Nasional

Ketum PBNU: Sampai Kapan pun, Pramuka NU Harus Suarakan Kalimatul Haq

Jumat, 30 Agustus 2019 | 18:00 WIB

Ketum PBNU: Sampai Kapan pun, Pramuka NU Harus Suarakan Kalimatul Haq

Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj saat membuka Mukernas Pramuka Sako Ma'arif NU (Foto: Jajang Nurdin/NU Online)

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menyatakan tentang ketiadaan makhluk  selain manusia yang mau menerima amanat dari Allah untuk membangun peradaban. Sebab, amanat tersebut sangat susah dilaksanakan.

"Manusia inilah satu-satunya makhluk Allah yang menerima mandat dari Allah agar membangun peradaban, membangun kehidupan yang baik di muka bumi ini," kata Kiai Said saat membuka Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Satuan Komunitas (Sako) Pramuka 2019 yang diselenggarakan Pengurus Pusat Lembaga Pendidikan Ma’arif NU di Rivoli Hotel Jakarta, Jakarta Pusat, Jumat (30/8).

Menurut Kiai Said, di antara amanat yang paling penting dilaksanakan oleh manusia, ialah kalimat kebenaran, yakni berani mengatakan kebanaran dan menolak kezaliman.

"Berani mengatakan 'iya' terhadap kebenaran, walaupun orang lain diam, oramg lain takut, orang lain ragu. Mampu berani mengatakan 'tidak, la, no' terhadap kezaliman, kebatilan, walaupun orang lain takut, ragu-ragu," ucapnya.

Untuk itu, Kiai Said pun meminta kepada Satuan Komunitas (Sako) Pramuka Ma'arif NU agar di mana pun  dan kapan pun agar menyuarakan kalimat kebenaran.

"Pramuka Harus begini, harus kalimatul haq sampai kapan pun," kata 

Kiai Said mencontohkan pendiri NU, Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari sebagai sosok yang dalam hidupnya menyuarakan kebenaran. Menurutnya, KH Hasyim Asy’ari beserta beberapa santri pernah ditahan oleh Jepang karena melakukan penolakan terhadap seikerei, sebuah penghormatan terhadap Kaisar Hirohito dan ketaatan pada Dewa Matahari (Amaterasu Omikami) yang merupakan suatu kewajiban bagi rakyat Indonesia kala itu. Seikerei ini dilakukan dengan membungkuk ke arah Tokyo setiap pukul 07.00 pagi. 

Awalnya, ayah KH Wahid Hasyim itu dipenjarakan di Jombang. Selama masa itu, KH Hasyim Asy'ari  mengalami penyiksaan teramat berat dan pedih dari para serdadu Nippon. Namun, keteguhan dan kekuatan spiritualnya mengalahkan rasa sakit dan pedih ketika jari-jemarinya remuk dipukuli tentara Jepang. Dipenjaranya KH Hasyim Asy’ari menimbulkan perlawanan dari ribuan santrinya.

KH Wahid Hasyim kemudian melakukan diplomasi ke tentara Jepang yang ada di Jakarta agar tidak menyiksa KH Hasyim Asy'ari karena tindakannya hanya menimbulkan kebencian dari masyarakat. Diplomasi berhasil dengan dipindahkannya KH Hasyim Asy'ari dari penjara yang ada di Jombang ke Mojokerto. Tak lama setelah itu, KH Hasyim Asy'ari pun dilepaskan.

"Walhasil itu salah satu bagaimana Kiai Hasyim Ashari menerima amanat yang dulu amanat itu ditolak oleh langit dan bumi betapa beratnya amanat itu," jelasnya. 

Pewarta: Husni Sahal
Editor: Abdullah Alawi