para pemilih juga akan memiliki fleksibilitas untuk memilih calon anggota legislatif yang dianggap paling kompeten atau sesuai dengan preferensi mereka, tanpa harus terikat pada daftar calon yang sudah ditentukan. 


Lalu, di dalam sistem proporsional terbuka ini, pemilih dapat secara langsung berpartisipasi dalam mengawasi wakilnya di lembaga perwakilan atau parlemen. Pemilih pun berkesempatan untuk melibatkan diri dalam pengawasan terhadap tindakan dan keputusan yang diambil oleh wakil yang mereka pilih, sehingga meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam sistem politik, termasuk meningkatkan partisipasi pemilih.


Sistem ini lebih demokratis, karena representasi politik didasarkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai politik atau calon, sehingga memberikan kesempatan yang lebih adil bagi partai politik atau calon yang mendapatkan dukungan politik yang signifikan.


“Inklusivitas politik, mengakomodasi berbagai kepentingan masyarakat, dan mencegah dominasi pemerintahan oleh satu kelompok atau partai politik,” ujar Suhartoyo. 


Kekurangan Sistem Proporsional Terbuka

Sistem ini melahirkan peluang atau berisiko tinggi terhadap terjadinya praktik politik uang. Kandidat yang memiliki sumber daya finansial yang besar dapat memanfaatkannya untuk mempengaruhi pemilih. Dengan demikian, sistem ini mengharuskan ada modal politik besar untuk proses pencalonan. 


“Para calon anggota legislatif harus mengeluarkan biaya signifikan untuk mencalonkan diri dan kampanye politik; memikirkan biaya iklan, promosi, transportasi, logistik,” kata Suhartoyo.


Di satu sisi, sistem ini akan menjadi hambatan bagi kandidat yang tidak memiliki sumber daya finansial yang cukup, sehingga merugikan kandidat yang berasal dari latar belakang ekonomi lebih rendah untuk berpartisipasi dalam proses politik.


Selanjutnya, sistem ini berpotensi mereduksi partai politik. Dengan demikian, akan terbuka jarak antara calon anggota legislatif dengan partai politik yang mengajukannya sebagai calon. Akibatnya, pendidikan politik oleh partai politik kepada pemilih tidak optimal. Sebab partai politik menjadi tidak fokus dalam memberikan informasi dan pemahaman yang mendalam tentang isu-isu politik kepada pemilih.

Kelebihan Sistem Proporsional Tertutup 


Kelebihan dari sistem ini adalah partai politik akan lebih mudah mengawasi anggotanya di lembaga perwakilan. Partai politik dapat lebih mudah mengawasi dan mengontrol kegiatan serta sikap anggotanya di lembaga perwakilan. 


“Partai politik dapat memastikan bahwa anggotanya bertindak sesuai dengan kehendak partai politik dan kepentingan kolektif yang mereka wakili,” kata Suhartoyo. 


Partai politik juga bisa mendorong kader terbaik untuk menjadi anggota legislatif. Kemudian partai politik memiliki kewenangan lebih besar untuk menentukan siapa yang menjadi calon anggota legislatif. Selain itu, ada seleksi ketat sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kompetensi para wakil rakyat yang terpilih. Sistem ini menghendaki partai politik melakukan kaderisasi dan pendidikan politik.


“(Sistem proporsional tertutup) meminimalkan praktik politik uang dan kampanye hitam. Dengan mekanisme internal ketat, partai politik dapat memastikan calon anggota legislatif tidak bergantung pada dukungan finansial eksternal dan tidak terlibat kampanye negatif yang merugikan demokrasi,” kata Suhartoyo.


Kekurangan Sistem Proporsional Tertutup

Kekurangannya, pemilih punya ruang terbatas dalam menentukan calon anggota DPR/DPRD. Kemudian pemilih tidak memiliki kesempatan untuk secara langsung untuk memilih calon yang mereka pilih. 


Sistem proporsional tertutup dapat mengurangi partisipasi pemilih dalam menentukan perwakilan politik dan dapat mengurangi rasa keterlibatan mereka dalam proses pemilihan. Sistem ini berpotensi terjadi nepotisme politik pada internal partai politik. 


“Partai politik cenderung akan memilih calon dari keluarga atau lingkaran terdekat tanpa mempertimbangkan kualitas dan kompetensi calon secara objektif,” ujar Suhartoyo. 


Sistem ini juga berpotensi menimbulkan nepotisme yang dapat merusak prinsip demokrasi dan menurunkan kualitas anggota legislatif. Hal ini menyebabkan calon anggota DPR/DPRD memiliki kedekatan yang terbatas dengan rakyat/konstituten karena mereka tidak dipilih langsung.


“Potensi oligarki akan menguat, jika partai politik tidak memiliki sistem rekrutmen dan kandidasi yang transparan. Kekurangan transparansi dapat membuka celah bagi partai politik yang tidak sehat dan dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap partai politik dan proses politik secara umum,” ujar Suhartoyo. 


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad