Nasional MUKTAMAR KE-34 NU

Kemandirian Sosial-Ekonomi Jadi Agenda Besar NU Menuju 100 Tahun Pertama

Jumat, 12 November 2021 | 09:45 WIB

Kemandirian Sosial-Ekonomi Jadi Agenda Besar NU Menuju 100 Tahun Pertama

Ketua Panitia Muktamar ke-34 NU, KH Imam Aziz. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) akan diselenggarakan di Provinsi Lampung, pada 23-25 Desember 2021. Sementara tema muktamar kali ini adalah Menuju Satu Abad NU: Membangun Kemandirian Warga untuk Perdamaian Dunia.


Pada usia yang hampir satu abad, NU telah memiliki berbagai capaian yang luar biasa. Di antaranya soal pemikiran dan praktik politik kebangsaan, serta mendirikan pendidikan yang berbasis pada nilai Ahlussunnah wal Jamaah. Bahkan, saat ini telah menjamur berbagai perguruan tinggi NU yang tidak hanya berbasis agama, tetapi juga teknologi dan sains. 


Namun, Ketua Organizing Committee (OC) Muktamar ke-34 NU KH Imam Aziz mengatakan bahwa terdapat problem yang masih tersisa. Ia menyoroti soal aspek sosial-ekonomi yang masih terasa ada ketimpangan, sehingga inilah yang menjadi agenda besar NU menuju 100 tahun pertama. 


“Itu (sosial-ekonomi) sampai sekarang masih menjadi problem besar bagi kita, terutama bagi warga NU,” kata Kiai Imam Aziz dalam Diskusi Menuju Muktamar ke-34 NU bertema Pesantren dan Tantangan Global yang digelar NU Online bekerja sama dengan Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta, disiarkan langsung melalui halaman facebook NU Online, pada Rabu (10/11/2021).


Persoalan pertama NU untuk menuju kemandirian sosial-ekonomi itu berada pada sumber daya manusia (SDM) yang mencukupi dan bisa menjadi pendorong atau pengungkit bagi kemajuan. Hal ini menjadi salah satu prasyarat untuk kemandirian.


“Kemandirian tidak akan mungkin terwujud kalau sumber daya manusianya itu belum melakukan transformasi yang cukup. Mohon maaf, kalau kita kaitkan dengan prasyarat kedua yaitu penguasaan teknologi, maka kita masih juga sangat lemah di situ,” terang Kiai Imam yang juga salah satu Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.


Ia beranggapan bahwa SDM NU yang selama ini dimiliki mulai dari pesantren, madrasah-madrasah, dan berbagai perguruan tinggi masih belum mampu menjadi penopang terhadap penguasaan pengetahuan dan teknologi yang dipersyaratkan bagi kemandirian. 


Problem selanjutnya yang sekaligus menjadi prasyarat kemandirian adalah soal akses terhadap jaringan dan permodalan. Hal ini berlaku juga untuk semua pihak, tidak hanya soal internal masyarakat NU.


Artinya, berkaitan pula dengan negara yang telah dibentuk secara bersama-sama, termasuk NU di dalamnya, tetapi di dalam implementasinya mulai dari Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 kemudian melahirkan UU, hingga berbagai peraturan yang ada, masih belum bisa terakses dengan baik bagi proses demokratisasi ekonomi. 


“Sehingga kita masih melihat ketimpangan-ketimpangan dan tampaknya ini harus ada upaya keras. Di satu sisi NU sendiri harus melakukan transformasi-transformasi yang diperlukan,” jelas Kiai Imam Aziz.


Berbagai transformasi yang diperlukan untuk mencapai kemandirian menuju 100 tahun pertama itu antara lain peningkatan SDM warga NU, penguasaan teknologi, akses terhadap modal, dan akses terhadap agraria.


“Semuanya bukan kita yang menguasai. Tetapi lebih kepada kelompok lain yang tidak dari NU,” kata Kiai Imam Aziz. 


Hal itulah yang membuat panitia mengangkat tema kemandirian dalam gelara Muktamar ke-34 NU mendatang, sehingga NU mampu menyiapkan berbagai prasyarat untuk mencapai sebuah kemandirian sosial-ekonomi.


“Jadi kemandirian tidak hanya membuat koin muktamar, tetapi juga memikirkan baik prasyarat kultural berupa pengembangan SDM maupun prasyarat struktural yaitu perubahan kebijakan-kebijakan negara, terutama di dalam hal ekonomi. Itu juga harus betul-betul dipikirkan oleh NU. Saya kira inilah yang dimaksud dengan kemandirian,” katanya.


Kiai Imam menegaskan bahwa soal kemandirian di bidang sosial-ekonomi itu hanya sebagian dari berbagai hal yang akan didiskusikan pada forum muktamar nanti. Ke depan, katanya, NU masih memiliki berbagai agenda cukup rumit untuk diselesaikan. 


“Oleh karena itu, harus ada pemikiran dan gerakan yang lebih sistematis, baik di lingkungan NU sendiri maupun nantinya pada perubahan-perubahan kebijakan di level negara. Ini yang menjadi agenda besar NU di dalam menuju 100 tahun pertama,” pungkas Kiai Imam.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad