Nasional

Ketua PBNU: Dukungan Palestina Harus Sampai pada Kesepakatan Batas Wilayah

NU Online  ·  Rabu, 24 September 2025 | 20:30 WIB

Ketua PBNU: Dukungan Palestina Harus Sampai pada Kesepakatan Batas Wilayah

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Suaedy. (Foto: dok. istimewa)

Jakarta, NU Online

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Suaedy mengemukakan bahwa pengakuan kemerdekaan Palestina oleh mayoritas negara di dunia, termasuk empat anggota tetap Dewan Keamanan PBB, harus segera diikuti dengan dukungan konkret terhadap perundingan batas wilayah. Tanpa dukungan ini, Solusi Dua Negara berisiko menciptakan medan perang baru di masa depan.


Suaedy menyebut solusi dua negara  sebagai pilihan paling realistik yang hampir disepakati semua arus utama dunia. Sebanyak 157 dari 193 negara anggota PBB telah menyatakan pengakuannya terhadap kedaulatan Palestina.


"Selamat kepada Palestina dan rakyat Palestina karena memperoleh mayoritas dukungan. Ini adalah solusi yang paling memungkinkan. Hanya saja, memang masih harus dibicarakan tentang batas negara," ujar Suaedy kepada NU Online, Rabu (24/9/2025).


Ia menekankan bahwa isu terpenting dan paling alot pasca-pengakuan adalah penetapan batas negara. 


"Yang terpenting bagaimana kebijakan setelah gagasan Solusi Dua Negara ini. Kalau saya pribadi, inginnya kembali ke batas wilayah yang dulu, yaitu batas tahun 1948 saat wilayah Israel tidak sebesar saat ini," tegasnya.


Suaedy mengingatkan bahwa sejarah konflik antarnegara seringkali dilatarbelakangi oleh sengketa batas wilayah, seperti antara Pakistan dan India atau Kamboja dan Thailand. Oleh karena itu, ia berpendapat dukungan terhadap kemerdekaan Palestina harus paralel dengan dukungan terhadap batas wilayah yang adil.


"Negara-negara yang mendukung kemerdekaan Palestina sekarang harus konsisten dengan dukungan terhadap batas wilayah ini. Kalau mereka hanya mendukung merdeka tetapi tidak mendukung kembalinya batas wilayah, itu sama dengan membiarkan peluang terciptanya medan perang baru," paparnya.


Selain itu, Suaedy juga menyoroti penolakan dari pihak-pihak kunci yang mungkin menjadi hambatan realisasi Solusi Dua Negara seperti Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Iran. Netanyahu yang berkeinginan seluruh wilayah menjadi milik Israel. Sebaliknya, Iran cenderung menginginkan Israel sepenuhnya angkat kaki dari Palestina.


Untuk itu, ia mendorong agar negara-negara pendukung Palestina tak hanya mengakui, tetapi juga aktif terlibat dalam mendorong semua pihak, termasuk Iran, untuk menerima solusi dua negara dengan syarat kembalinya batas wilayah.


Sementara itu, dalam hal pertimbangan Solusi Dua Negara harus disertai sanksi untuk Israel, Suaedy menegaskan pentingnya memisahkan kedua hal tersebut. Menurut Dia, pencampuran kedua isu justru akan berdampak pada kemunduran proses perdamaian.


"Dua persoalan ini harus dipisahkan. Kemerdekaan Palestina dan penetapan batas wilayah satu hal. Pelanggaran perang oleh Israel jadi hal lain tersendiri," jelasnya.


Ia berargumen bahwa fokus utama saat ini adalah mencapai kesepakatan pengakuan dan batas wilayah. Sementara soal pertanggungjawaban Israel atas pelanggaran, termasuk genosida, harus ditempuh melalui jalur hukum internasional yang terpisah. 


"Israel tetap harus mengakui Palestina. Selain itu, Israel juga harus menerima sanksi karena sudah melakukan genosida," tegas Suaedy.


Peluang Realisasi Solusi Dua Negara: Tekanan Global Kunci Utama

Mengenai peluang keberhasilan realisasi Solusi Dua Negara, Suaedy optimis dengan dukungan mayoritas, meski menyadari hambatan hak veto Amerika Serikat. "Meskipun ada veto, usaha itu harus terus berlangsung," ujarnya. Ia bahkan menyerukan agar Amerika Serikat juga dikenai sanksi atas keterlibatannya dalam membantu Israel melancarkan aksi genosida.


Senada, Peneliti Tamu ISEAS Yusof Ishak Institute, Antonius Made Tony Supriatma,   menyoroti bahwa kepatuhan Israel sangat bergantung pada Amerika Serikat.


"Israel akan tetap mendapatkan blank check (cek kosong) untuk melakukan apa saja yang mereka mau, selama Amerika masih memandang bahwa perlu mempertahankan Israel at all cost," kata Supriatma.


Ia menyebut Israel masih menjadi sekutu utama negara-negara Barat untuk melakukan sesuatu di Timur Tengah. Kendati beberapa negara di kawasan itu, seperti Qatar, Oman, dan Uni Emirat Arab, juga pro kepada Barat, mereka tidak dapat memberi jaminan sebesar yang mungkin dilakukan Israel.


Tekanan global yang konsisten, termasuk kepada AS, adalah kunci untuk memaksa Israel mematuhi Solusi Dua Negara dan perundingan batas wilayah yang adil. Tanpa tekanan itu, peluang Israel untuk mematuhi kesepakatan akan tetap kecil. Jika itu terjadi, perjalanan menuju perdamaian sejati akan terus terbentur kepentingan geopolitik yang lebih besar.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang