Nasional

Ini Akar Permasalahan Turunnya Ekonomi Kelas Menengah menurut Pengamat

Jumat, 13 September 2024 | 12:00 WIB

Ini Akar Permasalahan Turunnya Ekonomi Kelas Menengah menurut Pengamat

Ilustrasi kesibukan masyarakat kelas menengah. (Foto: freepik)

Jakarta, NU Online

Pengamat Ekonomi Jaenal Effendi mengungkap akar permasalahan menurunnya ekonomi kelas menengah pada 2024.


Menurutnya, ekonomi kelas menengah pada 2024 turun karena tidak adanya penciptaan lapangan kerja formal.


Ia menegaskan bahwa tanpa penciptaan lapangan kerja formal, masyarakat kelas menengah juga terus tumbang. Inilah dampak dari kebijakan pemerintah yang mempersulit masuknya investor luar negeri maupun dalam negeri.


“Kurangnya investor dari luar negeri maupun dalam negeri yang masuk dikarenakan peraturan pemerintah yang merugikan mereka (pihak perusahaan swasta) akhirnya mereka mengambil keputusan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada karyawannya karena keterpaksaan keadaan bahkan sampai menutup perusahaannya,” ujar Jaenal kepada NU Online, Kamis (12/9/2024).


Pertumbuhan angkatan kerja yang tidak sebanding dengan penciptaan lapangan kerja formal kelas menengah ini, membuat tenaga kerja lebih banyak terserap pada pekerjaan informal.


“Naiknya jumlah angkatan kerja baru yang terjadi setiap tahun ini tidak diimbangi dengan pembukaan lapangan kerja formal yang harus didukung dan diupayakan oleh pemerintah,” ujar Kepala Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3) Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.


Jaenal yang juga pernah menjabat sebagai ketua Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) mengatakan, menurunnya ekonomi kelas menengah dari tahun 2023 ke tahun 2024 membuat masyarakat merubah pekerjaannya menjadi pekerjaan informal.


Ia menjelaskan, pekerjaan informal itu antara lain mereka yang bekerja paruh waktu (part time), pekerja bebas di bidang pertanian atau non-pertanian, pedagang keliling, dan ojek online.


Jaenal memaparkan bahwa untuk memperbaiki ekonomi kelas menengah adalah kerja sama yang baik antara pemerintah dan stakeholder untuk membuka lapangan kerja baru. Pekerjaan yang dibutuhkan masyarakat adalah pekerjaan formal seperti bidang industri.


Selain itu, dukungan program-program pemerintah yang mengarah kepada masyarakat atau prorakyat seperti pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan dan menambah kemampuan (skill) masyarakat.


Jaenal mengatakan bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah, baik dari presiden, kementerian, maupun daerah, harus mengarah pada kebutuhan masyarakat. Pemberantasan korupsi di bidang apa pun juga harus terus digencarkan karena menjadi musuh utama bagi investasi.


“Jika permasalahan itu terus dibiarkan, maka kelas menengah yang turun menjadi calon kelas menengah ini dapat makin turun menjadi kelas miskin. Sehingga, harapan dan mimpi untuk mendorong Indonesia Emas 2045 hanya tinggal angan-angan belaka,” ujar Jaenal.


Data BPS

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelompok kelas menengah masih 21,45 persen dari total penduduk Indonesia pada 2019. Lalu pada 2024, jumlahnya tinggal 17,13 persen atau sekitar 47,85 juta orang. Mereka turun kelas ke kelompok calon kelas menengah atau aspiring middle class. Kelompok ini berada di antara kelas menengah dan kelas rentan miskin.


Pada 2019, presentase kelompok calon kelas menengah masih 128,85 juta dan pada tahun ini naik jadi 13,75 juta orang. Pada saat yang bersamaan, kelompok rentan miskin juga terus bertambah, dari 54,97 juta orang pada 2019 menjadi 67,69 juta orang pada 2024.


Tiap tahun, pemerintah pada era Presiden Joko Widodo selalu sesumbar berhasil mengurangi angka kemiskinan. Jumlah masyarakat miskin pada Maret 2024 turun menjadi 9,03 persen atau sebanyak 25,22 juta orang. Menurun 0,33 persen atau sebanyak 0,68 juta orang terhadap Maret 2023 dan menurun 0,54 persen atau sebanyak 1,14 juta orang terhadap September 2022.