Situbondo, NU Online
Kegiatan keseharian santri di pesantren sarat dengan sentuhan sastra. Bagaimana tidak, sejak bangun tidur hingga tidur kembali, sejumlah karya sastra diperbincangkan.
Demikian disampaikan KH R Azaim Ibrohimy saat memberikan sambutan pada Muktamar Sastra 2018, Rabu (19/12). Kegiatan dipusatkan di aula Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah, Sukorejo, Banyu Putih, Situbondo, Jawa Timur.
“Di pesantren ini, sentuhan sastra diawali sebelum shalat Shubuh, sebelum pelajaran dan pengajian dimulai lewat nadzam,” kata Kiai Azaim di hadapan peserta muktamar, termasuk Menteri Agama RI, H Lukman Hakim Saifuddin.
Pada hari tertentu, para santri melakukan kegiatan dibaan yang juga berisi pujian terhadap sosok baginda Nabi Muhammad SAW. “Bahkan saat tengah malam ada kasidah burdah yang dilantunkan para santri,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo tersebut.
“Karenanya tidak salah kalau pesantren adalah dunia sastra yang sesungguhnya,” ungkap Kiai Azaim yang disambut tepuk tangan hadirin.
Dalam penjelasannya, sejak 14 abad lalu sastra telah digunakan dengan berbagai macam tujuan. “Bahkan sebagai ujaran kebencian,” sergahnya.
“Mengapa seorang manusia yang lugu yang kehidupannya diam-diam dipersiapkan oleh Rabbul alamin, mejadi sosok uswah hasanah dan insan kamil, kemudian melakukan perenungan di Goa Hira kurang lebih tiga tahun dan petunjuknya adalah al-Quran yang isinya banyak mengandung niai sastra,” tuturnya.
Menurutnya, segala persoalan mulai dari perpolitikan, ekonomi, sosial serta moral, diselesaikan oleh rumusan al-Quran dengan bahasa sastra. “Ini yang mungkin kita kehilangan spiritnya,” katanya.
Kiai Azaim juga tidak lupa menyinggung persoalan kebangsaan yang terjadi hari ini. “Ketika kita sekarang bicara tentang kebangsaan tanpa spirit kesusastraan, akan menjadi ujaran kebencian bahkan sastra pun akan diseret-seret untuk menciptakan kerusuhan,” tandasnya. (Ibnu Nawawi)